Mental Health adalah isu yang sedang marak di bahas akhir-akhir ini. Karantina dan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) yang tidak ujung usai membuat kita kesulitan mengatur kesehatan mental kita. Bukan tidak mungkin keadaan ini akan menimbulkan trauma pada seseorang.
Orang yang mengalami trauma seringkali tidak dapat mengkomunikasikan rasa traumanya dengan baik. Mereka mengalami distorsi komunikasi dan lebih banyak bertemu orang yang tidak peduli dan pura-pura peduli daripada orang yang benar-benar peduli. Karena itu mereka diam, mereka menyimpan rasa pedih itu untuk diri mereka sendiri.
Orang yang mengalami trauma secara tidak sadar menimbun rasa pedih mereka dan akan memunculkan gangguan lain atau biasa disebut Post Traumatic Strees Disorder (PTSD) (Pane, 2020). Salah satu gangguan lain yang sering muncul akibat memendam pedihnya trauma adalah rasa paranoid.
Paranoid adalah rasa ketakutan yang berlebihan, orang yang mengidap paranoid akan sangat protektif untuk diri mereka maupun orang lain yang mereka sayangi (Adrian, 2020). Paranoid dipancing oleh trauma yang berpusat pada kejadian yang mengerikan pada orang tersebut yang terus menerus dibawa oleh seseorang sepanjang hidup mereka. Sikap over protektif yang dimiliki oleh orang Paranoid akan menurunkan rasa traumanya itu kepada orang-orang yang dia cintai.
Trauma adalah isu Komunikasi Massa
Melihat dengan adanya peningkatan permasalahan mengenai kesehatan mental pada 2020 ini. Maka trauma merupakan isu penting yang tidak bisa disepelekan keberadaan. Film memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menunjukan permasalahan yang ada dalam isu penting ini dan merefleksikannya dalam realitas masyarakat.
Film Halloween (2018) dan Halloween (1978) menjadi media penyampaian pesan betapa seriusnya permasalahan kesehatan mental seseorang yang mengalami trauma psikologis, memerlukan bantuan dan dukungan dari kita semua.
Halloween 1978 dan 2018
Trauma turun temurun inilah yang menjadi inti dari film Halloween (2018). Halloween (2018) adalah sequel kesebelas dari film Halloween (1978). Judul mereka yang sama sebenarnya memiliki fungsi, karena Halloween (2018) adalah sequel sekaligus soft reboot dari franchise Halloween. Halloween (2018) di posisikan sebagai sequel langsung dari film pertamanya dan mengkoreksi beberapa plot yang tidak masuk akal di sequel-sequel sebelumnya.
Jammie Lee Curtis kembali memerankan Laurie Strode sang protagonist utama dari Halloween (1978) didampingi oleh Judy Greer sebagai Karen dan Andi Mathicak sebagai Allyson, anak dan cucu dari Laurie Strode.
Selain Jammie Lee Curtis, P.J Soles dan Nancy Loomis yang memerankan dua teman Laurie di Halloween (1978) ikut kembali dalam Halloween (2018) walau memerankan tokoh yang berbeda karena tokoh asli mereka sudah mati. Nick Castle juga kembali sebagai antagonis utama film ini, Michael “The Shape” Myers. John Carpenter yang merupakan sutradara dari film Halloween (1978) juga kembali untuk meracik soundtrack Halloween (2018). Film tahun 2018 ini disutradari oleh David Gordon Green.
Mengangkat isu tentang Trauma
Halloween (2018) melihat bagaimana seseorang menghadapi dan berusaha melawan trauma masa lalunya selama 40 tahun. Kejadian yang terjadi pada Halloween (1978) membuat Laurie Strode mengidap paranoid dan membuat kehidupan pribadinya berantakan. Namun yang paling diperlihatkan dari film ini adalah bagaimana seseorang menurunkan traumanya itu ke orang-orang yang dia cintai. Bagaimana trauma itu diturunkan dari generasi ke generasi dari ibu kepada anaknya dan kepada cucunya.
Kita dapat melihat bagaimana masa lalu tidak hanya berpengaruh pada satu individu melainkan juga pada orang-orang disekitarnya. Mereka menjadi kacau, tidak saling percaya dan luntur cintanya pada satu sama lain.
Psikoanalisis dalam dua film ini.
Psikoanalisis sendiri mengacu kepada analisis yang terjadi pada perilaku seseorang yang berasal dari dalam dirinya sendiri (Ryan, 2012). Psikoanalisis tidak melihat apa yang dialami oleh seseorang didalam lingkungan sosialnya namun melihat apa yang terjadi didalam diri orang tersebut.
Dua karakter utama pada dua film ini memiliki dinamika pribadi yang sangat berbeda satu sama lain.
Laurie Strode (Jammie Lee Curtis) mengalami trauma karena kejadian dalam film Halloween (1978) dan selama 40 tahun hidup dengan paranoid menjadi sahabat baiknya. Pada Halloween (2018) diperlihatkan bagaimana setiap harinya Laurie tidak bisa lepas dari senjata api dan alcohol miliknya. Setiap hari dia yakin bahwa Michael Myers akan kembali dan membawa mimpi buruk lain pada hidupnya.
Di tunjukan dalam film ini bahwa disamping ketakutannya akan kembalinya Michael Myers (Nick Castle) dalam hati kecilnya, Laurie ingin Michael kembali sehingga dia bisa membunuh Michael dengan tangannya sendiri. Dia ingin menyembuhkan diri dari masa lalunya dengan melenyapkan penyebab dari mimpi buruknya selama ini yakni Michael Myers. Laurie menunggu dipintu keluar rumah sakit jiwa tempat Michael dirawat saat Michael akan dipindahkan ke rumah sakit lain, Laurie siap di dalam mobilnya dengan persenjataan lengkap namun dia tidak mampu melakukannya. Secara sadar dia ingin namun alam bawah sadarnya tidak bisa melakukannya.
Alam bawah sadar memiliki pengaruh yang lebih kuat pada sebuah tindakan daripada kesadaran dari seseorang itu sendiri (Ryan, 2012). Karena alam bawah sadar adalah sebuah prasangka yang tertanam pada diri kita sejak lama, istilah mudahnya sudah terhegemonikan dengan baik dalam diri sejak lama. Sementara kesadaran adalah buah pemikiran yang didasarkan pada pengalaman dan preferensi seseorang yang bahkan tidak disadari juga dipengaruhi oleh alam bawah sadar (Ryan, 2012). Karena itu alam bawah sadar lebih banyak mempengaruhi psikologis kita daripada kesadaran kita sendiri.
Sementara itu, Michael Myers sang antagonis dideskripsikan oleh Dr Loomis (dimainkan oleh mendiang Donald Pleasence) pada Halloween (1978) sebagai pure evil. Dia tidak menunjukan emosi apa-apa, seperti tidak ada yang terjadi pada batinnya saat membunuh seseorang. Dia hanya ingin membunuh seseorang dan tidak memiliki alasan lain untuk membunuh seseorang selain rasa inginnya itu. Dia tidak memiliki kepribadian dan perkembangan pribadi, dia hanya mesin pembunuh yang haus darah.
Konflik Psikologis yang terjadi.
Kemudian induk dari Psikoanalisis adalah Psikologi, tidak hanya melihat apa yang terjadi didalam diri seseorang namun juga melihat dampak yang ditimbulkan bagi orang-orang disekitarnya (Ryan, 2012). Laurie dalam Halloween (1978) digambarkan sebagai remaja lugu yang peduli pada orang-orang yang ada disekitarnya.
Namun dalam Halloween (2018) pribadi Laurie berubah sangat jauh, dia sekarang pecandu obat tenang, tidak bisa lepas dari alcohol dan paranoid, namun yang belum berubah adalah rasa peduli pada orang-orang disekitarnya.
Semua ini dipengaruhi oleh interaksi sosial yang dia alami selama 40 tahun. Dalam Halloween (2018) dijelaskan lewat dialog bahwa sehari setelah kejadian dari Halloween (1978) Laurie tetap menjalani hidup normalnya. Namun hidup normalnya sudah tidak bisa menjadi normal. Banyak orang yang tidak mempedulikan ceritanya, bahkan orang tuanya juga tidak menganggap trauma Laurie secara serius.
Hal ini mempengaruhi hubungan Laurie dengan orang-orang dekatnya. Mereka menjadi jauh dan semakin jauh setiap harinya. Lalu sesudah memiliki Karen (Judy Greer) Laurie menjadi over protektif dan melatihnya menggunakan senjata sejak umur yang belia, akibat dari hal ini adalah Laurie kehilangan hak asuh dari Karen dan Karen menjadi tidak menyukainya.
Beberapa tahun kemudian Laurie yang memilih mengucilkan diri didalam rumah terpencil yang memiliki lapangan tembak, ruangan rahasia dan persenjataan lengkap itu kini memiliki cucu bernama Allyson (Andi Matichak). Allyson dan Laurie memiliki hubungan yang lebih dekat daripada Laurie dengan Karen. Allyson sayang kepada neneknya dan ingin neneknya move on dari masa lalu. Namun karena Allyson menunjukan rasa sayangan itu kepada Laurie, Laurie semakin over protective kepada orang-orang sekitarnya terutama Allyson.
Di tunjukan saat Michael Myers benar-benar kabur, orang pertama yang dicari oleh Laurie adalah Allyson. Hal ini menunjukan pribadi Laurie yang sejak dari dulu memang peduli kepada orang lain, namun kejadian pada Halloween (1978) berhasil merubah kepribadiannya menjadi ekstrim.
Sementara untuk tokoh lain, Karen yang merupakan anak dari Laurie memilih untuk menjauhkan diri dari ibunya dan tidak ingin Allyson anaknya berhubungan terlalu dekat dengan ibunya itu. Karen melihat ibunya sebagai contoh yang tidak baik dan tidak ingin Allyson terpengaruh oleh cerita neneknya yang dia anggab hanya sebuah karangan.
Pribadi Karen ini tercipta karena sejak kecil sudah dikekang oleh Laurie dengan berbagai peraturan yang sebenarnya bertujuan untuk menjaganya dari bahaya. Dia dilatih menggunakan senjata dan tumbuh tidak bahagia.
Sementara Allyson yang merupakan cucu Laurie ingin mendekatkan ibu dengan neneknya itu kembali. Kepribadian Allyson sangat mirip dengan Laurie sebelum kejadian Halloween (1978) terjadi. Gadis pintar yang peduli pada semua orang yang dia sayangi. Walau Allyson tidak seperti Laurie yang kaku dihadapan laki-laki namun kepribadian dasar mereka sangat mirip ditunjukan dengan cara Allyson berinteraksi dengan Laurie dan orang-orang lain disekitarnya, Allyson selalu mendengarkan, tidak menganggap remeh seseorang dan selalu ingin membantu seseorang.
Michael Myers si biang kerok Halloween (1978) disisi lain tidak pernah menunjukan adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya. Dia hanya diam dan bernafas, sulit untuk mengetahui bagaimana kepribadiannya karena dia hanya berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya saat mencoba membunuh mereka. Maka pribadi Michael hanya cocok dideskripsikan sebagai jahat yang murni jahat.
Berusaha menceritakan perjalanan trauma.
Tidak usah kita bahas begitu dalam, sebenarnya sudah terlihat bahwa Halloween (2018) berusaha menceritakan perjalanan sebuah trauma dan bagaimana trauma itu diturunkan. Jika dibandingkan dengan Halloween (1978), film originalnya itu tidak terlalu menaruh banyak perhatian pada sisi psikolgis dan psikoanalisis dari tokohnya.
Halloween (1978) merupakan film suspense yang fun dan intense namun tidak menitik beratkan pada karakter driven. Karakternya tidak rumit serta mudah dipahami tujuan dan latar belakangannya. Sementara Halloween (2018) mengajak kita melihat bagaimana karakter sederhana yang ada di Halloween (1978) tumbuh dengan trauma didalam hatinya. Menjadikan karakter yang sederhana itu memiliki perubahan dan perkembangan sesuai apa yang mereka alami.
Halloween (2018) memposisikan diri sebagai film suspense yang intense dan karakter driven, tidak seperti film originalnya yang sangat basic. Time gap selama 40 tahun diisi dengan sangat apik dengan menekankan perjalanan trauma dari Laurie dan bagaimana Laurie menurunkan itu pada anak dan cucunya. Karakter Laurie berubah sedemikian rupa dari remaja yang lugu menjadi wanita kuat yang independen. Konflik dari alam bawah sadar dan kesadarannya tidak bisa membuat Laurie merupakan masa lalunya, interaksinya dengan Allyson memberikan gambaran bagaimana perubahan pribadi Laurie walau tetap memiliki beberapa kepribadian lamanya terutama peduli pada orang yang dia sayangi.
Itu bisa terjadi pada kita
Terlepas dari dua film ini hanya sebuah fiksi, nyatanya gangguan mental dapat terjadi pada kita semua. Kesehatan mental adalah sesuatu yang harus dianggab secara serius dan dijaga dengan sekuat tenaga pula. Karena itu pedulilah kepada orang lain, hakekatnya manusia mereka diciptakan tidak sendirian dan memiliki interaksi sosial pada sesamanya untuk membantunya dalam senang maupun sedih. Trauma, paranoid, bipolar dan penyakit mental lain lahir karena ketidakpedulian kita terhadap sesama kita.
Kita bisa menjadi Laurie yang mengidap paranoid dan trauma selama 40 tahun tanpa seorang pun peduli kepada kita atau kita dapat menjadi seperti Allyson yang selalu peduli kepada orang lain. Film Halloween (2018) mengajak kita menyadari pentingnya peduli pada kesehatan mental diri dan orang-orang sekitar kita. Pedulilah kepada orang lain, rangkul mereka dan temani mereka menghadapi masa sulit. Karena semua orang berhak untuk dipedulikan dan mempedulikan orang lain dan dengan mereka dipedulikan dan mempedulikan orang lain maka akan datang kebahagiaan dalam hidup mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H