Malam itu, Selasa, 14 Januari 2025, pukul 19.10 WIB, suasana di kantor mulai sunyi. Sebagian besar rekan kerja telah lebih dulu pulang, meninggalkan deretan meja yang kini terlihat kosong. Setelah memastikan semua pekerjaan saya selesai, saya mulai merapikan meja kerja. Tumpukan dokumen yang sebelumnya berserakan kini sudah tersusun rapi, dan alat tulis saya kembalikan ke tempatnya masing-masing. Komputer di meja saya matikan setelah memeriksa kembali apakah ada e-mail penting yang perlu saya tanggapi. Suara pendingin ruangan terdengar halus, menambah nuansa tenang di malam itu. Sambil merapikan meja, saya merasa lega karena hari itu saya bisa menyelesaikan semua tugas dengan baik.
Setelah semua siap, saya mengenakan jaket yang tergantung di kursi, mengangkat tas kerja saya, dan berjalan menuju lift. Langkah saya terasa ringan, meskipun tubuh saya cukup lelah setelah seharian penuh bekerja. Lorong kantor tampak lebih sunyi daripada biasanya. Hanya terdengar langkah kaki saya yang menggema, sesekali diiringi suara dari ruang-ruang yang masih menyala, di mana beberapa kolega masih menyelesaikan tugas mereka. Sesampainya di lift, saya menekan tombol untuk menuju lantai bawah. Saat pintu lift tertutup, saya berdiri diam, menikmati momen sejenak untuk mengatur napas.
Ketika lift sampai di lantai lobby, pintu terbuka dengan suara lembut. Saya melangkah keluar dan menuju area resepsionis yang sudah sepi. Langit malam terlihat gelap dari jendela besar di lobby, tetapi lampu-lampu jalanan yang terang benderang menciptakan suasana kota yang masih hidup. Saya berjalan melewati gate akses dengan mengetap kartu saya. Suara beep terdengar ketika pintu otomatis terbuka, memberi jalan bagi saya untuk keluar. Udara malam yang segar menyambut saya ketika melangkah keluar gedung. Jalan di depan kantor masih dipadati kendaraan yang melaju, meskipun tidak seramai saat jam sibuk.
Rencana awal saya adalah menuju halte bus pengumpan Transjakarta yang terletak tak jauh dari kantor. Namun, ketika saya tiba di halte, saya mulai merasakan tubuh yang lelah setelah aktivitas seharian. Pikiran saya berubah. Saya memutuskan untuk menggunakan ojek online agar lebih cepat sampai di rumah dan bisa beristirahat. Dengan segera, saya mengeluarkan ponsel dari saku celana, membuka aplikasi ojek online Maxim yang sudah familiar. Jari-jari saya lincah memasukkan alamat rumah sebagai tujuan dan lokasi penjemputan. Setelah semua detail terisi, saya menekan tombol "Pesan." Tak lama, dalam waktu dua hingga lima menit, notifikasi muncul di layar ponsel saya. Driver sudah ditemukan.
Saya menunggu di depan halte sambil memperhatikan kendaraan yang lewat. Angin malam yang sejuk memberikan sedikit ketenangan pada tubuh saya yang lelah. Tak sampai sepuluh menit, pengemudi Maxim yang saya pesan tiba di titik penjemputan. Dengan senyum ramah, saya menyapa dan memeriksa identitasnya untuk memastikan kecocokan dengan informasi di aplikasi. Setelah semua sesuai, saya mengenakan helm penumpang berlogo Maxim yang diberikan. Helm itu terasa nyaman, memberikan perlindungan sekaligus menambah rasa aman. Saya kemudian naik ke motor dan kami mulai perjalanan menuju rumah saya.
Di sepanjang perjalanan, suasana malam di kota ini terlihat begitu hidup. Lampu jalan yang berderet sepanjang trotoar memancarkancahaya terang, menerangi jalur yang kami lewati. Sesekali, suara klakson kendaraan terdengar, tetapi tidak mengganggu keheningan malam yang terasa damai. Sambil duduk di atas motor, saya membuka ponsel dan mulai menggulir layar untuk membaca berita terbaru. Mata saya tertuju pada sebuah artikel dengan judul menarik: "Viral Video Makan Bergizi Gratis di Papua Pegunungan, Warganet: Alhamdulillah Sampai Juga."
Artikel tersebut mengisahkan program Makan Bergizi Gratis yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto. Program ini, yang dirancang untuk membantu anak-anak di daerah terpencil, kini dirasakan manfaatnya oleh siswa di Papua Pegunungan. Salah satu lokasi yang menjadi sasaran adalah SMKN 1 Dekai, Kabupaten Yahukimo. Dalam video yang viral, terlihat siswa-siswi menikmati seporsi makanan bergizi yang terdiri dari nasi, lauk, sayur, dan buah. Mereka tampak sangat bahagia, bahkan mengucapkan terima kasih kepada presiden atas program ini.
Kisah ini menyentuh hati saya. Yahukimo disebut sebagai daerah dengan angka stunting tertinggi di Indonesia, mencapai 53,3%. Selain itu, daerah ini juga pernah dilanda bencana kelaparan akibat gagal panen selama beberapa bulan berturut-turut. Program ini jelas menjadi angin segar bagi masyarakat di sana, terutama bagi anak-anak yang sangat membutuhkan asupan gizi yang cukup. Dalam artikel tersebut, warganet memberikan banyak komentar positif, mengapresiasi langkah pemerintah untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Di sebuah sekolah sederhana di Papua, tawa dan canda anak-anak terdengar riuh memenuhi ruangan. Mereka sedang menikmati hidangan dari program Makan Bergizi Gratis yang baru saja diluncurkan pemerintah. Seorang perempuan, yang tampaknya adalah guru di sekolah itu, merekam momen bahagia tersebut dengan ponselnya. Dengan nada penuh kasih, ia berkata kepada para siswa, "Kasih habis, eh. Enak tidak? Selamat makan, anak."
Seorang siswa yang terlihat ceria menjawab singkat, "Enak," sambil menganggukkan kepala. Di sebelahnya, seorang siswa lain menyambung dengan penuh semangat, "Terima kasih, Bapak Presiden Prabowo." Kata-kata mereka menggambarkan rasa syukur yang mendalam atas program ini.
Video tersebut kemudian diunggah ke media sosial dan menjadi viral dalam waktu singkat. Banyak warganet memberikan respons positif, mengapresiasi langkah pemerintah untuk membawa makanan bergizi ke daerah-daerah yang membutuhkan.
"Alhamdulillah, sudah sampai ke Papua juga makanan bergizi gratis ," tulis akun @nidyatriarum, menggambarkan kelegaan bahwa program ini menjangkau wilayah yang seringkali luput dari perhatian.
"Lihatnya pada bahagia, alhamdulillah jadi ikut bahagia juga," ungkap @ameyleonita21, yang terharu melihat ekspresi kegembiraan anak-anak di video tersebut.
Komentar lainnya datang dari akun @anggrisstarbus, "Sampai sana aja udah bersyukur aman terkendali . Good lah, semoga bener-bener membantu."
Program ini juga dipuji karena menyasar komunitas yang tepat. "Sasaran yang tepat memberikan makanan gratis seperti ini ," tulis akun @rikiki31rikiki.
Video tersebut juga tidak hanya menjadi simbol keberhasilan program pemerintah, tetapi juga menjadi inspirasi bahwa kerja keras untuk menciptakan pemerataan bisa membawa kebahagiaan bagi banyak orang. Di balik layar, program ini mengingatkan banyak pihak bahwa setiap anak Indonesia berhak mendapatkan akses makanan bergizi, tanpa terkecuali.
Saya melanjutkan membaca cerita lain dalam artikel itu. Salah satu kisah yang sangat menyentuh adalah tentang seorang siswa SD di Gorontalo yang membawa pulang makanan bergizi gratis untuk ibunya. Mereka tidak memiliki nasi di rumah, dan makanan gratis itu menjadi satu-satunya harapan bagi keluarga mereka. Kisah ini membuat saya berpikir betapa sering kita lupa bersyukur atas apa yang kita miliki.
Membaca artikel ini di tengah perjalanan pulang memberikan pelajaran berharga. Saya merenungkan betapa pentingnya rasa syukur dan empati terhadap mereka yang kurang beruntung. Di satu sisi, saya merasa terinspirasi oleh semangat anak-anak di Papua Pegunungan yang tetap penuh syukur meski hidup dalam keterbatasan. Disisi lain, saya merasa bersyukur karena masih bisa menikmati hidup yang cukup nyaman.
Motor yang saya naiki terus melaju di bawah langit malam yang penuh bintang. Sesampainya di dekat rumah, saya memandang sekeliling, merasakan kedamaian yang sulit dijelaskan. Saat tiba di depan rumah, saya turun dari motor, mengucapkan terima kasih kepada driver, dan berjalan masuk ke rumah. Malam itu, saya merasa lega, bukan hanya karena akhirnya bisa beristirahat, tetapi juga karena perjalanan hari itu memberikan saya perspektif baru tentang kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H