Tiada yang dapat memungkiri popularitas Facebook dan Twitter serta berbagai aplikasi social media lainnya, dan dunia kini tengah demam untuk melaihat berbagai hal baru yang dapat dilakukan dengan ber-social media. Hal ini berimbas pada banyak hal, termasuk memberi nuansa baru dalam meredefinsikan makna produktiftas.
Situasi ini, mampu diterjemahkan secara kontekstual oleh para selebritas ditingkat internasional maupun domestic. Popularitas yang telah dimiliki sebelumnya, menjadi bersifat eksponensial bertambah berkali lipat dengan massif. Relasi virtual secara digital yang difasilitasi melalui social media memang memberikan nuansa berbeda.
Pun termasuk para artis Hollywood layaknya Aston Kutcher, Justin Bieber hingga Britney Spears mendapatkan proporsi dampak dari keberadaan social media. Sifat jangkauan yang meluas, dengan biaya yang relative lebih rendah, ternyata efektif menghasilkan efek positif produktifitas dalam berkarya. Tidak hanya itu, para audiens baik followers maupun likers diberikan ruang untuk berinteraksi dan memberikan masukan secara langsung 1).
Hasilnya sudah bisa ditebak. Booms..!!! Letupan itu menggema, menyebabkan efek gelombang pemasaran yang bersifat massif. Hingga, pada akhirnya para selebritas tersebut kemudian menempatkan secara khusus tim social media, mengingat hasil yang dapat diciptakan melalui jejaring keterhubungan social tersebut. Karena pada intinya, semua orang butuh berkomunikasi.
Pelajaran terpenting dari penggunaan social media, adalah bahwa harus terdapat tujuan besar yang akan dicapai dari keterlibatan penggunaan sarana social media tersebut. Setelah itu, pilihlah aplikasi social media yang memberikan dampak, sesuai dengan arah tujuan yang hendak dicapai, bahkan menggunakan aplikasi social media secara multi-platform pun dimungkinkan.
Hal krusial lain adalah jadilah aktif dan menarik, perbaharui konten yang hendak disampaikan secara jujur dan buat keterlibatan dari para followers maupun likers social media yang dipergunakan. Tidak dapat dilupakan untuk melakukan perencanaan terintegrasi social media, termasuk melakukan pemantauan berkala guna mengukur impak yang dihasilkan.
Apakah hanya Sesaat Fenomena Social Media?
Tidak ada yang dapat memastikan hal itu dimasa yang akan datang, namun social media telah mengubah bentuk interaksi yang terjadi. Keberadaan social media pun, masih dalam tahap start to growth, terlihat dari bagaimana Facebook dan Twitter berubah menjadi raksasa dalam waktu yang terbilang relative muda, dan hal ini masih sangat mungkin mengalami perkembangan dikemudian hari.
Social media, sesungguhnya menawarkan situasi paradoksal yang menarik. Bahwa ruang public kemudian disesaki oleh berbagai hal privat, meski demikian hal ini mengakomodasi esensi dasar manusia untuk saling berbagi dalam berbagai hal. Lebih jauh lagi, social media merubah tatanan struktur vertical menjadi horizontal yang setara di era digital dan internet ini 2).
Pada akhirnya, pelanggan kemudian harus dikelola dengan menggunakan pendekatan Social Customer Relationship Management (Soc-CRM) dimana konsepsinya mempersonalisasikan relasi antara produsen dan pelanggan. Membangun keterlibatan pelanggan (level of engagement) hingga bertingkat menjadi melakukan akuisisi dan mendorong ketertarikan lebih lanjut, akan didapat melalui analisa atas followers dan likers di social media.
Selanjutnya, dalam konsep Soc-CRM, maka yang menjadi penting adalah mendapatkan insight (pemahaman kebutuhan dibenak konsumen), untuk kemudian ditransformasikan sebagai upaya internal dalam melakukan adaptasi perubahan guna memenuhi kebutuhan based on insight tersebut. Kondisi ini memerlukan kekuatan ditingkat organisasi, yang melibatkan people, culture, skill and operational excellence, hingga bermuara pada aspek outcome 3).
Kala Virus Viral diharapkan
Kehadiran social media, dalam hal kaitan pelanggan dan produsen adalah menyediakan ruang bagi terjadinya electronic-word of mouth atau menjadi word of mouse. Hal ini pula yang dikenal dengan istilah viral, yang dimaknai sebagai pola pemasaran yang menyebar layaknya virus tanpa bisa dikendalikan. Kondisi ini sungguh terjadi pada social media, karena konten kemudian dapat berkembang sesuai dengan kreatifitas followers atau likers, yang umum pula disebut sebagai netizen (internet citizen) 4).
Terdapat banyak atribut yang harus diperhatikan alam mendorong epidemic viral dari social media, yakni membuat konten (message) yang memorable dan interesting, yang kemudian dapat diekspose dari pemilik brand ke pengikut didunia maya, dan hal itu akan saling berinteraksi secara berkelanjutan, bila memang dirasakan momentum dan konteks bersesuaian.
Viral marketing mungkin akan berakhir positif, atau bahkan sebaliknya. Namun yang pasti perancanaan secara baik, meski tidak harus matang dan terperinci, karena hal tersebut dapat mematikan aspek kreatifitas yang dituntut didalam social media. Bersamaan dengan hal itu, maka efek viral dapat terjadi bila berbagai instrument marketing mix lainnya dipergunakan dengan posisi optimal secara bersamaan sebagai upaya membangun perluasan kanal komunikasi.
Dalam relasi social media, maka aspek yang diharapkan adalah keterhubungan, dan pemasaran dalam bentuk hardselling hanya akan menjadi kesia-siaan. Menjadi lebih ramah dan personal, penuh perhatian adalah harapan dari pengikut ketika memulai perjalanan panjang menjadi followers atau likers atas sosok tokoh atau brand tertentu 5).
Salah satu stimulus dari keberadaan social media adalah era web 2.0 dimana pada periode ini terjadi perubahan perspektif dalam menempatkan internet melalui media digital membangun keterhubungan dengan pelanggan. Karakteristik dasar dari web 2.0 adalah terciptanya konten dari pelanggan sebagai bentuk keterlibatan (user generated content) 6). Dimana dalam hal tersebut, aspek yang perlu dikembangkan adalah komunikasi intrapersonal maupun komunikasi massa via social media, dengan penuh kerendahan hati, manusiawi dan mendengarkan.
Sehingga dengan demikian, akan mendorong viral dalam skema push-push-pull, mendorong ketertarikan lebih jauh pengikut untuk mengenal dan memahami brand. Pada awalnya, brand akan mendorong dan mendorong, hingga kemudian followers atau likers menarik informasi tersebut untuk dicerna dan diserap. Pada tingkat lanjut, akan diteruskan dengan aktifitas share, membagikan informasi yang dirasakan menarik dari pengikut ke surrounding environment 7).
Social media, kemudia mengubah perilaku konsumen dari waktu ke waktu berdasarkan tingkat paparan yang dihasilkan. Hal ini perlu dicermati oleh Brand, dimulai dari fase pre-purchase, dimana kebutuhan informasi produk menjadi penting untuk dibicarakan, serta membiakkan persepsi positif akan kualitas dan performa dari brand tersebut.
Kemudian ditindaklanjuti dengan saat fase purchase, menjadi penting untuk dapat memberikan respon atas kepercayaan dalam pembelian dari pelanggan, serta membangun pola komunikasi yang selaras. Sehingga pelanggan, menjadi dianggap penting bagi organisasi bisnis, karena pelanggan berulang adalah bagian dari keberlangsungan bisnis itu sendiri.
Hingga pada akhirnya, fase post purchase, dimana brand harus memiliki action plan dan siap dengan segala konsekuensi yang terjadi. Tentu tanggapan positif dengan mudah direspon, namun perlu lebih bersikap hati-hati dalam memberikan reaksi atas hal negative. Pastikan seluruh kegiatan yang dilakukan melalui social media dalam koridor untuk focus content yang relevan, disertai dengan intonation to respect dan consider about return.
Terakhir, social media tentu menghadirkan pula aspek residu, yakni noise (gangguan) atau bisa disebut pula haters. Dalam kategori konsumen, maka haters dikenal sebagai unprofitable customer. Apa yang harus dilakukan? Tentu tidak bisa dianggap remeh lalu diabaikan, pada banyak kasus haters bisa berbalik menjadi fans and lovers bila terdapat kerangka manajemen yang tepat, termasuk memperdalam insight yang belum diperoleh dari lapisan haters tersebut 8).
Bahkan, pelanggan tidak potensial dapat menjadi potensial bila kita tepat melihat kebutuhan yang diperlukan. Secara internal, dalam perbaikan proses bisnis, haters adalah pemicu dalam sisi berbeda untuk memperbaiki product secara berkelanjutan. Namun, saat hal itu muncuk di social media, maka prinsip utama yang perlu diketahui adalah berikan penjelasan, jangan bertele-tele, lakukan personal dan terbuka, serta bertindak pintar secara efektif, sesuai dengan kondisi situasional.
Daftar Pusataka:
1.Andreas M Kaplan, Michael Haenlein, The Britney Spears Universe: Social Media dan Viral Marketing at its best, Kelley School of Business Journal, 2012
2.Andreas M Kaplan, Michael Haenlein, Social Media: Back to the Roots and back to the future, Journal of System and Information Technology, 2012
3.Edward C Mathouse, Michael Haenlein etc, Managing Customer Relationships in te Social Media Era: Introducing the Social CRM House, Journal of Interactive Marketing, 2013
4.Andreas M Kaplan, Michael Haenlein, Two Hearts in three quarter time: How to Waltz the Social Media/ Viral Marketing Dance, Kelley School of Business, 2011
5.Irem Eren Erdogmus, Mesut Cicek, The Impact of Social Media Marketing on Brand Loyalty, Procedia-Social dan Behavioral Sciences, 2012
6.Andreas M Kaplan, Michael Haenlein, Users of the World, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media, Kelley School of Business, 2009
7.Andreas M Kaplan, Michael Haenlein, The Early Bird Catches the News: Nine Things you Should Know about micro-blogging, Kelley School of Business, 2010
8.Andreas M Kaplan, Michael Haenlein, Unprofitable Customer and Their Management, Kelley School of Business, 2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H