Mohon tunggu...
dr. Ayu Deni Pramita
dr. Ayu Deni Pramita Mohon Tunggu... Dokter - Suka menulis tentang kesehatan, investasi dan budaya

Seorang dokter sederhana berasal dari Bali yang ingin berbagi ilmu dan pengalaman melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Toxic Positivity: Memaksakan Berpikir Positif yang Berdampak Emosi Negatif

17 Oktober 2020   06:03 Diperbarui: 29 Juli 2021   06:58 4151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pura-pura bahagia dan selalu berpikir positif disebut toxic positivity yang bisa mengganggu kesehatan mental.| Sumber: Thinkstock via health.grid.id

Banyak quotes motivasi mengajak kita untuk selalu berpikir yang positif ketika sedang dirundung masalah atau kegagalan berulang kali.

"Tetaplah berpikir positif, lebih banyak bersyukur, terus berjuang" atau ada juga perkataan dengan kalimat

"Ayo donk, kamu harus semangat. Jangan terlena hanya karena kamu gagal. Masih bisa dicoba lagi!"

"Jangan mengeluh, masih banyak orang susah tetap berjuang"

Tidak semua orang yang mengalami masalah atau musibah merasa lebih berenergi positif diberi nasihat yang positif dan dimotivasi. Terkadang mereka hanya butuh didengarkan saja atau butuh teman yang empati dan mengerti perasaannya.

Kata penyemangat memang penting dalam memotivasi diri agar bisa menjadi pegangan dalam bertahan hidup namun bagi sebagian orang, mungkin akan menyengat hati dan mengganggu psikisnya. Kondisi inilah yang disebut "toxic positivity". Mengapa kata-kata positif menjadi "toxic"?

Ilustrasi Toxic Positivity; idaqu.ac.id
Ilustrasi Toxic Positivity; idaqu.ac.id

Kata penyemangat tapi menyengat hati

Ketika seseorang memberi perhatian melalui semangat dan mengajak untuk melihat hal yang positif disaat temannya melewati pengalaman mengecewakan, tanpa pertimbangkan pengalaman yang dirasakan atau tanpa memberi waktu untuk meluapkan perasaan emosinya, itulah "toxic positivity".

Perasaan emosi yang ditekan atau tidak diluapkan akan berpengaruh gangguan psikisnya yang kemudian timbul gangguan cemas hingga depresi. Setiap orang berhak untuk meluapkan emosi, sedih, takut, atau Bahagia. 

Tapi jika perasaan-perasaan ini disangkal atau dipendam hanya untuk terlihat positif dan bahagia didepan orang lain, ini akan berdampak emosi negatif yang menumpuk. 

Jika ini berlanjut akan memicu stres dan gangguan psikis disertai gangguan fisik (psikosomatis). Tidak baik memendam emosi yang menumpuk karena akan berpengaruh kesehatan mentalnya.

Saat merasa sedih, kecewa, marah, perasaan ini tidak diluapkan dan memaksakan untuk berpikir positif dan menampilkan bahwa tidak terjadi apa-apa, sebenarnya ada perasaan menyalahkan diri sendiri karena tidak sesuai ekspektasinya. Sehingga akan memperburuk perasaan negatif dalam diri.

Empati yang dibutuhkan bukan "positivity" yang toksik

Kata penyemangat yang memotivasi memang membantu dalam memulihkan perasaan yang akan menyerah, namun tidak semua kata-kata positif mengobati perasaan negatif dikala menghadapi pengalaman hidup yang mengecewakan. 

Apalagi disaat menghadapi kekecewaan terberat, kegagalan berulang kali, mendengar kalimat ini "Hidup harus disyukuri, tidak boleh patah semangat. Pasti nantinya kamu berhasil..." kata-kata yang memotivasi tapi bisa juga menorehkan luka, hati yang tidak puas. 

Tidak semua orang butuh nasihat yang positif, namun yang paling dibutuhkan adalah empati.

Ilustrasi: Kalibrr Indonesia
Ilustrasi: Kalibrr Indonesia

Ada beberapa tips agar kita tidak menjadi "toxic positivity" bagi orang lain:

1. Menghargai perasaan yang dirasakan orang lain

Berikan ruang bagi orang yang ingin mencurahkan perasaannya dan menceritakan permasalahannya. Tidak baik menyela ataupun langsung menilai masalah yang ia hadapi. Tunjukkan rasa empati bukan langsung menilai seseorang dan memberi nasihat tanpa memahami masalah yang dihadapi sebenarnya.

2. Setiap orang memiliki kekuatan mental yang tidak sama

"Gitu aja kamu nangis? Baru juga kamu gagal dua kali. Coba si B yang sudah beberapa kali gagal, tetap dia semangat." 

Setiap orang memiliki toleransi dalam menghadapi masalah itu berbeda walaupun masalahnya dianggap sama. Seandainya kita berbicara seperti membandingkan dengan kemampuan orang lain yang lebih kuat dalam menangani masalah, itu akan membuat orang tersebut frustasi dan tertekan.

3. Tidak perlu membandingkan kesulitan-kesulitan orang lain

"Jangan terlalu ditangisi hanya karena dimarahi bosmu. Masih ada kok pengemis yang lebih susah tapi masih bisa menahan kesedihan dan rasa laparnya."

Membandingkan masalah dengan orang lain bukannya membuat lebih termotivasi malah akan membuatnya terpojok dan tak berdaya. Sebaiknya menunjukkan rasa empati jika ada teman yang curhat bukan membandingkan dengan masalah orang lain.

4. Menjadi pendengar yang baik

Menjadi pendengar yang baik daripada memikirkan kata-kata motivasi mungkin cara kita menghindari "toxic positivity". Biarkan temannya untuk curhat dan mengungkapkan ekspresi emosinya baik itu sedih, menangis, atau kesal. 

Mencoba menjadi pendengar yang baik dari awal hingga selesai bercerita akan membuat rasa lega buatnya dan perlu juga merespon "wajar kamu marah dan kecewa, mungkin kalau aku di posisimu merasakan hal yang sama. Tapi, aku percaya kamu pasti bisa melewati masalah ini"

Hati-hati menggunakan kata-kata positif yang ingin membangun malah akan menjadi "toxic positivity". Menjadi pendengar yang baik dan tidak menyinggung kemampuan atau kesulitan yang dihadapi, merupakan cara yang aman untuk menghindari "toxic positivity".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun