Praktik ini bisa dilakukan oleh dokter dan bidan dengan metode "menggores kulit yang menutup klitoris bagian depan tanpa melukai klitoris yang menggunakan jarum steril".
Permenkes tentang praktik yang mengizinkan sunat perempuan lagi-lagi ditentang oleh aktivis perempuan dan kalangan medis. Akhirnya peraturan ini dicabut kembali Menteri Kesehatan tahun 2013.
Walaupun demikian, praktik sunat perempuan masih ditradisikan hingga kini dan masih dilakukan oleh dukun sunat atau tenaga medis.
Dari segi medis, sunat perempuan tidak memberi manfaat. Lain halnya dengan sunat laki-laki, (istilah medisnya "sirkumsisi") sangat memberi manfaat kesehatan.
Masalah kesehatan yang akan terjadi pada sunat perempuan tergantung dari alat yang digunakan apakah steril atau tidak, orang yang melakukan sunat apakah sudah berpengalaman dan alat yang digunakan apakah seperti silet, pisau, kaca atau jarum.
Masalah kesehatan yang berdampak misalnya:
- Rasa sakit yang tak tertahan.
- Rasa perih san sakit saat kencing atau jongkok
- Pendarahan
- Infeksi pada luka sunat, tetanus atau HIV (perlu penggunaan alat steril)
Lalu, sebenarnya sunat perempuan diperbolehkan atau tidak?
Yang pasti, praktik sunat perempuan masih dilakukan sampai sekarang walaupun kontroversial baik dari medis maupun tradisi budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H