Senada dengan Maidment, peneliti manajemen media Lucy Kng menilai bahwa perusahaan media tradisional cenderung membangun bisnis digital baru di atas kerangka bisnis yang lama. "Tidak hanya kurangnya dana, tetapi dalam konteks yang luas, kurangnya sumber daya dalam makna kapasitas digital mereka," ungkap Kng.
Bagaimana dengan Indonesia? Media massa di nusantara tampaknya masih tertinggal jauh dalam penerapan Robo-Journalism. Salah satu faktor utama adalah lemahnya basis data di Indonesia. Di negeri ini, angka statistik untuk isu yang sama bisa berbeda-beda antar lembaga dan kementerian. Selain itu, pihak non-pemerintah pun tidak banyak yang tertarik mengembangkan basis data untuk banyak sektor publik.
Di sisi industri media, beberapa perusahaan masih berkutat untuk menggenjot bisnis di dunia baru dengan cara yang masih sangat lama. Beberapa media malah hanya memindahkan berita di koran untuk portal digitalnya. Selain itu, literasi digital para awak media di Indonesia juga masih tergolong rendah. Hasilnya, Robo-Journalism mungkin baru akan menyambangi mereka 5-10 tahun mendatang. Atau mungkin tidak pernah sama sekali.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H