Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tukang Ronde dan Peran Penting untuk Sekelilingnya

23 September 2017   11:23 Diperbarui: 23 September 2017   11:39 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masalah karakter anak pun menjadi perhatian sang bapak. Karena tinggal di belakang pasar, keluarga kawan saya tersebut kerap mendengar lagu dangdut yang disetel oleh penjaja kaset bajakan. Menariknya, sang bapak kerap mengubah lirik-lirik negatif lagu dangdut dengan kata-kata bernada positif. Menurut sang kawan, bapaknya hanya berusaha membentengi anak dari imajinasi negatif. Salah satu caranya, dengan mengubah listrik lagu dangdut dengan nuansa yang positif dan ramah anak.

Bukanlah kehidupan bila tidak ada naik-turun. Begitu pun keluarga kawan saya tersebut. Ketika dia duduk di bangku kelas 4 SD, orang tuanya berpisah. Kawan saya langsung jatuh sakit dalam waktu tahunan akibat peristiwa tersebut. Hal ini membuat ibunya menitipkan sang kawan kepada kakak sang ibu. Harapannya, strategi ini bisa memulihkan kondisi psikologisnya, dan tentunya kondisi fisiknya. Strategi ini pun berhasil.

Saya sendiri tidak tahu bagaimana kehidupan sang kawan dan kedua orang tuanya pada saat duduk di bangku SMP dan SMA. Satu hal yang pasti, kondisi ekonomi ibunya merosot tajam. Hal ini memaksa sang ibu untuk hijrah ke Sumatera dan memulai hidup dari nol di sana.

Satu hal yang menarik, selepas lulus SMA, kawan saya ini menerima 6 tawaran beasiswa dari 6 perguruan tinggi ternama di Indonesia. Dia sendiri lebih tertantang untuk kuliah di Universitas Indonesia. "Banyak orang yang memandang sebelah mata jurusan ini, makanya saya ambil," ungkap sang kawan yang tipikal pengambil resiko ini.

Meskipun kondisi ekonomi bapaknya jauh dari baik, tetapi dia bersikeras untuk menyisihkan uang untuk membiayai pendidikan kawan saya tersebut. Menurut sang bapak, anaknya harus belajar bahwa pendidikan membutuhkan biaya. Hal ini juga membuat sang kawan tidak meremehkan arti perjuangan bapaknya untuk menyekolahkannya.

Padahal, dengan kondisi ekonomi bapaknya tersebut, sang kawan bisa saja kuliah gratis di Universitas Indonesia. Saya sendiri melihat sang bapak masih memiliki harga diri. Tampaknya, sang bapak berprinsip bahwa seminim apa pun kondisinya, tetap harus berjuang dan bekerja keras untuk menggapai sesuatu. Tentunya dengan cara yang layak dan halal.

Di tengah-tengah penantiannya kini, sang kawan masih terus belajar dan belajar kepada orang tuanya. Dia kerap mengeluhkan tentang "sakit"-nya banyak orang di dunia ini yang lebih mementingkan kuasa dan harta di atas nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan, sampai membawa agama untuk melanggengkan ambisinya tersebut.

Sang bapak, dengan prinsipnya, selalu saja bercerita bahwa menjadi baik lebih penting daripada menjadi orang penting. Menurutnya, sukses di dunia ini bukan berarti banyak harta dan kuasa. Sebaliknya, menjadi manusia sejati yang selalu menghargai manusia dan menjadi berarti untuk sekelilingnya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun