Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Problematika Ekonomi-Politik Indonesia di Media Asing

22 Oktober 2014   18:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:07 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koordinasi presiden terpilih dengan KPK dan PPATK tentu patut diapresiasi untuk mendapatkan pertimbangan terkait dengan profil pada calon menteri nantinya, meski hal tersebut menjadi domain prerogatif presiden, namun pengabaian atas kehendak akan pemberantasan korupsi dengan mengeliminasi figur yang agak “kusam” adalah pertimbangan nan utama.

Bila korupsi disebut menjadi kanker endemis, maka peran pemerintah untuk dapat membuka akses penguatan akan instrumen hukum tindak korupsi seperti KPK perlu dipertahankan dari berbagai upaya pelemahan kewenangan yang diusung oleh berbagai pihak kelompok kepentingan yang berseberangan.

Sedangkan pada ranah ekonomi serta subsidi, hal ini menjadi bagian dari perwujudan kerja kabinet dibawah presiden baru untuk dapat memberikan terobosan dan perbaikan yang dapat menunjang pertumbuhan sekaligus pemerataan, termasuk meletakkan kerangka berpikir mengenai subsidi, karena cut off langsung atas subsidi bisa berdampak lebih luas dari apa yang dibayangkan.

Ekstrimisme memang erat dan lekat dengan konsepsi prinsip agama, namun demikian pemerintah harus memiliki langkah yang efektif dari pemisahan radikalisme keagamaan dari kehidupan beragama, sehingga tidak terjadi kriminalisasi agama, sesungguhnya cara termudah untuk melepas radikalisme adalah dengan perbaikan kondisi ekonomi.

Manakala manifestasi langsung dari bentuk kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran dalam kehidupan bernegara dapat tercapai, maka sudut pandang nan sempit dalam pemahaman keagamaan dapat terkikis dengan sendirinya, karena kemiskinan serta kebodohan adalah sejatinya pembentuk radikalisme.

Berkaca dari telaah yang disorongkan oleh media asing, kita tentu berharap proses koreksi serta evaluasi dalam perbaikan penyelenggaraan bernegera dapat segera diimplementasikan dalam tujuan pencapaian kehidupan berbangsa yang adil makmur dan sejahtera sesuai amanat UUD '45. Merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun