Kisah pilu tentang dorongan bisikan halus, dan motif kriminalitas yang penuh dengan kekejian, bahkan bertindak diluat nalar serta rasio normal adalah wujud dari terlambatnya identifikasi dan penanganan permasalahan kesehatan jiwa.
Selain aspek fisik, manusia juga memiliki aspek pikiran. Emosi sebagai ekspresi non fisik seringkali muncul, sebagai wujud dari permasalahan dialam pikiran kita. Penanganan problem kejiwaan pun lebih membutuhkan durasi waktu yang panjang, dibanding penyakit fisik pada umumnya.
Disisi lain, ditengah masyarakat problem kesehatan jiwa lekat dengan stigma orang gila hingga terkadang metode yang dipergunakan mengatasi persoalan ini kerap tidak manusiawi yakni berupa pemasungan seumur hidup.
Berdasarkan data kesehatan nasional Riskesdas 2013 terdapat penderita gangguan jiwa berat Skizofrenia sebanyaj 0.17 persen atau setara 400 ribu jiwa. Lebih jauh lagi, bila masuk kedalam kategori gangguan jiwa ringan seperti kecemasan dan depresi angkanya melonjak menjadi sekitar 14 juta penduduk.
Minimnya pengetahuan kesehatan jiwa membuat penanganan atas permasalahan tersebut semakin terlambat. Diestimasi hanya sekitar 10 persen kategori penderita yang dapat dilayani pada unit fasilitas kesehatan, dimana akses layanan kesehatan jiwa juga masih belum merata dan memadai.
Apa cerminan dari data diatas? Persoalan kejiwaan penduduk bangsa ini tentu menjadi indikator yang merepresentasikan kekuatan bangsa. Bangsa yang kuat, adalah bangsa yang sehat secara aspek fisik maupun batin.
Beban depresi hingga merubah perilaku, batas perasaan dan menimbulkan khayalan adalah hasil dari berbagai kemungkinan penyebab. Masalah individu dibidang ekonomi, sosial hingga persoalan diranah rumahtangga dan pekerjaan tidak mampu terluapkan secara positif.
Dukungan KeluargaÂ
Persepsi masyarakat akan kesehatan jiwa perlu terus diperbaiki dari waktu ke waktu. Aspek penerimaan dan bantuan serta dukungan penuh kasih sayang adalah bagian yang mendorong proses pemulihan bagi penderita masalah kesehatan jiwa.
Kita patut waspada, pola hidup masyarakat yang semakin bebas dalam akses alkohol maupun narkoba menyebabkan tumpukan penyandang masalah kesehatan jiwa terakumulasi, laksana fenomena gunung es.
Beban hidup akibat masalah perekonomian juga kerapkali menjadi pemicu problem kesehatan jiwa. Masalahn kesehatan jiwa kemudian semakin bertambah parah, bila tidak mendapatkan penanganan sesegera mungkin.