Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Apau Kayan, Denyut Peradaban Sungai di Halaman Terdepan Indonesia

20 Maret 2017   16:12 Diperbarui: 21 Maret 2017   08:00 1835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjalanan di daratan Kalimantan Utara harus menggunakan mobil gardan-ganda yang mampu menembus jalan tanah berlumpur. (Foto: Yudha PS)

Matahari sudah berada di ufuk barat dan bersiap untuk menggambar senja petang yang indah. Namun, Ijon tidak juga bergegas untuk kembali ke desa. Alih-alih, dia malah menambatkan perahunya ke sebuah daratan kecil di tengah Sungai Kayan. Padahal, kondisi kami bertiga sudah basah kuyup dan kedinginan.

“Kita buat Lombok dulu, supaya tidak kedinginan,” tukas Ijon, seperti menjawab keheranan saya. Lombok sendiri merupakan sambal yang terbuat dari cabai rawit dan garam. Sejak dari Long Nawang, ternyata dia sudah membawa bekal berupa cabai rawit dan garam. Masing-masing dibungkusnya dengan daun pisang dan dimasukkan ke dalam tasnya yang kecil.

Dengan cekatan, Ijon mencari batu sebesar bola sepak dengan cekungan di tengahnya. Tidak lupa juga dia mencari batu yang lebih kecil. Cabai rawit dan garam ditempatkannya di cekungan yang berada di batu sebesar bola sepak kemudian ditumbuknya hingga halus. Lombok tersebut kemudian dicocol dengan menggunakan mentimun yang kami ambil dari kebun di sekitar hutan.

Perlahan, tubuh kami menghangat seiring semakin banyaknya lombok yang masuk ke perut kami. Semakin pedas dan ingus bercucuran, semakin bersemangat kami untuk melahap sajian sederhana di tepian sungai tersebut. “Ini cara kami menghangatkan tubuh ketika sedang menjala ikan,” ungkap Ijon, sambil melahap buah mentimun besar yang kedua.


Ijon bukanlah satu-satunya orang yang menghangatkan tubuh dengan cabai rawit dan mentimun ketika tengah pergi menjala ikan. Sebagian besar masyarakat Dayak Kenyah yang pergi mengarungi sungai dan menyusuri rimba di kawasan Apau Kayan melakukan hal tersebut. Kebiasaan ini erat kaitannya dengan cara hidup masyarakat rimba Kalimantan yang sepenuhnya masih menggantungkan hidupnya kepada kekayaan sumber daya hayati di dalam hutan, termasuk masyarakat Desa Long Nawang.

Salah satunya tampak dari cara mereka memenuhi kebutuhan protein hewaninya. Mereka masih memilih untuk menjala ikan di sungai atau berburu mamalia herbivora yang hidup di hutan Kalimantan, seperti: rusa, pelanduk, dan payau. Pilihan lainnya adalah babi hutan yang jumlahnya cukup banyak dibandingkan mamalia herbivora.

Meskipun demikian, mamalia ini tidak selalu tersedia di hutan di sekitar Apau Kayan setiap saat. Umumnya, mereka hanya muncul ketika musim buah-buahan tiba, sekitar bulan Februari hingga April setiap tahunnya. Di luar waktu tersebut, masyarakat harus masuk rimba lebih dalam untuk mendapatkan buruannya, bahkan hingga wilayah negara tetangga. Jelas ini bukan keputusan yang mudah dan murah, khususnya bagi masyarakat yang memburu untuk mendapatkan uang, bukan untuk kesenangan.

Pilihan lainnya, masyarakat Long Nawang mengkonsumsi reptil yang hidup di sekitar sungai, seperti: ular dan biawak. Bahkan, daging jenis ini kerap dijajakan oleh penjual keliling. Daging-daging reptil ini biasanya sudah dibersihkan dan siap untuk dimasak. Khusus untuk ular sebesar paha orang dewasa sepanjang mobil minibus, umumnya pedagang sudah memotongnya menjadi bagian-bagian kecil dengan berat sekitar 1-3 Kilogram.

Menariknya, masyarakat Long Nawang enggan beternak untuk memenuhi kebutuhan protein hewaninya sehari-hari. Bila pun mereka beternak babi, umumnya hewan ini hanya disajikan untuk acara-acara besar, seperti: perayaan natal, pernikahan, dan kematian.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun