Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Komitmen Zero Hunger, Perlu Tindakan Nyata

25 September 2014   18:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:33 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Inisiasi untuk membangun tekad dalam memberantas kelaparan yang diawali oleh usulan FAO (Food and Agriculture Organization) didukung oleh Indonesia. Kita tentu sepakat bahwa kelaparan adalah bentuk ketidakmerdekaan, bahkan hal ini terbilang mendasar karena pangan adalah kebutuhan fisik langsung yang tidak dapat digantikan dalam menjaga kelangsungan kehidupan.

Tepat dinyatakan bahwa akses yang terbatas dalam sumber pangan menyebabkan sebagian wilayah mendapatkan keberlimpahan, sementara disi bagian yang lain terancam akan kerawanan kelaparan. FAO sendiri menyatakan bahwa perlu upaya membangun akses pangan yang memadai menuju sistem pangan berkelanjutan yang mengurasi kerugian serta limbah pangan.

Lalu bagaimana komitmen Indonesia itu bisa diterapkan secara aplikatif? Sayangnya tata kelola pertanian kita lemah, bahwa cenderung tidak terorganisir secara sistematik dengan baik. Hal ini tentu bisa dilihat dengan mudah, apa antisipasi yang didorong melalui kementerian terkait guna mengatasi dampak kemarau, yang kemudian secara langsung menyebabkan kekeringan pada lahan pertanian?.

Belum lagi dinegeri dengan penduduk 240 juta jiwa, kemerataan kemampuan konsumsi masih terbilang timpang dan tidak merata. Hal itu kemudian berkorelasi dengan indeks gizi dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu daerah. Swasembada adalah hal langka saat ini, kita tidak mampu keluar dari jebakan ketergantuangan bahan pangan import yang lebih mudah, murah dan memberikan keuntungan bagi para pihak yang turut mengutip rente dipersoalan kebutuhan pokok tersebut.

Regulasi, infrastruktur, edukasi dan insentif disektor pertanian masih terbilang minim. Hal ini tentu memprihatinkan karena kita memiliki jumlahpenduduk terbanyak yang harus dipenuhi urusan kantung perutnya, sehingga kita tidak bisa bermain hanya dalam kata kosong yang hampa makna.

Jangan terlalu jauh berbicara tentang kesinambungan pangan, ketika kita tidak mampu memastikan besok pasokan pangan yang kita peroleh seperti apa? Bila dukungan kali ini akan Zero Hunger hanya sebatas formalitas relasi diplomasi semata, maka kita tentu akan terlihat heroik dalam menarik simpati. Akan tetapi kita butuh lebih dari sekedar lip service semata, karena persoalan ketahanan pangan adalah hal nyata yang kita hadapi hari ini.

Saat indeks GINI -2014 dalam distribusi pendapatan terus bertambah menjadi 0.41 dan tumpukan hutang pemerintah yang bertambah menjadi Rp2.531T, serta angka gizi buruk sebanyak 4.5% atau sekitar 900ribu jiwa dari jumlah balita Indonesia -data 2012, maka kita butuh aksi nyata sejak saat ini juga, semoga pemerintahan baru mendengar bunyi perut publik yang menahan lapar berkepanjangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun