Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketakutan Hantu Globalisasi di TPP

30 Oktober 2015   00:22 Diperbarui: 30 Oktober 2015   00:31 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badai angin hanya menjadi sebuah bencana ketika kita tidak bersiap menghadapinya, maka buatlah kincir angin agar gerak alam secara tidak beraturan tersebut dapat dikonversi menjadi energi listrik yang dibutuhkan kemudian.

Kira-kira begitulah posisi kita dalam kehendak terintegasi pada kerangka kerjasama negara-negara Trans Pasific Partnership (TPP). Salah satu hasil kunjungan Presiden ke Amerika adalah statement mengenai ketertarikan untuk bergabung dengan komitmen free trade agreement dikawasan Pasific.

Polemik kemudian muncul silih berganti. Persoalan TPP secara geopolitik sesungguhnya dapat diartikan sebagai upaya negeri Obama, untuk membangun konstelasi poros baru diluar kekuatan ekonomi Cina yang seiring waktu mulai menunjukkan dominasi dikawasan Asia.

Lalu, bagaimana seharusnya kita menempatkan diri? Benarkah kritis posisi lemah Indonesia hanya akan menempatkan negara ini hanya sebagai kumpulan pasar dalam jumlah besar?.

Sesungguhnya terdapat beberapa klausul yang harus disepakati dalam keikutsertaan Indonesia di TPP nantinya, mulai dari persoalan tarif, pelonggaran regulasi investasi serta berbagai turunan perjanjian perdagangan bebas.

Konsekuensi logis yang terjadi dalam sebuah pilihan adalah dampak positif dan negatif yang dihasilkan. Kemampuan untuk melakukan analisa benefit and loss memang perlu dilakukan, tetapi menutup diri tentu juga bukan merupakan sebuah pilihan diera ekonomi terbuka yang saling terhubung disebut sebagai globalisasi. Jadi bagaimana resolusinya?.

Prasangka dan Added Value

Dalam sebuah penelitian di Universiy of Michigan, diketahui bahwa hampir sekitar 60% kekhawatiran yang kita asumsikan sesungguhnya tidak pernah terjadi, dan porsi kekhawatiran tersebut akan menyedot dan menghabiskan 95% energi yang kita miliki.

Oleh karena itu, jebakan prasangka harus dipisahkan antara fakta dan opini. Ekonomi terbuka hanya akan memberikan peluang bila kita memiliki strategi dalam kesiapan menghadapinya. Hal tersebut bisa menjadi bahan evaluasi nasional untuk menguatkan sektor unggulan.

Siasatnya adalah: menyerang!!! Tidak akan pernah suatu pelajaran akan paripurna bila tidak terdapat ujian yang dilalui, tapi penuh perhitungan adalah sebuah kewajiban. Menangkap peluang diluar pasar lokal, harus dibarengi dengan penguasaan market domestik, karena Indonesia is a big number.

Ketertarikan untuk terlibat di TPP, sebaiknya dimaknai secara positif dalam aspek perluasan pasar. Masalah internal yang harus diperbaiki adalah penguatan daya saing dengan menciptakan added value, tidak lagi semata bermain difaktor kompetitif sumberdaya alam tetapi memiliki kompetensi bersaing ditingkat dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun