Interkoneksi antar manusia kini semakin lebih cepat. Ya, teknologi adalah sarananya. Internet adalah hal yang mengubah jejaring social menjadi digital. Sistem bilangan biner, menjadi bahasa program sekaligus bahasa komunikasi yang mempersatukan dunia. Speed and spread, begitu cara kerja internet mengubah lansekap pola keterhubungan sosial, secara digital.
Kondisi ini ditunjang dengan perbaikan sarana dan prasarana. Termasuk diantaranya, perkembangan generasi yang menggunakan perangkat digital yang berhubungan dengan internet. Dunia kini terjadi overlap generasi. Lapisan babyboomer, gen x, milenial hingga gen net adalah bentuk dari bagaimana terjadi perubahan generasi, yang mengalami perkembangan seiring dengan teknologi terkini.
Instant, ekspresif dan real time adalah hal lain yang tidak dapat terpisahkan dari generasi saat ini. Namun disamping itu, gemar untuk bersosialisasi, dengan upaya membangun relasi serta berkolaborasi secara maya. Kondisi perubahan ini yang kemudian harus disinkronisasi. Generasi net terus bertumbuh mengganti lapis generasi sebelumnya, pemahaman akan generasi ini menjadi penting bagi masa depan.
Apa Maknanya dan Bagaimana Strateginya?
Generasi net, sejak awal kehadirannya selalu diramalkan dan dipandang sebagai lapisan yang paling lemah. Ketergantungan akan teknologi menciptakan daya imajinasi dan kreatifitas menjadi lebih tumpul. Disamping itu, kekuatan fisik menjadi terkendala karena banyak waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi non fisik. Dalam kenyataannya, ternyata kemudian tidak semua prediksi itu tepat.
Justru pada generasi ini, kreatifitas dan aspek imajinasi visual menjadi sangat mencolok. Pada generasi ini pula kecerdasan intelektual mengalami peningkatan. Salah satu indikasi yang memungkinkan, adalah tingkat serapan informasi yang menjadi semakin bertambah, dibandingkan generasi sebelumnya. Dengan begitu banyak kelebihan, maka generasi net sekaligus adalah pangsa pasar kemudian hari.
Kepentingan dari perspektif bisnis dan pemasaran saat ini adalah melakukan konversi mekanisme marketing yang menyasar lapis generasi diatasnya sekaligus generasi net. Sesungguhnya terdapat senjang budaya antar generasi, hal itu harus difasilitasi melalui berbagai saluran pemasaran yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Dalam hal ini, konsentrasi kita tercurahkan pada pembangunan brand.
Terutama bagi generasi net, banyak paradoks yang meliputinya. Diantaranya, melakukan ekspose hal privat diranah publik, seringkali dekat dengan narsisme. Lalu, dunia digital membuat relasi sosial semakin horisontal dan setara, terlebih secara konsep generasi net adalah kelompok cair yang ternyata dapat bersatu pada satu kepentingan yang sama secara situasional.
Problem yang dihadapi oleh pemasar pada dunia digital adalah membangun kesadaran, terlebih membangun pelanggan loyal. Harus pula dipahami, metodologi penjualan langsung adalah hal yang dihindari, karena generasi net lebih menyukai berbagai hal lain sebagai kesukaan mereka. Mereka menjadi individualis sekaligus mudah bersosialisasi, sebuah paradoks lain yang kemudian timbul.
Pemasar harus memahami perilaku konsumen. Dan dalam dunia digital, maka rangkaian tahapan yang dibangun adalah pre-consume, consume, post-consume. Kegiatan yang dilakukan dalam kerangka konsumsi tersebut, harus menjadi titik sentuh pelanggan dalam dunia digital secara berbeda. Pada fase pre-consume, maka brand harus menyajikan bujukan persuasif secara tepat, halus namun menimbulkan keingintahuan, maka konten -pesan yang akan dikirimkan brand harus jelas ditangkap.
Pada saat consume, disini terjadi moment of truth. Lapis konsumen, yang mengambil preferensi dari informasi media pada sumber digital yakni internet akan melakukan transaksi. Dititik ini, kesadaran -brand awareness sudah terlampaui. Konsep yang dibangun adalah Action dalam runutan perilaku AIDA -Awareness, Interest, Desire and become Action. Tentu, kepuasan yang terbentuk saat ini menjadi penting dan menentukan tahapan selanjutnya.
Dititik akhir, saat post-consume, output yang kemudian terjadi adalah melakukan pengajuran -refferal, atau kemudian malah sebaliknya berubah antipati karena kegagalan brand dalam membuktikan janji performa sesuai dengan bujukan pemasaran. Hal ini perlu mendapat respond agar aspek viral yang berkembang tidak berbalik negatif bagi brand.
Strategi pemasaran digital, harus diletakkan secara multiplatform dalam menjangkau keterluasan audiens. Disamping itu, kombinasi offline-online adalah paduan yang saling melengkapi dan bukan subtitusi. Kerangka pemasaran online ditindaklanjuti dengan kegiatan offline, membangun kesadaran merek dalam komunitas, dan bertindak sebagai fasilitator.
Kemudian, kesadaran akan meningkat menjadi transaksi dan konsumsi, maka brand expirience-offline berdasarkan pengalaman langsung, akan berkorelasi dengan kualitas brand itu sendiri. Pasca itu, kembali masuk ke tahap online dimana lapis konsumen yang diidentifikasi sebagai generasi net akan memberikan suara -customer voice berupa refferal atau word of mouse.
Jadi, kombinasi dari konfigurasi strategi pemasaran offline-online yang dirumuskan secara terpadulah yang akan memenangkan hati pelanggan dimasa mendatang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H