Perempuan. Tidak peduli usia dan status hubungannya, mereka bisa diperkosa di mana dan oleh siapa pun meski sudah memakai pakaian yang serba tertutup. Di samping itu, perempuan itu lemah, cengeng, cerewet, moody. Oleh karena itu, sebaiknya mereka tetap di rumah.
Pernyataan itu benar, tapi tidak 100% benar. Sebab, kehidupan dunia tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang menjadi seharusnya. Beberapa faktor bisa memaksa perempuan untuk bekerja. Menurut saya, tiga faktor utamanya adalah suami, sosial, dan ekonomi. Faktor suami, bisa suaminya meninggal, sakit keras, atau maaf, menceraikan. Faktor sosial, salah satunya adalah penjahit. Rata-rata, perempuan lebih mahir menjahit ketimbang laki-laki karena mereka teliti, rapi, dan sabar.Â
Sehingga, pekerjaan yang berhubungan dengan jahit-menjahit akan diserahkan kepada perempuan. Faktor ekonomi, kita sepakat bahwa zaman sekarang semua serba mahal, semua serba uang. Sehingga, banyak istri yang ikut bekerja meski hanya sekedar membuka toko online untuk menambah gaji suami. Sebenarnya, ini mulia karena meringankan beban suami.
Dari ketiga faktor tersebut, kita seharusnya sepakat bahwa perempuan harus bisa mandiri karena tidak semua laki-laki itu bisa diandalkan baik sifatnya maupun gajinya. Kita juga harus sepakat bahwa ada banyak pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan oleh laki-laki, tapi bisa dikerjakan oleh perempuan. Biasanya, pekerjaan yang mengandalkan kesabaran, ketelitian, dan emosional. Contohnya, penjahit, guru, akuntan, perawat, petugas panti jompo, petugas penitipan bayi, psikiater, dan lain sebagainya. Jadi, perempuan yang bekerja itu TIDAK SALAH.
Di sisi lain, masalah muncul ketika membahas tentang pencabulan, menstruasi, dan anak. Untuk pencabulan, seperti yang saya katakan di awal, perempuan itu bisa diperkosa di mana saja dan oleh siapa saja karena sebagian besar perempuan tidak cukup kuat untuk melawan tubuh dan tenaga laki-laki yang besar. Semisalpun berteriak, tidak banyak orang yang peduli. Atau, mereka terlalu takut untuk terlibat karena pelaku pemerkosa biasanya membawa senjata dan tak segan membunuh siapapun yang menghalanginya.
Hal yang mengejutkan dan ironis adalah, banyak kasus pemerkosaan yang pelakunya adalah tukang ojek, supir angkot, teman kerja, bahkan tetangga. Kebejatan para lelaki yang tidak tahu malu ini jelas membuat para perempuan, juga suami dan sanak keluarga menjadi paranoid dan mudah curiga kepada siapa saja.
Bicara menstruasi, saya yakin Anda tahu bagaimana keadaan perempuan yang sedang menstruasi. Suasana hatinya random, susah diatur, semaunya sendiri. Pekerjaan bisa kacau dibuatnya. Apalagi kalau tidak mood mengerjakan. Entah apa jadinya. Kemudian, anak. Ini adalah masalah yang sangat serius. Sebab, anak adalah harta yang paling berharga nomer tiga setelah orang tua dan pasangan hidup. Tentu, tidak ada yang mau anaknya tumbuh menjadi anak yang nakal, maunya beretika dan berprestasi. Prestasi bisa diperoleh dengan tunjangan uang dan fasilitas. Sedangkan, etika hanya bisa diperoleh dengan interaksi dan contoh. Apabila ayah dan ibunya bekerja, siapa yang menjadi contoh? Siapa yang mengawasi? Tontonan, teman, dan bahkan pembantu pun belum tentu bisa menjadi teladan.
Oleh karena itu, perempuan hendaknya berpikir matang-matang sebelum memutuskan mau bekerja atau tidak. Pihak yang memberi izin juga perlu ikut berpikir. Jangan sekali-sekali mengikuti hasrat dan nafsu karena sekalinya salah langkah, akan sulit memperbaikinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H