Kondisi perekonomian dimasa depan, penuh dengan ketidakpastian (uncertainty), sehingga tidak mudah melakukan upaya pertumbuhan ditengah situasi perlambatan ekonomi ditingkat global.
Berbagai upaya pemerintah melalui stimulasi paket kebijakan ekonomi, ditujukan sebagai strategi menahan laju perlambatan sekaligus mendorong gerak roda ekonomi nasional. Spirit utama yang diemban adalah deregulasi, yang diharapkan menjadi landasan bagi peminatan investasi.
Kerangka tersebut jelas bukan hasil kerja yag dapat dilihat dalam semalam, perlu kerja keras dan konsistensi berkelanjutan, bukan sekedar siasat temporal.
Problemnya, pemerintah masih agak menggunakan prinsip mengundang investasi asing dibanding mengembangkan investasi swasta lokal maupun UMKM.
Demikian pula yang terjadi disektor kesehatan. Bidang ekonomi yang satu ini masih dalam koridor abu-abu. Pemerintah masih belum memastikan, apakah bidang usaha kesehatan akan dikembalikan ke sistem monopoli negara, atau dikembangkan dengan melibatkan partisipasi swasta.
Sayangnya arah kebijakan pun tidak dapat ditebak. Pemberlakukan idealisme layanan kesehatan untuk semua menjadi momok bagi investasi swasta diranah kesehatan khususnya perumahsakitan.
Skema jaminan kesehatan nasional, memastikan terpenuhi hak dasar dalam layanan kesehatan. Problemnya pola top down kebijakan dipergunakan dan berakibat pada kekacauan sistem yang telah terbentuk.
Meski segala riak gejolak berakhir seiring waktu, tapi kondisi tersebut tidaklah pulih sepenuhnya. Kini rumah sakit hanya ada dalam 2 pilihan besar bergabung dengan sistem kesehatan nasional atau mati perlahan karena tidak memiliki pasien.
Kondisi diatas tentu mencerminkan situasi keseluruhan. Tidak berlaku bagi rumah sakit besar dengan diversifikasi bisnis konglomerasi, 80% kategori RS Swasta Nasional adalah kecil dan menengah.
Alih-alih mendapatkan insentif karena pembukaan lapangan pekerjaan dan sumbangan pajak, pelaku bisnis rumah sakit kerap berada dalam kondisi terhimpit.
Berbagai peraturan terkait perijinan terbilang banyak dan memakan biaya, belum ada simplifikasi yang signifikan, disisi lain tuntutan publik semakin menguat akan layanan berkualitas.
Belum jelasnya arah masa depan industri rumah sakit, jelas mengabaikan hadirnya layanan swasta yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Ketika karpet merah investasi asing dikembangkan, investor lokal hanya menyesap debu dibalik karpet tersebut.
Tidak sinkronnya istrumen kebijakan pusat dan daerah, belum ditambahi dengan rumitnya aturan dalam era otonomi daerah, jelas menjadi hambatan tersendiri.
Tumpang tindih dan tidak pernah berhenti aturan dibuat, yang kemudian terjadi pertambahan biaya dan kompleksitas masalah perijinan baru.
Kalau kemudian investor lokal melakukan berbagai strategi yang dirasakan mensiasati keadaan, maka hal tersebut hendaknya dilihat dalam kerangka rumah sakit harus bisa memastika keberlangsungan hidup jangka panjang karena tanggungjawab sosialnya dalam memenuhi kewajiban pada stakeholder pemilik, dokter, karyawan dan pelanggan.
Jadi sudahkan negeri ini memberikan kemudahan bagi investor lokalnya? Sulit dinyatakan dengan tegas yang pasti sirene tax amnesty sudah mulai dikumandangkan, serta mulai menyisir sektor rumah sakit. Entah apa yang mau dituju? Ketika sistem jaminan kesehatan nasional dengan konsep layanan murah berkualitas, masihkah wajib dikenai pajak? Saat tarif sosial dikenakan, harusnya insentif diberikan agar banyak pemberi layanan yang merasa diperhatikan dan tidak dianaktirikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H