Rossi akhirnya memilih Inline 4, crossplane crankshaft 4 klep big bang engine. Pilihan ini membuat bingun para insinyur Yamaha, karena mesin itu menghasilkan power paling sedikit.
Namun Rossi berpikir jarak jauh dengan pengalamannya bersama Honda RC211V bermesin V5 yang ganas di awal namun sulit mencengkram di akhir-akhir balap.
Rossi berpikir dengan mesin seperti itu, Yamaha bisa membuat motor yang lebih mudah dikendalikan dan dibawa serta memungkinkan ridernya lebih mudah mengontrol cengkraman ban.
Sehingga sampai akhir balapan motor tetap mencengkram aspal dan mudah dikendalikan daripada Honda dan rider dengan gaya balap apapun bisa cepat dengan mesin itu.
Filosofi ini Rossi coba bawa ke Ducati waktu itu bersama dengan kru-krunya yang saat itu masih dipimpin bersama Jeremy Burgess.
Namun Ducati sudah memiliki filosofi motornya sendiri dan sulit untuk mendengarkan saran Rossi. Mereka seperti maju selangkah tapi mundur beberapa langkah di fase selanjutnya.
Hal paling siginifikan yang mampu Rossi ubah saat di sana hanya merubah bahan chasis yang tadinya memakai karbon menjadi alumunium.