Manusia diciptakan dengan membawa lima indra yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba. Setiap indra disusun oleh Tuhan dengan sedemikian rupa supaya berfunsi secara harmonis sehingga membuat manusia menjadi ciptaannya yang paling sempurna. Namun bagaimana rasanya jika kita dipaksa untuk tidak boleh menggunakan salah satu indra yang kita miliki, rasanya pasti tidak akan menyenangkan! Â
Rasanya seperti kehilangan sesuatu yang berharga namun tidak bisa melakukan sesuatu untuk mencegah hal itu terjadi.
Sekilas tentang Bird Box  (2018)
Bird Box (2018) adalah film yang di sutradari oleh Susanne Bier serta dibintangi oleh beberapa nama tenar seperti Sandra Bullock, Sarah Paulson, Trevante Rhodes dan John Malkovich.Â
Film ini dirilis secara eksklusif untuk platform streaming film Netflix pada tanggal 21 Desember 2018 dan mendapat sambutan yang baik dari para movie gowers.
Sewaktu rilis banyak yang membandingkan film ini dengan "Quite Place" (2018) karena kemiripan premis yang mereka bawa. Namun begitu, cerita Bird Box sebenarnya di dasarkan pada novel karya Josh Malerman dengan judul yang sama yang di publish pada tahun 2014.
Dari segi genre, film ini mengusung beberapa kombinasi yang menarik yakni mengkombinasikan road movie dengan post apocalyptic horror. Seperti yang dituliskan oleh Costanzo dalam bukunya "World Cinema Through Global Genre" (2014), unsur road movie terdapat dibagian cerita film yang menceritakan perjalanan karakter menemukan tempat aman untuk hidup sementara post apocalyptic diambil dari setting yang setelah terjadinya bencana dan horror dimana sang tokoh utama berhadapan dengan sesuatu yang tidak bisa di nalar atau dihadapi oleh pikiran logika manusia.
Di Distribusikan oleh NetfilxÂ
Film ini tayang perdana dalam event American Film Institute Festival pada tanggal 12 November 2018, film ini kemudian mendapatkan beberapa kali rilis terbatas hingga akhirnya di distribusikan oleh Netflix mulai dari tanggal 21 Desember 2020. Karena di distribuskan lewat Netflix, film ini menjadi sangat mudah diakses oleh penonton dan dapat menjangkau lebih banyak penonton.
Jika Melihat Maka Kamu akan MatiÂ
Film ini bertumpu pada penggambaran pengalaman indrawi pengelihatan yang tersegel dan tidak bisa digunakan, menyebabkan antagonis atau villain dari film ini menjadi sesuatu yang tidak jelas dan bias.Â
Hal ini yang menyebabkan film ini dapat membangun atmosfir yang sangat mencekam karena kita penonton dan para tokoh yang ada didalamnya tidak tahu apa yang mereka hadapi.
Pengalaman indrawi yang dihadirkan di film ini sangat mempengaruhi penonton dalam menikmati filmnya. Saya sendiri saat pertama menontonnya merasa sangat frustasi dan desperate karena alur dan atmosfir mendukung hal itu.Â
Membayangkan kalau salah satu indra kita tersegel dan tidak bisa dipakai adalah salah satu alasan mengapa film ini bisa menghadirkan atmosfir yang kuat bagi penonton.
Konflik dari luar dan dalam batin sekaligusÂ
Dalam hal ini saya akan lebih spesifik merujuk pada karakter utama yakni Malorie Hayers (Sandra Bullock) sebagai protagonist utama. Diawal film kita langsung disuguhkan dengan dialog yang bisa dibilang cukup membentuk karakter seorang Malorie yang keras dan juga care disaat yang bersamaan.Â
Diawal kita tidak tahu kenapa Malorie bisa mendapatkan sifat tersebut namun semuanya menjadi jelas seiring dengan jalannya film, karena film ini mengusung komposisi 50% flashback dan 50% real time event yang mana kita bisa tahu kenapa Malorie mendapatkan sifat tersebut.
Film ini menggabungkan story telling mengenai apa yang terjadi di masa lalu dan apa yang terjadi sekarang. Malorie dalam perjalanannya bertemu dengan beberapa teman dan rekan yang sayangnya tidak bisa dia selamatkan.Â
Kita bisa lihat ada beberapa kali Malorie mengalami konflik dengan batin internalnya sendiri, diawali dengan terkadang dia berbicara dengan burung-burung hingga saat perjalanan dia mengingat kejadian 5 tahun sebelumnya saat wabah ini pertama kali terjadi.
Keadaan mental Malorie yang lelah seperti menjadi penggambaran penonton dalam menonton film ini, kita juga dibuat lelah oleh betapa frustatingnya film ini. Keadaan ini juga dipengaruhi dengan orang-orang dan situasi yang dihadapi oleh Malorie selama film, ada yang kurang ajar, ada perempuan cengeng, ada perampok yang kejam dan berbagai macam sifat dan personalitas lainnya yang berbeda.
Terkadang interaksi ini menimbulkan insight baru dari dalam diri Malorie, seperti akhirnya dia tahu apa yang membuat si kurang ajar menjadi kurang ajar walau sebenarnya care dengan orang-orang sekitarnya dan bagaimana saat dia berinteraksi dengan Tom dan membentuk ikatan yang kuat dengannya yang pada akhirnya harus berakhir dengan tidak bahagia.
Secara keseluruhan konflik yang dialami oleh Malorie baik dari luar maupun dalam berhubungan satu sama lain, apa yang terjadi interaksi dirinya dengan orang lain mempengaruhi dirinya didalam. Kontak Psikologis yang dia rasakan dan terima mempengaruhi psikoanalisis karakter dalamnya.
Perasaan lelah, tidak ingin kehilangan, takut, menyesal, marah dan putus asa itu kemuddian membentuk karakternya sedemikian rupa. Dengan kejadian-kejadian yang dia tidak bisa dia hapus dari ingatannya itu membuat dia menjaga dua anaknya dengan segenap hati dan tenaga sampai mereka menemukan tempat baru untuk hidup bersama orang-orang lainnya.
Ingatan yang tidak bisa dia lupakan setiap kali melihat burung dalam kotak itu membuat kita sebagai penonton memahami karakternya yang begitu menghargai setiap pertemuan yang dia lakukan dengan orang lain dan betapa sedihnya dia saat tahu orang-orang itu satu persatu hilang. Oleh karena itu dalam melihat pribadinya yang sekarang dengan melihat interaksinya dengan anak-anaknya adalah sesuatu yang logis dan masuk akal, dia sudah banyak kehilangan dia tidak ingin kehilangan lagi.
Akhir kataÂ
Film ini mungkin memiliki beberapa kekurangan, dalam segi cerita kita sebagai penonton tidak diberikan penjelasan tentang asal dari wabah yang terjadi dan apa yang di inginkan dari pencipta wabah tersebut. Mungkin ini sengaja dilakukan dengan intensi adanya sekuel dari film ini namun alangkah lebih baik kalau hal ini di jelaskan juga.
Film ini sebenarnya mempunyai banyak momen bagus namun sedikit tertutup oleh momen frustrating yang dibangun oleh filmnya itu sendiri. Menurut saya seharusnya diselipkan beberapa momen penghela nafas sehingga penonton memiliki waktu untuk setidaknya memahami lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi didalam cerita daripada terus menerus memberikan ketegangan tanpa henti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI