Jelang hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 71, nampaknya masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk benar-benar menjadikan diri kita sebagai bangsa yang merdeka. Tidak hanya soal aspek fisik penjajahan yang telah kita tuntaskan pada 1945, tetapi juga pada upaya membangun masa depan yang lebih adil dan sejahtera sesuai dengan amanat kemerdekaan tersebut.
Sesungguhnya kondisi ekonomi kita relatif tidak bergerak sejak kemerdekaan. Kita masih saja mengandalkan sumberdaya alam sebagai basis pertumbuhan ekonomi. Rempah-rempah dan berbagai tanaman nusantara menjadi daya pikat bagi penjajah datang ke Nusantara. Kini barang tambang emas, perak hingga batubara menjadi incaran korporasi global. Model dan format yang sama, meski dalam balutan pengelolaan ekonomi modern membuat kita tidak pernah beranjak menjadi negara maju.
Sebagian kalangan menganalogikan hal itu sebagai “kutukan sumberdaya”, karena pada banyak kasus didunia, negara yang memiliki kapasitas sumberdaya alam berlimpah kerap tersungkur menjadi negara gagal dalam bidang perekonomian. Kini sudah saatnya kita bertumpu pada kapasitas kemampuan sumberdaya manusia sebagai motor penggerak utama, yang dapat disinergikan dengan keberlimpahan kekayaan alam kita sebagai modal dasar alamiah.
Jiwa Kewirausahaan
Frame berpikir kita memang belumlah berubah dari konsep “bangsa upahan”, hal ini pula yang menyebabkan banyak pihak yang kemudian menggadaikan “harga diri” untuk menjadi kaki tangan kepentingan perusahaan besar ketimbang mensejahterakan kepentingan publik secara lebih luas. Sayangnya nilai sebagai pemburu upah tersebut terinternalisasi begitu dalam, membuat kita kalah bersaing dalam percepatan pertumbuhan ekonomi.
Sebetulnya tidak sepenuhnya salah bila kita menjadi lapisan pekerja dan bukan pengusaha. Namun, bangsa yang besar ini memang membutuhkan lebih banyak lagi jumlah pengusaha dimasa depan. Tengok data-data mengenai ketenagakerjaan kita yang menyebutkan bahwa jumlah pengangguran terus bertambah hingga 7.45 juta orang periode Februari 2015. Ironisnya, pertumbuhan ini dikontribusikan secara cepat pada lapisan berpendidikan SMA (8.17%) SMK (9.05%) dan Diploma (7.49%).
Pada sisi yang bersamaan, jumlah pengusaha di Indonesia baru sekitar 1.65% dari jumlah penduduk. Situasi ini agak tertinggal bila dibandingkan Singapura (7%), Malaysia (5%), atau bahkan Thailand (3%). Ketiga negara ini memang memiliki keungulan kompetitif dalam pertumbuhan ekonomi di ASEAN dibandingkan Indonesia. Pada titik ini, penekanan jiwa kewirausahaan menjadi sebuah sarana untuk mendorong eskalasi lajur gerak ekonomi yang ditopang oleh kemampuan sumberdaya manusia lokal.
Hal ini pula yang menjadi sebuah kondisi yang harus diberikan penekanan, terutama bagi lapisan berpendidikan dengan berbekal kompetensi yang dimiliki sesuai jalur pendidikannya. Sebagai contoh profesi perawat didunia industri keperawatan, tenaga diploma yang dihasilkan sesungguhnya masih berorientasi pada jalur mekanistik masuk ke dunia industri puskesmas, klinik hingga rumah sakit. Seolah tanpa daya untuk mengembangkan kompetensi diri perawat, sebagai seuatu nilai jual spesifik.
Ironisnya, jumlah tenaga perawat yang berlimpah pun tidak disertai dengan pembentukan mentalitas berjuang yang sesuai. Hal ini terlihat dari bertumpuknya lulusan tenaga keperawatan diberbagai kota besar, padahal kebutuhan perawat terdistribusi keberbagai pelosok daerah. Cerminan riil dari hal tersebut terlihat dari data sekurangnya 8.640 puskemas diseluruh Indonesia masih kekurangan 43.856 tenaga kesehatan, sekitar 20% diantaranya adalah perawat.
Tentu hal ini sebuah keprihatinan bagi kita, tantangan besar dunia kewirausahaan adalah membangun pola pikir dan mentalitas yang tidak mudah menyerah. Tentu hal ini perlu dimulai dari ruang-ruang pendidikan serta melalui role model pendidik yang juga memberikan keteladanan entrepreneurship. Karena kemerdekaan adalah pintu gerbang menuju Indonesia yang lebih cerah memberantas kebodohan melalui jalur pendidikan dan kemiskinan menggunakan prinsip kemandirian dan kewirausahaan. Mari kita terus perjuangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H