Mohon tunggu...
Trip Pilihan

Cirebon Punya Cerita? Pastinya

24 Mei 2018   19:08 Diperbarui: 24 Mei 2018   19:22 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cirebon. Kota indah penuh pesona yang membuat mata terpesona olehnya. Terletak di pesisir utara Pulau Jawa atau yang lebih akrab dikenal dengan jalur Pantura yang menghubungkan Jakarta hingga Surabaya. Kota ini terkenal dengan udangnya atau rebon, dan karena lokasinya yang terletak di pesisir, menjadikan hasil laut sebagai mata pencaharian utama bagi sebagian masyarakatnya.

Kota Cirebon tidaklah jauh dari pusat pemerintahan Indonesia yaitu Jakarta. Hanya membutuhkan 3 jam melalui transportasi darat yaitu kereta api. Perjalanan dimulai dari Stasiun Gambir yang terletak di pusat kota Jakarta tepat bersebelahan dengan Tugu Monas.

Sesampainya disana, kereta api Argo Muria jurusan Jakarta - Semarang telah menunggu dengan setia para penumpangnya, dengan ramah tamah yang hangat serta diiringi senyuman manis pramugari, langkah kaki memasuki gerbong kereta terasa sangat ringan. Suasana kabin kereta yang bersih dan wangi mengiringi perjalanan selama 3 jam dengan nyaman.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, sesampainya disana suasana pun terasa sangat berbeda dengan kota Jakarta. Kota Cirebon bagaikan rumah bagi orang-orang yang mencari ketenangan walaupun tidak kalah panas dengan Jakarta.

Dari stasiun, langkah kaki berjalan menuju ke tempat selanjutnya yaitu Taman Budaya Hati Tersuci. Nasi Jamblang menjadi sajian pembuka setelah perjalanan dari Jakarta, yang merupakan nasi dengan menu seperti sambal goreng, tahu sayur, paru-paru (pusu), semur hati atau daging, perkedel, sate kentang, telur dadar atau telur goreng, telur masak sambal goreng, semur ikan, ikan asin, tempe dan tahu.

Disamping itu, kita disugihi pemandangan gunung Ciremai yang terlihat di kejauhan seolah-olah mengawasi Cirebon. Taman Budaya Hati Tersuci sendiri adalah suatu taman yang dibuat umat Katholik di kawasan Gereja Bunda Maria di Cirebon. Taman ini jika dilihat dari atas akan berbentuk lambang cinta, sebab cinta datang dari hati dan cinta adalah salah satu hal tersuci, sebab itulah namanya Taman Budaya Hati Tersuci.

Setelah puas disana, kaki pun melangkahkan lagi jejaknya ke salah satu tempat yang sangat bersejarah khususnya di kota Cirebon yaitu Keraton Kasepuhan. Keraton Kasepuhan merupakan keraton yang termegah dan paling terawat di Cirebon, dan juga merupakan sebuah Kerajaan Islam tempat para pendiri Cirebon dulu bertahta sekaligus menjadi pusat pemerintahan Kasultanan Cirebon.

Masuk kedalam dan akan terasa suasana keraton saat pada masanya dulu, hening serta sejuk tetapi tetap kental unsur kebudayaan kesultanan Cirebon. Menengok lebih dalam lagi, akan disambut sebuah pintu besar, yang mana didalamnya terlihat sebuah patung berbentuk dua macan yang melambangkan keluarga besar Pajajaran atau keturunan Prabu Jaya Dewata yang berdiri persis didepan bangunan induk keraton. Bangunan induk keraton adalah tempat Sultang melakukan kegiatan kesultanan.

Suara adzan pun terdengar merdu menyusup masuk dari balik-balik pohon yang rindang di dalam kompleks keraton, waktu dzuhur telah tiba, dipanggil oleh orang yang melantunkan panggilan solat kepada umat muslim dari masjid yang menemani sejarah dari dari Keraton Kasepuhan ini yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Langkah kaki pun kembali terhenti ketika suasana religius masih sangat terasa ketika menginjakan kaki di dalam masjid, tiang-tiang penyangga bangunan masjid masih sangat kokoh berdiri juga udara yang sejuk membuat siapapun yang menunaikan kewajibannya akan terasa sangat nyaman. Menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bisa solat di masjid bersejarah tersebut.

Cerita berlanjut ketika sampai di desa yang merupakan tempat dari para pengrajin gerabah yaitu Desa Gerabah Sitiwinangun. Berkeliling desa menikmati cahaya matahari sore sambil disuguhi dengan pemanangan gerabah di kiri kanan, terlihat seseorang yang sedang membuat gerabah dengan teliti dan lihai, menjadikan desa ini sebagai objek destinasi wisata di Cirebon. Gerabah yang dihasilkan sangat beragam, mulai dari yang kecil sampai yang besar.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Hari sudah mulai gelap, langkah kaki bergerak lagi menuju pusat kota ke tempat peristirahatan malam setelah seharian mengelilingi sebagian kota Cirebon. Hotel Ibis Budjet menjadi pilihan karena tempatnya yang bisa dibilang murah dan terletak persis di tengah-tengah kota dekat dengan Alun-Alun Kejaksaan Kota Cirebon. Hari menjadi semakin malam dan suasana jalan di depan hotel pun menjadi semakin sepi. Tertidurlah kota Cirebon untuk semalam.

Hari kedua di Cirebon membawa langkah kaki ini ke tempat para pengrajin kain yang di lukiskan dengan anggun menggunakan cairan yang disebut malam, yaitu Kampung Batik Trusmi. Kampung Batik Trusmi sendiri dipercaya telah diprakarsai oleh seorang pemimpin agama Islam dengan nama Ki Gede Trusmi yang juga merupakan pengikut setia Sunan Gunung Jati.

Dikatakan bahwa Ki Gede Trusmi telah mengajarkan kepada masyarakat seni batik saat menyebarkan Islam. Ki Gede Trusmi sangat dihormati oleh penduduk sekitar dan setiap 4 tahun sekali, penduduk sekitar melakukan ritual yang disebut Ganti Welit dan Ganti Sirap yang artinya mengganti atap makam.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Di dalam kampung tersebut banyak penduduk khususnya kaum hawa yang membatik dengan penuh keanggunan sebagai mana layaknya perempuan yang sedang menari. Kelihaian tangan dalam melukiskan setetes demi setetes malam keatas sebuah kain yang sudah dibentuk pola sedimikian rupa sehingga menghasilkan kain yang sangat bagus dan memiliki nilai jual yang sangat tinggi.

Terlepas dari semua itu, batik Cirebon merupakan salah satu batik yang terkenal di Indonesia mulai dari batik Mega Mendung, Paksi Naga Liman, Sawat Pengantin, Kompeni dan Pecutan.

Keluar dari kepadatan orang-orang yang membatik, perjalanan berlanjut ke pusat kota, tepatnya ke Gedung Balai Kota Cirebon. Tidak banyak yang bisa di amati disini selain arsitektural gedung tersebut yang banyak terdapat patung udang menghiasi halaman depan gedung teresbut.

Bergeser ke sebelahnya, terdapat sebuah bangunan yang mencolok dengan patung kereta api menyambut di ujung depan jalan masuk, yaitu Stasiun Cirebon. Sama halnya  seperti Balai Kota, tidak banyak yang bisa diamati selain arsitekturalnya, karena 2 tempat tersebut masih aktif digunakan sampai sekarang ini.

Setelah bercucuran keringat di pusat kota, kaki kembali melangkahkan jejaknya ke arah pesisir di tepi kota, perjalanan yang cukup panjanng dari pusat ke kota membuat tubuh melampiaskannya dengan tidur sejenak di bangku bis. Sesampainya disana, suasana berubah menjadi lebih tenang dan sedikit berdebu karena akses menuju kesana terhenti saat didepan jalan bertanah gersang yang harus dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 3 km.

Perjalanan yang sanagt menguras tenaga membuat kaki terasa berat untuk melangkah lebih jauh tetapi pada akhirnya jejak kaki yang letih tercetak pada halaman depan Tempat Pelelangan Ikan Bondet atau TPI Bondet. Bangunan yang tidak terlalu besar dan megah tetapi menjadi bangunan yang sangat penting di Cirebon karena merupakan satu-satunya TPI yang masih beroperasi sampai saat ini dari 11 TPI yang ada.

Tidak banyak aktivitas yang terjadi disini selain satu kapal berukuran tidak terlalu besar tetapi tidak juga terlalu kecil yang sedang melakukan bongkar muat barang hasil tangkapan di laut, yaitu ikan.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
 Ikan-ikan tersebut selanjutnya dibawa masuk ke dalam TPI dan disitulah keunikan dari Cirebon terjadi, tawar menawar antar nelayan dan pembeli dengan suara lantang yang keras menyaut-nyaut membuat suasana seakan ricuh, tetapi memang seperti itulah kekhasan dari Cirebon. Terlepas dari itu semua, kapal pembawa ikan yang sedang bersandar di TPI dengan senang hati mengantarkan kembali ke tempat bis berhenti karena tau bahwa kaki ini sangatlah berat untuk melangkah pulang.

Di atas sebuah kapal, terlalui pemandangan para penduduk pesisir khususnya nelayan yang sedang beristirahat setelah semalaman melaut mencari ikan, terlihat juga kapal-kapal dengan lukisan yang berbeda satu sama lain.Kapal pun berhenti dan kaki ini pun harus berjalan sedikit lagi menuju ke bis, setelah sampai di dalam, bis pun bergerak kembali menuju hotel untuk beristirahat malam.

Karena terletak di pesisir yang artinya dekat dengan laut, membuat Cirebon menjadi tempat strategis untuk menedapatkan foto matahari terbit atau yang biasa dikenal dengan sebutan sunrise. Keesokan harinya, saat sang mentari masih bersembunyi di balik gunung, bis sudah berjalan menembus kesunyian kota Cirebon di jam 3 pagi menuju Pantai Kejawanan.

Sesampainya disana, menyempatkan waktu untuk beribadah adalah suatu hal yang wajib dilakukan sebagai umat beragama. Setelahnya seperti ada yang mendorong untuk segera berjalan menuju tempat terbaik untuk mengabadikan sang mentari menampakkan sinarnya yang indah sebagai ciptaan tuhan.

Sungguh indah pemandangan yang terlihat disini, ciptaan tuhan memang tidak ada duanya, walaupun air sedang pasang dan yang terinjak hanyalah bebatuan yang banyak, tetaplah sebuah pemandangan yang tidak bisa diciptakan oleh manusia manapun.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Sunrise sudah berlalu, saatnya kembali ke hotel untuk menyiapkan diri dan mengisi perut yang sudah lapar akibat udara dingin cirebon saat pagi hari. Hotel Ibis Budjet memang menyiapkan makanan serta minuman yang diinginkan pengunjungnya, cara yang bagus untuk membuat pengunjungnya betah berlama-lama di sini, tetapi perjalanan harus tetap berlanjut. Bis berangkat jam 08.00 setelah perut sudah siap untuk perjalanan selanjutnya.

Perjalanan menempuh waktu yang sedikit lama karena melintas keluar kota. Tiba disana dengan tubuh bugar, pemandangan yang dilihat sedikit mistik tetapi bernilai sejarah tinggi, yaitu Situs Purbakala Cipari di Kabupaten Kuningan. Situs ini tidaklah besar dan luas, hanya saja banyak objek foto yang bisa didapatkan, seperti contohnya Batu Temu Gelang.

Situs ini merupakan situs megalitikum yang ditemukan oleh Bapak Wijaya pada tahun 1971, awalnya hanya berupa tanah biasa milik beliau berserta beberapa penduduk lainnya. Tetapi beliau menemukan jenis bebatuan yang mirip dengan yang pernah dipamerkan di Gedung Pasebean Tri Panca Tunggal Cigugur.

Informasi tersebut kemudian diteliti oleh Bapak P.Djatikusuma dengan diadakan penggalian percobaan dan menemukan sebuah peti kubur batu, gelang batu, dan gerabah. Hal tersebut lalu dilaporkan ke Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional di Jakarta. Lalu pada tahun 1972 dilakukan penggalian untuk menyelamatkan benda-benda tersebut.

Pada tahun 1975 dilakukan penilitian dibawah pimpinan Teguh Asmar dan menghasilkan temuan-temuan seperti perunggu, perkakas dapur serta bekas-bekas pondasi bangunan rumah. Tahun 1976, Site Museum Taman Purbakala Cipari dibangun dan pada tanggal 23 Februari 1978, Site Museum ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Syarif Thayeb.

Beranjak dari tempat itu, bis menuju ke tempat selanjutnya yang tidak jauh juga dari kaki gunung Ciremai, yaitu Gedung Perundingan Linggarjati. Gedung ini dulunya dipakai sebagai tempat perundingan antara Republik Indonesia dengan pemerintah Belanda setelah kemerdekaan Indonesia. Ditempat ini banyak terdapat objek yang bisa diabadikan terutama di dalam gedungnya. Terasa sangat sejuk sekaligus panas cuaca di Linggarjati.

Setelah terasa lama disana, langkah kaki membawa kami kembali menuju bis untuk segera melanjutkan perjalanan ke pusat kota Cirebon. Perjalanan sampai di tujuan yaitu Keraton Kanoman untuk menyaksikan pertunjukkan Tari Topeng. Tari Topeng sendiri adalah salah satu tarian di wilayah Kesultanan Cirebon. Topeng yang dipakai di dalam tarian bermacam-macam, seperti Topeng Panji, Topeng Samba, Topeng Temenggung, Topeng Jinggananom, Topeng Klana, dan Topeng Rumyang.

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
Disanalah keahlian serta kekuatan kamera diuji, karena pertunjukkan tarinya yang diadakan saat malam hari dan juga dengan pencahayaan berupa obor yang di taruh di atas bambu yang ditancapkan di tanah. Pertunjukkannya berlangsung sangat seru dan cepat, karena tari khas Cirebon terkenal dengan gerakannya yang cepat.

Selesailah sudah petualangan untuk hari ini, bis membawa pulang tubuh-tubuh ini yang sudah letih dan lengket ke hotel untuk beristirahat. Jalanan terasa ramai dengan pasangan muda-mudi serta keluarga yang sedang berjalan-jalan malam sekedar menikmati malam minggu.

Terdengar ramai jalan didepan hotel, bukan karena suara motor atau mobil yang berlalu lalang, tetapi suara orang-orang yang sedang berolahraga sambil menikmati udara pagi di car free day yang selalu diadakan Pemerintah Kota Cirebon setiap minggu pagi.

Ada yang berolahraga dengan senam, ada yang berolahraga dengan jalan santai dan tidak sedikit pasangan muda-mudi yang sekedar mencari keringat bersama. Banyak juga dari masyarakat yang memanfaatkan momen seminggu sekali ini dengan berdagang.

Setelah car free day selesai, bis sudah menunggu kami untuk segera berpetualang kembali di Kota Cirebon. Bis membawa kami ke Goa Sunyaragi, tempat yang penuh dengan sejarah dan juga mitos. Kompleks goa ini merupakan peninggalan dari masa Kesultanan Cirebon dan termasuk salah satu bagian dari Keraton Pakungwati.

Diadaptasi dari bahasa Sansekerta, "sunya" yang artinya sepi dan "ragi" yang artinya raga. Goa Sunyaragi dipercaya didirikan oleh cicit dari Sunan Gunung Jati yang bernama Pangeran Kararangen pada tahun 1703.

Terdapat mitos yang terkenal di Goa Sunyaragi seputar jodoh. Untuk para perawan yang belum mendapatkan pasangan dilarang untuk menyentuh salah satu patung batu bernama Perawan Sunti. Konon jika ada yang melanggar, maka ada kepercayaan bahwa akan sulit mendapatkan jodoh.

Tapi apabila tidak sengaja menyentuhnya, ada hal yang bisa dilakukan untuk dapat menangkalnya, yaitu dengan berjalan masuk ke dalam Gua Kelanggenan, karena Gua Kelanggenan dipercaya bisa melanggengkan sesuatu termasuk masalah jodoh.

Di komplek Goa Sunyaragi ini, sangat banyak objek yang bisa difoto tetapi banyaknya pengunjung yang berkunjung kesini menyebabkan kamera tidak bisa bekerja dengan maksimal karena objek yang selalu ramai ditutupi oleh pengunjung yang sekedar penasaran.

Tetapi hal itu menjadi objek baru untuk sekedar mendapatkan foto aktivitas. Belum habis memutari kompleks ini, salah seorang teman sudah memanggil untuk segera kembali ke bis karena perjalanan akan dilanjutkan.

Sang mentari sudah sangat terik menyinari kota Cirebon dengan panasnya dan waktu pun sudah menunjukkan jam makan siang. Bis mengantarkan perut yang kosong ini ke tempat makan yang menyajikan salah satu makanan khas Cirebon, yaitu Empal Gentong. Perut yang tadi kosong bagai sarung bantal tanpa bantal, sekarang bagaibantal yang empuk seperti di hotel-hotel.

Setelah selesai, bis pun melaju ke pusat kota untuk menunggu datangnya kereta. Ini adalah perpisahan untuk Kota Cirebon tetapi bukan selamanya. Terima kasih sudah menyajikan petualangan yang tidak dapat terlupakan. Terima kasih kepada orang-orang yang telah terlibat.

"Jangan pernah untuk berdiam diri di tempatmu berasal, keluarlah, lihatlah dunia, karena dunia adalah tempat yang sempit jika hanya berdiam di zona nyaman"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun