dok. yudhi hendro
Meski hanya sekitar 30 menit, rasanya seperti bermimpi bisa naik speedboat lagi di sungai Melawi. Sensasi yang sudah dua tahun tidak saya alami. Berdiri menghentakkan kaki ke lantai speedboat ketika start, berteriak ketika terhempas gelombang saat berpapasan dengan speedboat lain dan bising mendengar suara mesin di belakang adalah pengalaman yang tak terlupakan.
Setelah beberapa ruas kondisi jalan di kabupaten Melawi diperbaiki, lebih banyak mobil angkutan penumpang maupun barang yang melayani rute Nanga Pinoh ke desa-desa di pedalaman. Tak terkecuali rute perjalanan dari ibukota kabupaten tersebut hingga ke tempat kerja.
Memang tak jauh berbeda waktu tempuh mengunakan transportasi sungai dengan transportasi darat. Bila menggunakan speedboat, dari hilir ke hulu waktu tempuhnya sekitar 1,5 jam. Jika menumpang mobil angkutan, perlu waktu sekitar 1 jam 15 menit. Taripnya pun juga sama, 50 ribu per orang. Jika ingin sewa atau carter, 350 ribu.
Setelah sarana jalan tersedia, bila waktu tempuhnya tak jauh beda dan ongkosnya sama, kenapa penumpang lebih suka naik mobil daripada speedboat? Kepraktisan pada saat berangkat, selama di perjalanan hingga tiba di tempat tujuan yang jadi pertimbangan.
Bila naik speed, barang bawaan kita sangat terbatas, apalagi jika penumpangnya penuh. Kapasitas speedboat 40 PK adalah 6 orang termasuk motoris atau drivernya. Jika barang bawaan terlalu berat, speedboat tak akan bisa melayang waktu berada di atas permukaan air.
Terkadang, penumpang juga harus membayar lebih untuk setiap barang tambahan yang dibawa. Belum lagi harus membayar porter yang mengangkat barang naik turun dari dermaga ke speedboat atau sebaliknya. Lumayan ongkosnya, sekitar 5 – 10 ribu.
Jika menggunakan mobil angkutan, penumpang langsung dijemput. Barang-barang bawaan pun dimuat lebih banyak dan diturunkan di dekat tempat parkir kendaraan.
Berkurangnya jumlah penumpang yang menggunakan transportasi sungai, menyebabkan pemilik speedboat menjualnya dan beralih profesi menjadi sopir mobil angkutan umum. Tidak mudah memang beradaptasi dari mengemudikan speedboat ke menyetir mobil. Harus latihan dulu. Sebagian warga yang lain menjual speedboatnya dan berwirausaha membuka warung.
Memang, perubahan tidak bisa dihindari, termasuk oleh para pemilik speedboat. Pembangunan sarana jalan, di satu sisi memperlancar transportasi dan membuka keterisoliran daerah. Namun di sisi lain, transportasi sungai yang selama bertahun-tahun menjadi urat nadi dan melayani masyarakat di daerah pedalaman, secara perlahan akan tersingkir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H