Di pagi hari yang mendung, tepatnya Jumat, 17 Januari 2025, pukul 07.15 WIB, suasana di rumah saya terasa begitu sejuk dan tenang. Langit kelabu yang diselimuti awan tipis menciptakan suasana damai yang jarang saya rasakan di pagi hari kerja. Udara dingin menyelinap dari celah-celah jendela, membuat secangkir teh hangat yang saya nikmati sebelumnya menjadi lebih terasa nikmat. Dari tempat saya berdiri di dekat jendela ruang tamu, saya memandangi burung-burung gereja yang riang bertengger di dahan pohon mangga di depan rumah. Kicauan mereka membentuk harmoni yang seolah mengajak saya untuk menikmati pagi dengan rasa syukur.
Setelah melaksanakan ibadah shalat dhuha di ruang kecil yang biasa saya gunakan untuk beribadah, saya menyempatkan diri mengucapkan beberapa doa untuk kelancaran hari ini. Momen tenang seperti ini memberikan kedamaian yang sulit ditemukan di tengah hiruk pikuk hari-hari kerja. Namun, waktu terus berjalan, dan saya menyadari bahwa saya harus segera bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.
Saya beranjak menuju kamar, membuka lemari pakaian, dan memilih setelan kerja yang rapi. Jas abu-abu dengan kemeja biru muda menjadi pilihan saya hari itu, dipadukan dengan dasi bergaris tipis yang memberi kesan profesional. Setelah berpakaian, saya memeriksa ulang isi tas kerja untuk memastikan tidak ada yang tertinggal---laptop, charger, dokumen penting, serta botol minum kesayangan saya. Setelah semuanya siap, saya mengenakan sepatu hitam yang telah disemir rapi, menambahkan kesan percaya diri sebelum melangkah keluar.
Dengan penuh kesadaran akan pentingnya ketepatan waktu, saya membuka aplikasi ojek online Maxim untuk memesan perjalanan ke kantor. Saya memasukkan titik penjemputan dan tujuan dengan hati-hati, memastikan tidak ada kesalahan. Setelah itu, saya menekan tombol "Pesan" dan menunggu dengan sabar. Dalam waktu sekitar 10 menit, driver ojek online yang saya pesan tiba di depan rumah. Saya segera keluar, menyapa driver tersebut dengan senyuman dan memastikan bahwa detail di aplikasi sesuai. Setelah semuanya cocok, saya mengenakan helm penumpang yang diberikan, dan perjalanan pun dimulai.
Begitu motor mulai melaju, angin pagi yang sejuk menerpa wajah saya. Saya membuka sedikit resleting jaket saya untuk menyesuaikan suhu tubuh. Perjalanan di atas motor memberikan sensasi yang unik, di mana saya bisa merasakan langsung denyut kehidupan kota di pagi hari. Suara klakson kendaraan yang bersahut-sahutan diiringi dengan hiruk-pikuk jalanan menjadi latar belakang perjalanan ini. Untuk mengisi waktu, saya mengambil gadget pribadi dari saku sebelah dalam jaket saya. Membaca berita atau mencari informasi terkini telah menjadi rutinitas saya selama perjalanan menuju kantor.
Saat saya mulai menggulir layar ponsel, satu judul artikel berita menarik perhatian saya: "Petani Lokal Pasok Bahan Baku Makan Bergizi Gratis di Kabupaten Bandung, Beras hingga Susu." Saya pun membuka artikel tersebut dan mulai membaca dengan seksama. Artikel itu menjelaskan tentang Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tidak hanya memberikan dampak positif kepada siswa-siswa sekolah tetapi juga menghidupkan perekonomian petani lokal sebagai pemasok bahan baku.
Saya membaca lebih lanjut, merasa terinspirasi oleh isi artikel tersebut. Letkol Inf Tinton Amin Putra, Komandan Kodim (Dandim) 0624/Kabupaten Bandung, menyampaikan dalam kegiatan launching program ini bahwa bahan-bahan seperti beras, telur, ikan, dan sayuran dipasok langsung dari petani lokal di sekitar wilayah pelaksanaan. Hal ini sejalan dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan perekonomian lokal tetap berjalan dan mendapatkan manfaat dari program nasional.
Dalam artikel itu juga disebutkan bahwa anggaran program ini berasal dari pemerintah pusat melalui Badan Gizi Nasional (BGN). Namun, pengadaan bahan baku diarahkan untuk mendukung ekonomi lokal. Bahkan, dalam program ini, anak-anak mendapatkan sajian makanan dengan komposisi lengkap, mulai dari nasi, lauk pauk, sayur, buah, hingga susu, sehingga memenuhi konsep empat sehat lima sempurna.
Di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, tercatat sebanyak 2.917 peserta didik dari berbagai jenjang pendidikan mulai dari, PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA, telah menerima manfaat dari program ini. Selain Rancaekek, kecamatan lain seperti Bojongsoang, Cicalengka, Ciparay, dan Nagreg juga menjadi wilayah penerima program tersebut.
Membaca artikel ini di tengah perjalanan memberikan semacam pencerahan bagi saya. Program seperti ini tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi anak-anak Indonesia tetapi juga menjadi katalisator bagi penggerak ekonomi lokal. Para petani yang sebelumnya mungkin menghadapi kesulitan dalam memasarkan hasil panen mereka kini memiliki harapan baru.