Berbicara implementasi Citizen Journalism, saya selalu menilai warga kotalah yang siap menerimanya. Ternyata, penilaian ini salah. Tak dikira, sebuah desa yang ada di pedalaman Tasikmalaya, bisa mengaplikasikannya untuk kebutuhanCommunity Development (pengembangan masyarakat). Adalah Desa Mandalamekar, Kecamatan Jatiwaras, Tasikmalaya. Saya mendapatkan informasi ini dari Maya Dewi Mustika yang janjian untuk mengunjungi desa tersebut bersamaRina Amalia Budiati pada September lalu. Karena mereka janjian di Facebook dalam setingan publik, akhirnya saya pergokilah serta menodong untuk turut serta. Alhamdulillah, mereka pun mengizinkannya. Maya sendiri bermaksud melihat proses pengembangan Linux untuk desa dan penanaman hutan alam di Mandalamekar yang dinilai sukses oleh masyarakat dunia. Sedangkan Rina ingin melihat proses kreatif di balik pemanfaatan media radio dan situs web di Mandalamekar. Kami berangkat ke Mandalamekar pada 26 September 2011 lalu dari Tasikmalaya. Jaraknya sebenarnya tidak jauh, hanya 30 Km dari Tasikmalaya. Namun, karena jalannya berbatu, berkelok, dan naik turun sepanjang setengah perjalanan, membuat perjalanan ke sana harus ditempuh dalam waktu 3 jam lamanya. Pemberangkatan dimulai dari Terminal Padayungan, Tasikmalaya. Lama kami menunggu. Menurut informasi yang kami terima saat itu, mobil yang mengarah ke Desa Mandalamekar hanya ada 2 dan waktunya kira-kira antara jam 7 sampai jam 11an. Akhirnya kami sepakat untuk menunggu dari jam 7 pagi. Namun, kami baru menemukan mobilnya sekitar jam 9an. Itu pun belum sampai Desa Mandalamekar, tapi harus menggunakan ojek untuk tiba di lokasi yang kami tuju. Dan perjalanan pun dimulai. Setengah perjalanan kami tempuh dengan cukup santai. Jalanan berkelok, mulus, lapang, dan menanjak, membuat perjalanan ini seperti kegiatan wisata saja. Namun, ketika mencapai wilayah Desa Salopa, Kecamatan Jatiwaras, jalanan berubah menjadi sempit, berbatu, berkelok, dan naik-turun. Mobil minibus yang kami tumpangi mulai memelan. Sedikit demi sedikit sang mobil menelusuri jengkal demi jengkal area Mandalamekar. [caption id="" align="alignright" width="300" caption="Menyusuri jalanan Mandalamekar dengan ojeg."][/caption] Karena terbatasnya transportasi di sana, membuat mobil penuh sesak dengan penumpang. Saya pun sempat berdiri di pintu mobil karena banyaknya ibu-ibu yang naik mobil ini. Malu saja, masa perempuan yang menggendong bayi suruh duduk di pintu. Tak hanya berdiri di pintu, saya juga mengikuti jejak sang kernet untuk duduk di atap mobil elf. Meskipun menderita karena guncangannya yang sangat keras dan khawatir terguling, tapi saya cukup menikmatinya. Walaupun minim transportasi, ada hal yang menarik di sini. Karena mobil yang melewati pedesaan ini bisa dihitung dengan jari, warga pun mengetahui nama supir dan kernet setiap angkutannya. Tak hanya itu saja, warga pedesaan pun kerap menitipkan pembelian barang dan bon tagihan belanjaan untuk kliennya di Kota Tasikmalaya kepada kernet dan supir. "Supaya lebih murah. Kalau ngak dititipin mah, bisa-bisa (keuntungan penjualan) habis sama ongkos," ungkap Yono (25), kernet mobil yang kami tumpangi. Tiga jam perjalanan kami tempuh, dan akhirnya kami tiba di daerah Cikujang, Desa Mandalamekar. Perjalanan ternyata belum selesai. Kami harus menempuh sekitar 3 Kilometer lagi menggunakan ojek untuk tiba di rumah pak Kepala Desa. Jalanan pun berkelok, naik-turun, dan berbatu. Meskipun miris dengan infrastruktur di sini, tapi saya cukup menikmati perjalanannya. Akhirnya, kami tiba di kantor Desa Mandalamekar. Kami bertemu dengan Pak Abdul Jamaludin (56), staf desa Mandalamekar. Bersamanya kami berjalan sejauh kira-kira 1 Km menuju rumah pak Kades yang sudah menunggu kami sejak pagi. Kami tiba sekitar jam 12an. Kang Yana Noviadi (43), sang kepala desa, banyak berbagi mengenai Desa Mandalamekar. Berkaitan dengan pengembangan citizen journalism di desa tersebut, Yana memaparkan bahwa dirinya mulai melalui radio komunitas berjuluk Ruyuk FM pada 2007 silam. Tujuannya sederhana, yaitu mempermudah penyebaran program penghijauan pada masyarakat Desa Mandalamekar. [caption id="" align="alignleft" width="275" caption="Situs Mandalamekar.or.id"]
[/caption] Setiap harinya, Ruyuk FM bersiaran dari jam 19 hingga waktu yang tak ditentukan. "Sampai semaunya penyiar aja," ungkap kang Yana. Biasanya, masyarakat yang setia mendengarkan radio ini, akan langsung memindahkan saluran radionya ke Ruyuk FM. Meskipun semaunya, tapi radio ini tidak seenaknya bersiaran. Yana sendiri memfokuskan ada 4 hal yang dia agendakan untuk dipancarkan di Ruyuk FM, yaitu: Bahasa Sunda, Kesehatan, PNPM, dan desa, khususnya penghijauan. Tidak berhenti hingga radio komunitas, kang Yana juga mengembangkan situs web. Tujuannya, untuk menggantikan fungsi pamflet yang berbiaya cukup tinggi. Selain itu, situs ini juga berfungsi memperkenalkan Desa Mandalamekar kepada dunia. Sebagai mulanya, kang Yana mengundang komunitas pewarta warga untuk mengajarkan teknik jurnalisme kepada warganya. Tindak lanjut dari pelatihan ini adalah blog yang beralamatkan mandalamekar.wordpress.com. Beberapa tahun kemudian, kang Yana dan tim memutuskan untuk membuatMandalamekar.or.id. Pengembangan dan pemeliharaan konten di Manadalamekar.or.id dibantu oleh 4 orang pengisi, termasuk kang Yana sendiri. Menariknya, untuk memperbaharui situs, mereka harus melakukannya di tengah sawah untuk mendapatkan sinyal internet. Situs Mandalamekar.or.id saya nilai cukup aktif dan sering diperbaharui. Biasanya mereka memperbaharui situsnya ketika ada kejadian yang bisa diangkat ke situs web. Namun, rata-rata mereka memperbaharui situsnya seminggu sekali. Dari segi konten pun sangat lokal sekali. Salah satu tulisan yang sangat saya sukai di Mandalamekar.or.id adalah mengenai seorang guru SD Mandalamekar yang menghadiri sidang doktor siswanya dulu. Sangat mengharukan dan menginspirasi. Yang tak habis saya pikir, penulisnya bisa menangkap hal yang oleh orang-orang mungkin dianggap tidak biasa. [caption id="" align="alignright" width="300" caption="Desa Mandalamekar di HU Pikiran Rakyat Bandung (Klik untuk Memperbesar)"]
Desa Mandalamekar di HU Pikiran Rakyat Bandung (Klik untuk Memperbesar)
[/caption] Berbicara tentang dampak media yang dikembangkan di Mandalamekar, yaitu radio komunitas Ruyuk FM dan Mandalamekar.or.id, ternyata sangat luar biasa. Untuk program penghijauan, kang Yana dan tim berhasil mengajak warganya untuk tidak memotong pohon dan memperbanyak penanaman di lahan gundul. Bahkan, mereka berhasil menghijaukan daerah mata air di Mandalamekar. Karena penghijauan inilah, sawah di desa mereka kini tidak pernah kekurangan air lagi, meskipun pada musim kemarau dan desa-desa tetangga menderita kekeringan yang cukup parah. Sedangkan tanggapan dari masyarakat dunia, Desa Mandalamekar melalui kang Irman Meilandi (38), berhasil mendapatkan penghargaan dari Seacology, sebuah lembaga dari Amerika. Mereka memenangkan hadiah sebesar 10 ribu Dollar Amerika untuk pengembangan desa. Berita tentang ini, kebetulan dimuat di Pikiran Rakyat Bandung. Kang Yana juga sempat mengajak kami ke daerah bernama Karang Soak. Sebelum tahun 2004, daerah ini hanyalah lahan yang ditumbuhi ilalang. Namun, sejak 2004, lahan ini secara bertahap ditanami pepohonan. Hasilnya, saat ini Karang Soak telah menjadi daerah yang rindang dan nyaman serta penuh pepohonan. Di sini juga kami bertemu dengan kang Irman. Ternyata, beliau ini adik kandung dari kang Yana. Menurut sang kakak, kang Irman inilah yang banyak menggagas soal pengembangan citizen journalism dan penghijauan di Mandalamekar. Di rumah kang Yana, kang Irman banyak bercerita tentang usahanya mengembangkan masyarakat di berbagai penjuru di Indonesia Timur. Hingga akhirnya, dia pulang kembali ke kampung halamannya ini 1,5 tahun lalu. "Saya malu, masa saya bantu desa orang, tapi desa sendiri tidak saya bangun," tutur kang Irman mengungkapkan latar belakangnya berkiprah kembali di Mandalamekar. Kang Irman juga bercerita mengenai local wisdom (kearifan lokal) yang dimiliki sesepuh di Mandalamekar. Banyak ilmu berkenaan dengan alam yang masih dijalankan oleh para pendahulu Mandalamekar. Ilmu-ilmu itu mencakup ilmu tanam, cuaca, hingga pengobatan herbal. Untuk mendokumentasikan semua itu, kang Irman bersama timnya di Mandalamekar tengah mendokumentasikan berbagai ilmu-ilmu pengobatan herbal yang dimiliki sesepuh Mandalamekar. Rencananya, pengobatan herbal ini akan dibukukan agar dapat diwarisi ke anak-cucu Mandalamekar kelak. Usai Maghrib, kami pamit pulang. Kang Yana awalnya tidak mengizinkan. "Kalau mau ke sini, harusnya 2 hari. Ngak akan cukup kalau cuman sehari," begitu ajakannya. Namun, apa daya, kami hanya punya waktu sehari. Mungkin lain waktu kami akan menyediakan waktu lebih lama. Agar bisa merasakan keheningan, ketenangan, ketentraman, dan kearifan di Mandalamekar. Terima kasih, Mandalamekar. Semoga kamu terus menjadi inspirasi bagi kami dan warga dunia lainnya.
Laporan lainnya yang ditulis oleh Maya DM, bisa dilihat di situs SalmanITB.com. Untuk foto-foto, bisa dilihat di Flickr. Dan ini video profil dari Irman Meilandi yang dibuat oleh Seacology.org.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Inovasi Selengkapnya