Â
Ducati resmi menutup musim 2022 dengan memboyong gelar juara dunia tidak hanya di Motogp namun juga di WSBK.
Perkawinan gelar ini mengakhiri puasa gelar Ducati yang begitu lama, 15 tahun di Motogp dan 11 tahun di WSBK.
Hasil ini tidak lepas dari usaha keras Ducati dalam sepuluh tahun terakhir untuk menyempurnakan motor mereka.
Utamanya di kelas Motogp, Ducati sempat berada di ujung jurang pada saat Valentino Rossi dan manager tim waktu itu, Filipo Preziosi keluar dari tim.
Tim Berjalan Tanpa Arah
Â
Paolo Ciabatti kembali ke Ducati pada awal 2013, saat itu Ducati baru saja dibeli oleh Audi dan itu yang membuat Ciabatti bisa kembali.
Ciabatti menyebutkan keadaan tim waktu itu amat tidak karuan, apalagi suasana buruk yang ditinggalkan oleh kegagalan Valentino Rossi merusak citra Ducati saat itu.
"Perubahan utama adalah Filippo Presziosi memutuskan untuk pergi setelah dua tahun berat dengan ekspektasi besar terhadap kemitraan Valentino-Ducati yang tidak membawa hasil sesuai ekspektasi. ini meninggalkan banyak luka pada organisasi di berbagai level." Ujar Ciabatti (Dikutip dari GPOne.com).
Ciabatti bahkan menyebutkan kalau Ducati saat itu berjalan ditempat tanpa arah yang jelas, mereka seakan tidak bisa berkembang.
"Kami tidak kemana-mana. Ducati berasal dari dua tahun tidak sukses dengan Valentino, dan kemudian, kami punya (Andrea) Dovizioso dan Nicky (Hayden) dan masih sangat kesulitan. Media sangat negatif kepada kami, mengatakan kami tidak bisa kemana-mana, yang mana itu benar pada titik tertentu karena kami tak punya arahan teknis yang jelas tahun itu," Lanjut Ciabatti. (Dikutip dari GPOne.com).
Kini dengan dua gelar yang berhasil diraih oleh Ducati, Paolo Ciabatti merasa lega sudah melewati masa-masa sulit itu.
"Jadi, itu tidak mudah dan jika Anda melihat selama 10 tahun terakhir untuk sampai di posisi kami sekarang, itu adalah hasil bagus." Kata Ciabatti. (Dari GPOne.com).
Banyak Inovasi
 Ducati lalu mendatangkan Gigi Dall'igna sebagai tim manager baru pada akhir 2013. Sejak itu Ducati sedikit demi sedikit bangkit.
Gebrakan pertama yang dilakukan Gigi adalah menarik Ducati dari status tim Factory ke tim Open Class, hal ini dilakukan supaya Ducati bisa melakukan pengembangan motor.
Waktu itu Motogp mengganti kelas Claiming Rule Team (CRT) dengan kelas open yang merupakan kelas untuk tim-tim kecil yang mengembangkan motor mereka sendiri.
Hal ini sontak diprotes oleh pabrikan-pabrikan lain, utamanya Honda dan Yamaha yang berdominasi saat itu.
"Saya paham kenapa mereka memprotes kami, tapi yang kami inginkan hanyalah kelonggaran untuk mengembangkan motor," Kata Gigi waktu itu (Dari GPOne.com).
Dorna lalu membuat kategori khusus untuk Ducati yakni Factory 2. Kategori ini lebih longgar dari Factory tapi tidak selonggar kelas Open, dan Ducati juga masih boleh mengembangkan motor mereka.
Desmosedici GP14 menjadi motor pertama yang pengembangannya dipimpin oleh Gigi. Semenjak itu, Ducati terus menerus memperkenalkan berbagai inovasi baru untuk mendongkrak performa motor mereka.
Mulai dari winglet, aero fairing, hole shot device, cover rem depan, air scoop ban belakang dan banyak inovasi lainnya.
Hasilnya, Desmosedici yang dulu hanya dikenal sebagai motor drag race, berubah menjadi motor yang dapat kompetitif dimanapun dengan rider siapapun.
Ini pengalaman pribadi penulis mengikuti Motogp dari musim 2013. Saat itu Ducati memang nampak sebagai motor yang paling jelek.
Bahkan mereka kalah dari tim satelit Honda dan Yamaha, utamanya Gresini Honda dan Yamaha Tech 3 saat itu.
Di 2013 mereka nihil podium, dan setelah itu orang-orang memandang rendah Ducati. Mereka hanya punya empat motor di grid dan tim Pramac bahkan mengevaluasi untuk pindah ke Honda.
Kedatangan Gigi membuat Ducati kompetitif, dia menyakinkan para insinyur yang tersisa untuk bertahan, dia menyakinkan Dovizioso untuk bertahan dan dia mendatangkan banyak orang untuk mengembangkan motor.
Michele Pirro yang waktu itu sudah jadi test rider Ducati juga menyebutkan bahwa Ducati kesulitan mencari tim satelit lain saat Pramac ingin mundur, sehingga Gigi menyakinkan Pramac untuk tetap bersama mereka.
"Sepuluh tahun lalu, saat saya bergabung ke Ducati, tak seorang pun menginginkan motor kami. Namun, kini kami justru jadi panutan," ujar Pirro (Dari GPOne.com)
"Sekarang pabrikan Jepang mulai menjadikan kami inspirasi dan bahkan meniru. Menyenangkan melihat semua motor jadi mirip Ducati, dan ini mengonfirmasi bahwa kami bekerja dengan baik. Sebelumnya, Ducati dirakit berdasarkan arahan satu rider saja, seperti Casey, namun kini lebih ramah pada semua rider," lanjut Pirro (Dari GPOne.com).
Grande Ducati.
Kini giliran pabrikan-pabrikan lain untuk mengejar Ducati, tapi apa mereka bisa mengejar dengan cepat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H