Bahkan kandungan flavonoid dan kalium yang terdapat dalam daun sukun tersebut dapat meluruhkan kalsium oksalat yang merupakan komponen terbesar dari batu ginjal sehingga dapat menjadi obat batu ginjal. Di daerah Semarang, tim Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) menggandeng Gapoktan Mekar Makmur, Kelurahan Krapyak, sebagai mitra pengabdian untuk mengembangkan teh daun tempuyung dan daun sukun untuk dipasarkan menjadi obat batu ginjal.
Manfaat ekologis dan ekonomis
Karena beragam manfaatnya tersebut, Pemerintah Kota Semarang mengupayakan berencana menanam 10.000 bibit sukun di 16 kecamatan di Kota Semarang. Tanaman sukun ini dianggap dapat memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai pencegahan terjadinya bencana alam yang tak terduga seperti banjir dan longsor karena akar pohon sukun yang sangat lebar. Akar pohon tersebut diharapkan dapat menyerap air dan menghidari pergerakan tanah. Selain itu dampak dari pandemi Covid-19 pada masyarakat di kota Semarang membuat pilihan menanam sukun ini diharapkan memiliki fungsi ekonomis yaitu dapat menjadi solusi untuk membantu masyarakat menyediakan makanan bergizi dari lingkungan sekitar. Masyarakat Kota Semarang sendiri cukup awam dengan sumber karbohidrat dari umbi, seperti ubi jalar dan singkong. Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, berupaya mendorong tercapainya diversifikasi pangan di Kota Semarang agar tidak terlalu bergantung dengan beras.
Di Surabaya, sukun juga membawa keuntungan yang membawa dampak ekonomi. Karantina Pertanian Surabaya memberi fasilitas bagi PT SAA untuk melakukan ekspor sebanyak 18 ton sukun beku yang senilai Rp 456 juta ke Amerika Serikat. Bahkan, selama tahun 2020 sendiri PT SAA telah melakukan ekspor sukun beku sebesar 124,8 ton sebanyak tujuh kali yang memiliki nilai sekitar Rp2,75M.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H