Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SMK di Mandalamekar, Ikhtiar Membangun Imajinasi Masyarakat Desa

1 September 2015   02:04 Diperbarui: 1 September 2015   02:04 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana pun, bagi bu Pipit, belajar Pramuka bukan hanya urusan tali-temali. Lebih dari itu, Pramuka mengajarkan anggotanya untuk menjadi manusia Indonesia yang memiliki sikap tenggang rasa terhadap lingkungan sekitarnya. “Saya tidak masalah siswa saya tidak bisa tali temali,” ujar bu Pipit. “Saya lebih khawatir mereka tidak mau peduli terhadap keadaan sekitarnya,” tandasnya.

***

Menginjak tahun keduanya, SMK Karya Putra Manggala mulai mencari siswa barunya. Meskipun jumlah lulusan SMP terbilang melimpah, tetapi sulit sekali mencari mereka yang mau meneruskan sekolah. Ketika saya berkunjung pada Ramadhan 2015 lalu, baru 17 siswa yang mendaftar. “Padahal, kuota minimalnya adalah 22 siswa,” tutur bu Pipit.

Bu Pipit sendiri mendapatkan tugas untuk mencari siswa di Mandalamekar dan 4 desa sekitarnya. Tugas ini tampak ringan, tetapi butuh “mental baja” untuk melakoninya. Salah satunya, bu Pipit harus menuruni lembah dan menaiki bukit yang sangat terjal. Hal ini diperparah dengan kondisi jalan yang hancur, penuh lubang, dan berbatu cadas.

Ketika bertemu calon siswa pun, bu Pipit masih harus berjuang meyakinkan mereka untuk sekolah. Segala cara ditempuh untuk memfasilitasi generasi muda desa Mandalamekar untuk mengeyam pendidikan setinggi-tingginya. Salah satunya adalah menyediakan asrama bagi siswa yang akses transportasinya sulit dari rumah ke sekolah. Asramanya sendiri merupakan rumah keluarga besar pak Umar Sanusi Afidin, ayah kang Irman dan pak Yana.

Agar siswa serius belajar dan orang tua mendukung anaknya sekolah, pihak yayasan juga membebani biaya sekolah sebesar Rp. 50 ribu setiap bulannya. Biaya ini akan kembali kepada para siswa sebagai modal wirausaha ketika lulus kelak. Syaratnya, para siswa harus belajar secara sungguh-sungguh dan mampu lulus dengan prestasi yang baik.

Bagi kang Irman dan pihak yayasan, keberadaan SMK Karya Putra Manggala bukan semata-mata hanya menyediakan akses pendidikan terjangkau untuk masyarakat Mandalamekar. Lebih dari itu, sekolah ini hendak membangun imajinasi masyarakat desa tentang hari esok yang lebih baik.

Imajinasi, lanjut kang Irman, merupakan faktor penting untuk membangkitkan visi tentang hari esok. Kemampuan ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang “tercerahkan”. Mereka terasah oleh pendidikan dan wawasan yang luas tentang dunia ini.

“Imajinasi inilah yang tidak dimiliki oleh orang-orang desa di Indonesia pada masa kini,” simpul kang Irman. Akibatnya, masyarakat desa tidak mampu membayangkan tentang hari esok, pekan depan, bulan depan, atau bahkan tahun depan. Mereka hanya mampu hidup untuk hari ini. “Tak heran, bila orang-orang desa di Indonesia tidak mampu membuat rencana untuk membangun ketahanan pangan selama sebulan atau setahun ke depan. Karena mereka tidak memiliki imajinasi,” tandasnya lagi.

Sialnya, menurut kang Irman, “miskinnya imajinasi” ini juga menimpa para elit politik di Indonesia. Akibatnya, mereka tidak mampu membangun visi Indonesia untuk masa yang akan datang. Hal ini berbeda dengan para pendiri bangsa ini. Umumnya, mereka adalah visioner karena memiliki kemampuan imajinasi yang sangat kuat. Hal ini merupakan buah dari pendidikan yang baik pada masa kolonial Belanda.

Inilah yang kemudian berusaha dibangun oleh kang Irman dan masyarakat Mandalamekar: Imajinasi Masyarakat Desa. Caranya, siswa diajak untuk membuka lebih banyak wawasan melalui membaca buku dan bersentuhan dengan intelektual-intelektual muda dari kota. Diharapkan, pada gilirannya kelak, para siswa ini mampu membangun imajinasi Mandalamekar, dan membangunnya menjadi lebih baik. Bagaimana pun juga, membangun Mandalamekar, membangun desa, pada gilirannya, membangun dan memajukan Indonesia.{*}

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun