Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Hello Kitty, Kreatif Tiada Akhir

26 September 2014   00:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:31 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sangka karakter kucing nan imut yang tanpa mulut dari negeri Sakura itu mampu bertahan selama 4 dasawarsa.

Sejak kelahirannya pada 1974 melalui desain Shimizu Yuko di studio Sanrio, tokoh kartun ini melanglang buana menembus pasar internasional.

Lekat dengan warna pink, Hello Kitty memang menjadi favorit anak perempuan, meski tidak gencar dalam promosi, total nilai bisnis si kucing lucu ini sekitar U$7miliar per tahun.

Bisnis merchandise dengan pernik Hello Kitty merangsek keseluruh penjuru dengan operasi yang tanpa gemuruh periklanan, maka eksploitasi karakter tersebut berlangsung efektif.

Kunci suksesnya adalah mendengar para penggemar yang tergabung dalam fans club, dan menjelma dari t-shirt, kipas angin hingga pembatas buku dan seabrek produk derivatifnya.

Kemampuan untuk beradaptasi secara universal membuat Hello Kitty menjadikan karakter ini mampu bertahan diberbagai jaman, termasuk menahan gempuran karakter baru yang datang dengan gemerlap iklan.

Figur Karakter Lokal

Bagaimana karakter lokal mencercap pengalaman Hello Kitty? Kita tentu harus mengapresiasi upaya rekonstruksi Gundala Putra Petir, termasuk melirik beberapa tokoh imajinatif seperti si Buta dan Panji Tengkorak.

Kreatifitas lokal sesungguhnya sudah setara dengan negara dibelahan dunia lain, namun ekspose pencapaian kemampuan lokal masih terbatas menjangkau audience secara meluas.

Terlebih, tokoh karakter nan kreatif yang dimunculkan masih menggunakan citarasa lokal, padahal kunci go global adalah dengan figur yang universal.

Tentu kita berharap aksesoris nasional bisa dibawa ke ranah internasional, namun hal itu bisa dieksplorasi secara bertahap.

Industri kreatif selalu digaungkan, sayangnya dukungan dibidang tersebut sulit dilihat, padahal departemen dengan nama senada sudah kasat mata, namun gregetnya belum terasa, minimal muncul pada karakter ditingkat nasional sebelum ke level dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun