"Aku berusia 28 tahun, baru setahun menjadi karyawan tetap di perusahaan besar. Pertengahan tahun ini berencana menikahi kekasihku. Rasanya tabunganku sudah mencukupi untuk merayakan pesta pernikahan kami. Namun ketika Corona menyerang, mungkin aku pertimbangkan lagi rencana yang sudah kusiapkan setahun lalu. Selama ini ayahku menjadi tulang punggung keluarga ini. Sejak bulan April ayahku di-PHK tanpa pesangon, ya walaupun sebagai karyawan swasta yang sudah mengabdi lebih dari 15 tahun. Kini aku yang menanggung kebutuhan keluargaku, membiayai kuliah adikku dan membereskan sisa hutang orang tuaku. Sekarang tabunganku sisa seperempatnya. Bagaimana rencana pernikahanku? Jika menikah sekarang, apa aku bisa menafkahi istriku dan anakku nanti? "
Selain merubah peradaban manusia, pandemi Corona ternyata mampu merubah rencana pernikahan. Seandainya kita bisa memprediksi wabah Corona adalah sebuah bencana bagi perekonomian dan Kesehatan, tentunya kita menyiapkan banteng bagi keuangan dan masa depan. Sebuah ilustrasi kisah anak muda direndung kegalauan antara melanjutkan rencana pernikahan atau mengejar karir karena kondisi ekonomi keluarga?
Menikah adalah pilihan dan diputuskan dari diri sendiri. Hanya kita yang tahu kapan menikah, bagaimana kesiapan kita, bagaimana keyakinan kita terhadap pasangan kita. Ketika sudah menyantapkan diri untuk menikah terkadang ada hambatan berbagai faktor misalnya masalah keluarga, keuangan terganggu, atau masalah kesehatan.
Menikah dulu
Mengadakan acara pernikahan walaupun sederhana dan dihadiri sedikit orang tentunya harus mengikuti protokol Kesehatan Covid-19, mewajibkan pemakaian masker, cuci tangan, jaga jarak dan tidak berkontak fisik seperti bersalaman. Ada bagusnya menikah saat pandemi, misalnya untuk menghindari kerumunan bisa mengundang keluarga saja, acaranya yang sederhana, harga paket acara pernikahan lebih murah dan pasti menghemat biaya. Tidak terlalu pusing memikirkan konsep acara pesta pernikahan, tidak perlu menyewa tempat (gedung atau hotel) untuk resepsi pernikahan, bahkan bisa menghemat biaya nikah 30-70%.
Memutuskan untuk menikah berarti harus siap mental dan kematangan finansial. Menikah bukanlah sebuah ikatan janji pada sepasang cincin yang melingkar, tapi lebih dari itu. Kesiapan mental untuk menerima sifat buruk antar pasangan, dan siap adanya  badai rumah tangga menghadang.Â
Namun melihat kondisi ekonomi seperti diilustrasikan yaitu sebagai tulang punggung keluarga, bertanggungjawab terhadap istri dan anak nantinya, tentunya harus siap menerima risiko besar ditengah krisis pandemi. Perlu kerjasama dan komitmen kuat diantara pasangan untuk saling mendukung dan mengerti tentang kondisi masing-masing.Â
Tidak ada Batasan bahwa suamilah yang harus bekerja keras mencari nafkah sedangkan istri hanya mengurus rumah tangga. Sekarang zamannya keterbukaan, istripun bisa sambil bekerja atau berjualan online apalagi dengan manfaatkan musim pandemic. Begitu pula sebaliknya, tidak seterusnya istri menghabiskan waktunya di dapur membereskan rumah tangga, namun suami juga ikut membantunya. Disinilah peran keterbukaan dan Kerjasama dalah berumah tangga.
Mengejar Karir Dulu