Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Tradisi Baik dalam Transportasi Publik Ibu Kota

29 April 2019   07:10 Diperbarui: 29 April 2019   08:57 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika menginjak Jakarta, saya selalu takjub ketika berada di dalam TransJakarta dan Kereta Rel Listrik. Pasalnya, di kedua moda transportasi publik tersebut, perilaku masyarakat Jakarta berubah 180 derajat. 

Bila di luar sana, rakyat Jakarta dan sekitarnya kerap identik dengan kesemrawutan dan ketidakaturan. Di dalam moda transportasi publik termaju di tanah air tersebut, para penghuni ibu kota justru mampu berlaku tertib dan manusiawi.

Bila tak percaya, cobalah tengok bagaimana mereka mengantre satu per satu di pintu masuk, baik di TransJakarta maupun Kereta Rel Listrik. Mereka rela mengantre dan membentuk satu barisan panjang ke belakang serta menyediakan sedikit ruang untuk para penumpang yang turun. Pun mereka berusaha mendahulukan para penumpang berkategori prioritas: ibu hamil, pembawa anak, lansia, dan penyandang kebutuhan khusus.

Jangan coba-coba melawan "hukum alam" dalam kedua transportasi publik tersebut. Bila kita melanggar, para penumpang lainnya dengan ringan menegur kita tanpa tedeng aling-aling. Bila kita masih saja membandel, para petugas akan senang hati memperingatkan kita. Tidak sampai memaksa untuk turun, sih. Namun, mendapatkan peringatan para petugas saja sudah membuat diri ini ciut dan malu.

Barangkali, teguran dan peringatan tersebutlah yang membuat para penumpang TransJakarta dan KRL tetap menjaga sikap santun di dalam transportasi publik. Faktor lainnya, ini kesimpulan saya pribadi, alam bawah sadar para pengguna transportasi publik ini juga nyaman dengan keteraturan dan ketertiban di dalam kereta dan bus. Tampaknya, hal ini pula lah yang mendorong mereka untuk menjaga keteraturan dan ketertiban di dalam kedua moda transportasi publik tersebut.

Kondisi yang saya paparkan tersebut tidaklah ringan dan kilat. Para inisiator dan pengelolanya harus bekerja keras dan telaten agar mampu menjaga pelayanannya tetap prima. Pun durasi kerja kerasnya bukan hanya sehari-dua hari, tetapi sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Dan karenanya, kini wajah ibu kota mulai membaik dan menyuguhkan secercah harapan bagi transportasi di Indonesia.

TransJakarta, Si Rapid Khas Ibu Kota
Berbicara tentang keteraturan di ibu kota, rasanya, kita perlu merujuk moda transportasi yang satu ini sebagai bahan perbincangan. Pasalnya, inisiatif untuk membangun moda transportasi yang manusiawi dengan keteraturan publik di dalamnya bermula dari TransJakarta.

Dalam paparan Litbang Kompas, layanan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini pertama kali meluncur ke publik pada 1 Februari 2004 silam. Kala itu, TransJakarta baru melayani koridor Blok M-Stasiun Kota yang mondar-mandir mengangkut penumpang dengan menyusuri rute sejauh 12,9 kilometer setiap harinya. 

Sebanyak 56 bus beroperasi dari jam lima pagi hingga jam 22 pada malam harinya. Harga tiket sebesar Rp 2.500 sekali jalan membuat bus merah-oranye dengan logo burung elang bondol tersebut laris dipadati penumpang.

Moda transportasi TransJakarta sendiri merupakan adaptasi dari Bus Rapid Transit (BRT). Konsep ini pertama kali berkembang di Kota Curitiba di Brasil pada tahun 1974. Terobosan lebih modern dengan sistem bus elektronik hadir di Quito 22 tahun setelahnya. Kemudian, konsep ini menular ke kota-kota lainnya di Amerika Latin. Pada awal milenium ketiga, demam BRT kemudian melanda Asia, termasuk Jakarta.

Lima belas tahun setelah meluncur ke publik, TransJakarta masif berkembang hingga memiliki 13 koridor dari 15 koridor yang direncanakan. Hari ini, TransJakarta memiliki 155 rute dengan 260 halte yang berjarak tempuh mencapai 251,2 kilometer, hampir 20 kali lipat panjang rute pada awal kemunculannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun