Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

"Olá, Timor Leste!"

20 Juni 2015   06:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:43 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gil (kiri) menyambut saya di bandara.

Bandara Internasional Presidente Nicolau Lobato, Dili, Timor Leste. (Foto: Yudha PS)

Deretan perbukitan yang berbatasan langsung dengan pantai menemani saat-saat pesawat akan mendarat. Menit demi menit, ketinggian pesawat yang saya tumpangi terus merendah. Saat itu pula, terumbu karang di dasar pantai yang bersih dan berwarna kebiruan semakin tampak jelas teramati. Membuat siapa pun yang melihatnya ingin segera berenang dan menikmati keindahan bentangan alam tetangga terdekat Indonesia, Timor Leste.

Tak seberapa lama, Bandara Internasional Presidente Nicolau Lobato tampak dari kejauhan. Pesawat yang datang dari arah barat, tidak langsung mendaratkan diri di ujung landasannya. Dengan sangat memukau, pesawat terbang di utara bandara ke arah timur, langsung berputar 180 derajat serta menukik cukup cepat, dan dengan segera bannya menyentuh ujung timur landasan.

Penerbangan ke Dili, Timor Leste, memang termasuk jarang. Dari Indonesia, hanya ada 2 penerbangan, yaitu Garuda Airlines dan Sriwijaya Airlines. Keduanya terbang dari Denpasar, Bali, Indonesia. Bahkan, jadwal keberangkatan penerbangan keduanya hanya terpaut 30 menit di Denpasar. Sedangkan jadwal kepulangan dari Dili, hanya terpaut 15 menit saja. Selesai Garuda Airlines lepas landas, Sriwijaya menyusul tak lama kemudian.

Sedangkan penerbangan lainnya, tersedia dari Darwin, Australia, dan Singapura. Ketika saya lihat di peta, jarak Darwin ke Dili, Timor Leste justru lebih dekat daripada jarak Dili, Timor Leste ke Denpasar, Bali. Penerbangan dari Darwin sendiri menggunakan pesawat berbaling-baling ganda dan disediakan oleh maskapai Air North. Sedangkan dari Singapura, tersedia penerbangan Air Timor yang disediakan oleh maskapai Silk Air.

Cuaca terik dan panas a la dataran pantai Timor Leste langsung menyapa ketika saya melangkahkan kaki menuju imigrasi. “Selamat siang, silahkan,” petugas keimigrasian menyapa saya dengan Bahasa Indonesia yang fasih. Sebenarnya, saya menghindari menujukkan identitas sebagai orang Indonesia. Pasalnya, saya khawatir akan luka lama Timor Leste terhadap Indonesia. Namun, kekhawatiran saya terbukti salah. “Mereka bahkan sudah meninggalkan kenangan buruk tentang hubungannya dengan Indonesia pada masa silam dengan cukup cepat,” ungkap Duta Besar Amerika untuk Timor Leste Karen Stanton, kepada saya.

Kesimpulan Karen memang terbukti. Dengan ramah, imigrasi Timor Leste melayani saya dengan baik. “Ada acara apa ke Timor Leste, bos,” ungkapnya dengan santai, tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada tamu. “Silahkan, selamat menikmati Timor Leste,” ujarnya kembali, sembari menyerahkan paspor saya yang telah dicatatnya.

Dengan segera, saya melangkah ke pintu ke luar. Di pintu keluar bandara, sudah berdiri Barros dan Kosme. Secarik kertas yang tertulis nama saya membuat saya langsung mengetahui bahwa mereka hadir untuk menjemput saya. Tak seberapa lama, Gil Da Silva datang dengan sedan merahnya. Dia langsung menyapa dan menyalami saya. Tak lupa juga, Gil mengalungkan Tais, selendang khas Timor Leste, kepada saya. Menurutnya, prosesi pengalungan Tais adalah wujud penghormatan dan penghargaan masyarakat Timor Leste kepada setiap tamu yang datang untuk berkontribusi pada negara muda tersebut.

***

Gil (kiri) menyambut saya di bandara.

Gil adalah Executive Advisor di CJITL (Centru Jornalista Investigativu Timor Leste) dan project officer untuk Anti Corruption Campaign (ACC) di Timor Leste. Proyek yang didanai oleh Alumni Engagement Innovation Fund (AEIF) dari pemerintah Amerika ini, melibatkan alumni-alumni program Amerika, termasuk Gil dan saya. Dari Indonesia ada juga Iman Abda, yang sudah saya kenal jauh beberapa tahun sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun