JAKARTA - Menteri  PANRB Yuddy Chrisnandi mengungkapkan bahwa gelar Guru Besar yang diraihnya dari Universitas Nasional (Unas) merupakan hasil ketekunan dan kedisiplinan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sekaligus menepis anggapan sementara pihak yang berpendapat bahwa gelar akademik tertinggi itu diraih dengan cepat setelah dia menjabat sebagai Menteri.
Diakuinya, banyak kalangan yang lebih mengenal dirinya dari kiprahnya di dunia politik. Padahal Yuddy sebenarnya begitu menekuni kariernya di bidang akademis. Bahkan dari dulu, setiap awal tahun pria kelahiran Bandung 29 Mei 1968 ini selalu menuliskan cita-cita untuk meraih gelar Guru Besar di daftar teratas resolusi yang dibuatnya.
"Banyak orang mengenal saya karena kiprah di dunia politik, padahal saya juga sangat concern dengan karir akademik. Bahkan sedari dulu setiap awal tahun saya selalu menuliskan cita-cita meraih gelar Guru Besar di daftar teratas resolusi yang saya buat, dan alhamdulilah sekarang terwujud," ujar Yuddy saat menerima Surat Keputusan (SK) Pengesahan Guru Besar di Gedung Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah III, Jakarta, Rabu (29/04).
Yuddy menuturjkan, ia mulai menjalani karir akademik pada tahun 1997, selepas menyelesaikan studi pasca sarjana di Universitas Indonesia (UI). Saat itu ia melamar menjadi dosen junior di FISIP Unas dan mendapat jatah mengajar kelas malam. Bertahun-tahun ia menjalani dengan tekun, tahapan karir akademik di Unas seraya terus mengasah kemampuan menulis karya-karya ilmiah yang dikirimkan ke berbagai jurnal di tingkat nasional, regional, dan internasional.
"Saya aktif menulis karya ilmiah, dan banyak di antaranya yang dimuat di jurnal-jurnal ilmiah bergengsi. Namun karena keaktifan saya di politik, jadinya karir akademik tidak banyak terekspos," kenang Yuddy.
Ayah Ayesa menyadari juga bahwa banyak orang mengira karena posisinya  sebagai menteri, makanya cepat meraih gelar Guru Besar. “Padahal tidak seperti itu. Saya memperjuangkan hal ini selama lima tahun lebih lho. Jauh sebelum saya menjadi menteri," sergah Yuddy yang disambut dengan tepuk tangan para hadirin.
Yuddy menuturkan, lima tahun lalu ia kembali serius menekuni karir akademiknya. Ia mengaku merasa terpanggil untuk meraih gelar Guru Besar karena terinspirasi oleh teman-temannya yang lebih dulu sukses meraih gelar tertinggi di ranah karir akademik tersebut.
Salah satu teman sukses yang disebutnya adalah mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Firmansyah. "Saya kagum dengan beliau. Usianya 4 tahun lebih muda dari saya, namun karir akademiknya begitu gemilang. Saya pun menjadi termotivasi untuk melanjutkan cita-cita yang tertunda," ujar Yuddy.
Motivasi tersebut kemudian dikuatkan dengan komitmen untuk tekun dan disiplin untuk memenuhi seluruh syarat berkas pengajuan gelar Guru Besar. Yuddy sampai rela berburu banyak sumber ilmiah di berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan dan luar negeri. Ia juga aktif melakukan konseling dengan banyak jejaring pertemanannya di seluruh dunia guna menguatkan data observasi yang digunakan untuk proyek karya ilmiah internasional yang disyaratkan oleh Ditjen Pendidikan Tinggi.
"Sempat ada beberapa perdebatan dengan Dikti, terutama mengenai beberapa syarat penulisan dan penerbitan yang berbeda dengan yang disyaratkan oleh dunia akademik internasional," ujar Yuddy yang mengaku bahwa tesisnya diterbitkan oleh Universitas Sabah Malaysia.
Beruntung polemik tersebut dapat diselesaikan dengan win-win solution dan proses pemberian gelar Guru Besar pun dapat terlaksana dengan baik. "Ketekunan dan disiplin dalam meraih gelar Guru Besar telah mencambuk diri saya untuk menjadi lebih baik ke depannya, termasuk dalam menjalani aktivitas sebagai menteri," tukas Yuddy.