Dan menariknya, saya bisa sarapan dengan lebih hemat. Ditemani kopi, saya cukup makan dua biskuit dan perut saya terhindar dari lapar hingga adzan dzuhur menjelang.
Strategi ketiga, kelola waktu bekerja kita. Prioritaskan waktu-waktu yang efektif untuk bekerja. Saya menyebutnya waktu emas (golder hours) untuk bekerja.Â
Bagi saya, waktu ini hadir pada pagi hari hingga matahari melintas di atas kepala kita. Setelahnya, produktivitas saya cenderung turun. Bahkan, ketika saya bangun menjelang tengah hari atau memicu diri dengan kopi, tetap saja, bekerja selepas dzuhur tidak banyak menghasilkan karya.
Sediakan juga waktu untuk istirahat atau sekedar melemaskan badan. Biasanya, saya memilih waktu dzuhur untuk beristirahat selama satu jam, dan waktu ashar untuk berhenti bekerja.Â
Bahkan, beberapa kali saya memilih untuk membuat janji atau meeting di luar selepas dzuhur. Hal ini untuk mensiasati menurunnya produktivitas di depan laptop selepas tengah hari.
Selepas ashar biasanya saya pantang untuk bekerja. Entah kenapa, pada waktu tersebut, konsentrasi kerja cenderung drop. Pun bila dipaksakan, saya cenderung sakit kepala dengan mata yang berkunang-kunang. Barangkali, memang tubuh saya sudah enggan bekerja pada waktu tersebut dan cenderung menurun kemampuannya.
Malam hari merupakan waktu yang menggiurkan untuk bekerja, khususnya setelah waktu makan malam, sekitar jam 20. Terlebih bila makan malam dibarengi ngopi, biasanya, tubuh akan semangat untuk bekerja.Â
Saya pribadi termasuk yang suka bekerja pada waktu malam. Hanya saja, kini, saya memilih untuk mengistirahatkan tubuh pada malam hari.
Bagaimana pun, pekerjaan tidak pernah ada habisnya, tetapi tubuh punya daya tahan yang terbatas. Terlebih lagi, pada malam hari, tubuh melakukan proses pemulihan diri dan mengisi kembali berbagai organ tubuh, termasuk otot. Dalam hal ini, saya lebih memprioritaskan untuk tubuh saya beristirahat selepas maghrib hingga menjelang adzan subuh.
Mensiasati Tantangan
Bekerja di rumah memang menyenangkan. Selain tidak perlu berjibaku dengan hiruk-pikuk kemacetan kota besar, juga selalu dekat dengan keluarga di rumah. Hanya saja, tidak selamanya bekerja di rumah nyaman. Tantangan terbesar justru muncul dari tubuh saya.
Lantaran saya hanya berdiam diri di rumah, tubuh saya pun akhirnya kurang gerak. Dampaknya beragam, dari mulai susah buang air besar hingga gampang masuk angin ketika naik motor berjarak hanya selemparan batu. Selain itu, saya pun gampang lelah ketika harus beraktivitas yang agak berat. Dan yang lebih parah, saya gampang terkena masalah otot ketika harus mengangkat beban yang agak berat.