Mohon tunggu...
Rizwari Yudha Bathila
Rizwari Yudha Bathila Mohon Tunggu... Administrasi - Staff Media Sosial

Saya sangat suka menulis dan membuat sebuah berita berkaitan dengan Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

PDIP dan Kenaikan PPN: Gimmick Politik atau Kepedulian Nyata?

24 Desember 2024   11:42 Diperbarui: 24 Desember 2024   18:04 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Foto: Whatapps/Pribadi

Sore yang mendung di Hari Minggu, 22 Desember 2024, menjadi latar sebuah diskusi politik yang berlangsung di salah satu stasiun televisi nasional. Dalam acara Debat yang disiarkan langsung oleh tvOne, topik kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen memicu perdebatan sengit. Sorotan publik tertuju pada polemik ini, terutama ketika Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang dulu menjadi penggerak kebijakan tersebut, kini vokal menolaknya.

Di tengah ruang diskusi, Jajat Nurjaman, seorang pengamat politik senior, duduk dengan tenang. Kamera televisi fokus kepadanya ketika pembawa acara memberi giliran bicara. Dengan suara tegas, Jajat membuka diskusi.

"Kenaikan PPN ini bukan kebijakan baru. Ini adalah hasil dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang dirancang ketika PDIP berada di puncak kekuasaan," ujar Jajat, membuat suasana ruangan mendadak hening.

"Penolakan mereka saat ini," lanjutnya, "lebih terlihat sebagai gimmick politik menjelang pemilu daripada langkah nyata untuk rakyat."

Menggali Akar Masalah: Keputusan di Tahun 2021

UU HPP yang disahkan pada 2021 menetapkan kenaikan PPN bertahap dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022, lalu menuju 12 persen pada 2025. Kebijakan ini dianggap strategis untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama dalam menutup defisit anggaran pasca-pandemi.

Namun, di tengah tahun politik 2024, isu ini menjadi senjata bagi berbagai pihak. PDIP, yang memiliki peran besar dalam pengesahan UU HPP, kini tampil sebagai partai yang menentang kebijakan tersebut.

"Ini inkonsistensi politik yang nyata," tegas Jajat. "Bagaimana mungkin sebuah partai yang menjadi motor penggerak regulasi ini sekarang tampil sebagai pahlawan dengan menolak sesuatu yang mereka sendiri rancang?"

Realitas di Lapangan: Suara Rakyat yang Terdampak

Di Pasar Senen, Jakarta, Maryati, seorang pedagang sayur, merapikan dagangannya sambil bercerita tentang dampak kenaikan PPN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun