Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kuliah Pun Pakai Domba

28 Juli 2017   20:23 Diperbarui: 28 Juli 2017   21:04 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keterbatasan ekonomi dan minimnya fasilitas transportasi tidak membuat masyarakat Desa Puncak Baru angkat tangan menerima nasibnya. Justru, mereka terpacu untuk memanfaatkan potensi alam guna meningkatkan kondisi ekonominya. Salah satunya dengan beternak domba dan kerbau di samping aktivitas menggarap sawah.

Salah satunya adalah Mastur Mardi, tokoh masyarakat Puncak Baru, Cidaun, Cianjur, Jawa Barat. Dia berhasil menyekolahkan kedua anaknya hingga bangku perguruan tinggi. Setiap semester baru, Mastur pasti melepaskan satu domba untuk membayar biaya pendidikan anaknya. Setelah empat tahun terlewati dan 8 domba terjual, akhirnya sang anak pun lulus kuliah. "Sawah tidak hilang, tapi anak bisa lulus kuliah," kisah Mastur.

Bagi masyarakat desa pada umumnya, keputusan Mastur merupakan hal yang tidak biasa. Umumnya, masyarakat desa menjual aset berupa sawah atau tanah agar anak-anaknya bisa sekolah. Setelah anaknya selesai kuliah, masyarakat desa tipikal ini hanya bisa melihat orang lain menggarap tanah dan sawah yang pernah mereka miliki dahulu. Alih-alih, kehidupan ekonomi mereka pun tidak otomatis membaik usai sang anak mendapatkan gelar sarjana.

Kembali ke Mastur. Meskipun lahir, besar, dan tinggal di Puncak Baru, tetapi kakek empat orang cucu ini memulai kehidupannya dari nol di tanah kelahirannya tersebut. Ketika menginjak dewasa, Mastur tidak memiliki sejengkal tanah pun di kampungnya. Namun, beliau tidak mau begitu saja berserah diri kepada nasib. Setahap demi setahap, ayah tiga orang anak ini membangun kehidupan diri dan keluarganya.

Langkah awal yang beliau tempuh terbilang luar biasa sederhana, yaitu: mengarit rumput dan memelihara domba orang lain. Imbalan yang diterimanya pun bukan upah, melainkan sistem "Paroan" antara pemilik domba dan Mastur. Dalam sistem ini, pemelihara berhak atas 50 persen dari domba yang dilahirkan induknya. Misalnya, jumlah anak domba yang lahir berjumlah dua ekor, maka pemelihara domba berhak mendapatkan satu anak. Sedangkan satu anaknya lagi milik pemelihara domba.

Bertahun-tahun, Mastur tekun memelihara domba orang lain. Berangsur-angsur pula, beliau mulai memiliki dombanya sendiri. Setelah terkumpul banyak, beliau mulai tukarkan domba dengan kerbau, dan akhirnya memiliki sawah serta tanah. Bahkan, domba-domba ini pula yang mengantarkan anak-anaknya meraih gelar sarjana, bukan tanah atau pun sawah.

Inspirasi Mastur ini berusaha dibangkitkan kembali oleh anaknya, Solihin Nurodin. Lingkupnya pun mulai lebih luas hingga mencakup masyarakat di Kampung Cikupa. Caranya, melalui kelompok ternak bernama Kelompok Ternak Sinar. Melalui kelompok ini, Solihin berusaha mengajak warga kampungnya untuk mulai serius membudidayakan domba. Selain itu, beliau juga aktif mengajak masyarakat berekonomi rendah untuk berpartisipasi melalui hal yang paling sederhana: mengarit rumput dan memelihara domba orang lain.

Solihin sendiri merupakan putra asli Desa Puncak Baru. Beliau merupakan salah satu generasi pertama Puncak Baru yang mengenyam bangku kuliah. Usai bergelar sarjana, beliau memilih untuk tinggal di Tasikmalaya dan beraktivitas di dunia pemberdayaan desa di Jawa Barat. Merasa kampungnya masih tertinggal, Solihin pun kembali ke tanah kelahirannya. "Masa saya membangun desa orang, tetapi lupa membangun desa sendiri," ungkapnya.

Langkah pertama yang dilakukan Solihin adalah mengubah pola pikir anggota kelompok ternak terlebih dahulu. Beliau menekankan para peternak domba untuk berpikir positif tentang hari esok yang lebih baik serta menanamkan budaya kerja keras, ketekunan, dan konsistensi. Hasilnya, orang-orang yang dahulu terpuruk hutang, perlahan-lahan mulai bangkit dan membangun ekonominya melalui kelompok ternak.

Meskipun masih jauh dari hasil yang diharapkan, tetapi perlahan Solihin dan masyarakat Puncak Baru mulai menata ekonomi dan membangun desanya. Dari usaha ini, semoga kelak akan banyak generasi Puncak Baru mendatang yang mampu mengenyam bangku perguruan tinggi. Pun tidak lupa untuk kembali ke kampung halamannya dan membangun desanya agar menjadi lebih baik lagi pada kemudian hari.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun