Formulasi matematis merupakan refleksi atas ilustrasi yang terdapat pada alam secara natural. Bahwa sesungguhnya dunia tercermin dalam data normal yang bersifat seimbang, hal ini dapat terlihat pada fenomena siang-malam, ganjil-genap dan berbagai kondisi lain yang berbeda namun bersama didalam harmoni.
Bahkan benar-salah maupun baik-buruk merepresentasikan keseimbangan. Trilogi dalam Dialektika, Tesis dan anti Tesis berpadu menjadi sebuah sintesis baru yang bersifat mengembangkan dan menciptakan suasana baru sebagai hasil dari konsensus akhir menjadi sebuah resolusi damai.
Salah dan Percaya
Pendekatan matematis adalah upaya manusia untuk melakukan generalisasi atas berbagai situasi dalam menterjemahkan fenomena alam. Namun hal itu tidak seluruhnya mampu dapat menjelaskan kondisi secara keseluruhan. Ada nilai Error dalam logika kuantitatif sebagai kondisi kesalahan, yang kemudian diseimbangkan oleh factor yang disebut sebagai tingkat kepercayaan.
Oleh karena itu, ketika Error Factor bertambah maka tingkat kepercayaan berjalan selaras dengan korelasi terbalik, dimana tingkat kepercayaan kemudian menjadi menurun. Hal ini menjadi menarik untuk dapat dipahami dalam kondisi kehidupan bernegara, sebagai sebuah organisasi besar dalam kumpulan yang jamak dan heterogen.
Permasalahan akan selalu timbul dalam kehidupan ini, dan kita terus berupaya mencari jalan keluar dari problematika tersebut. Bila kemudian konsepsi Error dan Level of Confidence diaplikasikan kepada gagasan mengenai kepemimpinan, maka hendaknya terdapat perspektif baru untuk mendapatkan solusi terbaik melalui hasil jawaban masalah yang valid dan reliabiel (benar dan dapat dipercaya).
Pemimpin dapat dianalogikan sebagai peneliti yang akan terus melakukan berbagai pendekatan untuk dapat mengambil data sampel guna mewakili populasi, dan prinsip keterwakilan pada periode sampling tersebut akan dijadikan sebagai sebuah acuan. Bila si pemimpin tepat saat melakukan pengambilan data, maka hasil akhirnya akan mendekati kebenaran umum serta dapat dipercaya.
Dengan demikian, keputusan yang salah secara implikatif akan menghasilkan respon yang buruk dalam asumsi tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan atau pemimpin, begitu pula sebaliknya. Pemimpin yang dihormati adalah mereka yang kemudian mampu mengambil keputusan yang mewakili keseluruhan populasi.
Sisi lain dari kepemimpinan yang harusnya terus ditumbuhkan adalah menguatkan kemampuan untuk melakukan interpretasi atas hasil common sense tersebut. Pada aspek yang berdampingan, pemimpin pun harus memiliki kemampuan untuk dapat membangun kesepahaman atas populasi keseluruhan.
Kemampuan berkomunikasi seorang pemimpin kepada publik, harus dapat terus diperharui, karena menjadi pemimpin diera kebebasan dan demokrasi berarti harus menjalin komunikasi secara interaktif dan dialogis meski guna mendapatkan hasil yang mencerminkan persetujuan bersama.
Meski salah ataupun benar dalam sebuah keputusan seorang pemimpin dapat bernilai relatif, namun hal terakhir dalam kerangka pembangunan kesepahaman bersama dalam bentuk komunikasi tersebut yang pada akhirnya dapat menjadi faktor perekat.
Jadi pemimpin bisa saja mengambil keputusan yang salah, namun hal itu dapat tetap dijalankan bila disepakati bersama menjadi sebuah konsensus bersama pula.
Ingatlah bahwa pendekatan matematis adalah upaya untuk melakukan permodelan, dan generalisasi kerap kali tumpul bila berhadapan dengan kasus sosial dan politik. Karena kita berhadapan dengan tenggat waktu penyelesaian masalah yang terbatas, dan sempitnya durasi periode tenggat kepemimpinan, karena hanya waktu yang tidak bisa dibeli dan ditawar lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H