Mohon tunggu...
dr. Ayu Deni Pramita
dr. Ayu Deni Pramita Mohon Tunggu... Dokter - Suka menulis tentang kesehatan, investasi dan budaya

Seorang dokter sederhana berasal dari Bali yang ingin berbagi ilmu dan pengalaman melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Penggemukan Paksa Sejak Balita, Hukuman Menanti Jika Menolak

27 Juni 2020   21:14 Diperbarui: 27 Juni 2020   21:21 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebanyakan perempuan berbagai negara mendambakan tubuh yang langsing ideal. Bahkan mereka rela program diit dan olahraga ekstra agar mencapai tubuh ideal dan tampil menarik. Berbeda halnya nasib perempuan di Mauritania, Afrika. Sejak balita, para perempuan ini dipaksa makan walapun perut mereka sudah kenyang. 

ini dikenal "Leblouh" bertujuan agar tubuh mereka lebih cepat gemuk. Para orang tua menginginkan putri mereka agar cepat dilamar karena biasanya para pria lebih menyukai perempuan gemuk untuk menjadi istrinya. Wanita yang gemuk identik dengan wanita cantik, seksi, dan penuh gizi. Malah jika wanita semakin gemuk malah menjadi rebutan para pria. 

Bagi orang tua menganggap jika anak perempuannya tidak gemuk maka tidak laku dan akan menjadi beban hidup dikeluarga. Oleh karena itu, sejak balita sudah dipaksa makan bahkan sampai menangis, muntah dan perut kesakitan, mereka akan tetap dipaksa makan.

Tradisi Leblouh, penggemukan paksa pada perempuan sejak balita dimana mereka dipaksa makan setiap harinya dengan porsi 2 kilogram jewawut, 2 cangkir mentega dan 20 liter susu unta atau kambing yang setara 16.000 kalori per hari sedangkan kebutuhan kalori anak normalnya adalah 1100-2000 kalori per hari. Untuk melakukan tradisi ini, para orangtua mengajak anak perempuannya berkemah di tengah gurun.

Bagaimana kalau anak perempuan menolaknya?

Dilansir dari ABC, Chaiaa Mohamed Salem, seorang perempuan berusia 44 tahun menceritakan penderitaannya saat menjalani tradisi ini. Dia dipaksa makan oleh ibunya, sempat dia menolak karena perutnya sudah tidak kuat menampung makanan lagi. Karena dia menghindar, dia dipukul oleh ibunya dengan 2 balok kayu. 

Saat dia muntahkan lagi makanannya, maka akan dipaksa makan kembali muntahannya. Ada juga hukuman fisik lainnya, jari tangannya diikat tali menjepit sebuah tongkat sehingga kesakitan. Jadi jika anak perempuan yang sudah menginjak umur 15 tahun maka akan kelihatan wajah seperti perempuan berusia 30an tahun. Ini karena faktor kegemukan dan tekanan psikis.

Menurut Chaiaa, tradisi di negaranya menuntut agar perempuan memiliki lengan dan paha besar. Memiliki bagian tubuh yang besar melambangkan sumber kebahagiaan dan akan memudahkan untuk memiliki anak banyak.

Akibat tradisi ini tentunya malah berdampak pada gangguan kesehatan seperti obesitas, hipertensi, kencing manis bahkan depresi.

Berbagai kalangan dan aktivis perempuan bergerak dan menentang tradisi ini karena sangat merugikan kesehatan para perempuan dan melanggar hak asasi manusia. Pemerintahpun ikut berjuang dengan mengkampanyekan dan mengadakan penyuluhan tentang dampak kesehatan dari tradisi ini. Walapun demikian, daerah pedesaan kelas menengah kebawah masih juga melestarikan tradisi Leblouh ini kerena menurutnya agar kehidupan keluarganya tidak terbebani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun