Pada tahun ini pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merevisi kebijakan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan untuk Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah 1 miliar rupiah. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan gubernur (Pergub) Nomor 38 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Pergub Nomor 259 Tahun 2015 tentang Pembebasan atas Pajak Bumi dan/atau Bangunan Perdesaan dan/atau Perkotaan atas Rumah, Rumah Susun Sederhana Sewa dan Rumah Susun Sederhana Milik dengan Nilai Jual Objek Pajak sampai dengan Rp.1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah).
     Adapun revisi yang dilakukan pada pergub ini ialah, dalam aturan yang baru antara Pasal 2 dan 3 disisipkan satu Pasal yakni Pasal 2A, yang berbunyi "Pembebasan PBB-P2 dikecualikan terhadap objek pajak yang mengalami perubahan data wajib pajak karena peralihan hak kepemilikan atau penguasaan atau pemanfaatan kepada wajib pajak badan," Lalu diantara Pasal 4 dan 5 juga disisipkan satu pasal yakni Pasal 4A yang berbunyi "Pembebasan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2019,".Â
     Selanjutnya, antara Pasal 5 dan 6 disisipkan Pasal 5A yang berbunyi "Wajib pajak orang pribadi yang telah diberikan pembebasan PBB-P2 untuk tahun pajak sampai dengan tahun 2018 sebelum berlakunya pergub ini tetap diberikan pembebasan PBB-P2," dan yang terakhir dalam Pergub ini memuat Pasal II yang menjelaskan, pada saat Pergub ini berlaku maka aturan yang sebelumnya dicabut atau dinyatakan tidak berlaku. Perlu juga digaris bawahi Pergub 38 Tahun 2019 ini berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku surut terhitung sejak 1 Januari 2019.
Ada 2 poin yang menjadi pro-kontra dalam pergub 38 tahun 2019 sebagai bagian dari revisi pergub nomor 259 tahun 2015, yaitu:
Pertama, tertera dalam Pasal 2A, pembebasan PBB tidak diperuntukkan bagi objek pajak yang mengalami peralihan kepemilikan.
"Pembebasan PBB-P2 dikecualikan terhadap objek pajak yang mengalami perubahan data wajib pajak karena peralihan hak kepemilikan atau penguasaan atau pemanfaatan kepada wajib pajak badan."
Kedua, tertera dalam Pasal 4A, yang menyebutkan pembebasan PBB-P2 yang tertera di Pasal 2 hanya berlaku hingga waktu tertentu.
"Pembebasan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2019."
      Publik memahami kedua pasal ini sebagai bentuk penghapusan pembebasan PBB pada akhir tahun ini. Sementara, maksud kebijakan ini adalah menghentikan aturan lama yang menjadikan pemilik bangunan dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar sebagai penerima pembebasan PBB. Sebagaimana diketahui Pemerintah DKI akan melakukan pendataan ulang terkait rumah atau rusun yang selama ini menerima pembebasan PBB, karena banyak dari mereka yang tidak lagi sesuai dengan aturan yang memungkinkan terjadi kecurangan dalam membayar pajak. "Misalnya gedung dihitung per lantainya 1.000 meter, dalam kenyataannya bisa jadi 1.200 meter," Selain itu, bangunan rumah yang dilaporkan sebagai hunian yang selama ini menerima pembebasan PBB, ternyata banyak yang digunakan untuk kepentingan komersial. Sebagaimana dikutip melalui Kompas.com bahwa Anies berpendapat, "Kami akan buat kebijakan tentang PBB yang komprehensif termasuk tempat-tempat yang disebut sebagai rumah tinggal, tetapi dalam praktiknya digunakan untuk kegiatan komersial seperti misalnya kos-kosan dan warung,"Â
"Sekarang sedang dilakukan pemotretan oleh drone yang keliling Jakarta. Sampai nanti informasi lengkap. Mungkin Juni-Juli," lanjut anies.
     Sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta pada bulan April 2019 telah meluncurkan program yang bernama fiscal cadaster PBB-P2. Adapun tujuan peluncuran program tersebut sebagaimana dikutip dari website BPRD Jakarta, agar nantinya pemerintah DKI Jakarta memiliki data yang lengkap, detail dan akurat  mengenai PBB dan juga pajak-pajak yang lain sehingga nantinya keputusan yang diambil mendasarkan pada kenyataan yang ada dilapangan. Dalam pelaksanaannya, fiscal cadaster melibatkan 721 orang yang nantinya akan menjadi pengumpul data di seluruh wilayah DKI Jakarta. Adapun program tersebut akan dimulai dari 5 kecamatan terlebih dahulu, yaitu kecamatan Tanah Abang, Kebayoran Baru, Cilandak, Setia Budi dan Penjaringan serta ditargetkan akan selesai dari total keseluruhan 44 kecamatan pada desember 2019.
      Lantas, kaitan antara Pergub Nomor 38 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Pergub Nomor 259 Tahun 2015 dengan pelaksanaan program Fiscal Cadaster yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dalam hal ini melalui Badan Pajak & Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta ialah sebagaimana ucapan Anies yang dikutip melalui Kompas.com, bahwa sistem pemungutan PBB-P2 yang terjadi saat ini masih dirasa kurang tepat sasaran. Hal ini terjadi karena banyak nya masyarakat yang memanfaatkan fasilitas pembebasan PBB-P2 bagi objek pajak rumah tinggal yang memiliki NJOP di bawah Rp 1 miliar, namun pada dasarnya atas objek tersebut bukanlah rumah tinggal.
      Dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 259 Tahun 2015 jelas mengatur bahwa pembebasan PBB-P2 diperuntukan bagi Rumah, Rumah Susun Sederhana Sewa dan Rumah Susun Sederhana Milik dengan Nilai Jual Objek Pajak sampai dengan Rp.1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah). Namun, dalam isi ketentuannya itu sendiri masih banyak sekali celah yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk mendapatkan fasilitas ini meskipun dinilai tidak memenuhi syarat atas objeknya. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Pergub DKI Jakarta Nomor 259 Tahun 2015, bahwa pemberian pembebasan PBB-P2 sebagaimana dimaksud diberikan secara otomatis melalui sistem informasi PBB, sehingga atas NJOP PBB yang nilainya sampai dengan Rp.1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) akan otomatis dibebaskan dalam perhitungannya tanpa harus mengajukan permohonan terlebih dahulu.
     Sebelumnya perlu diketahui bahwa pendataan objek pajak PBB agar dapat ter-input kedalam sistem informasi PBB ialah melalui mekanisme pelaporan Surat Pernyataan Objek Pajak (SPOP) yang dilakukan oleh Wajib Pajak, baik untuk pelaporan Objek PBB baru maupun pemutakhiran data atau semacamnya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 Pergub DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2011. Â
      Hal tersebutlah yang harus menjadi pengawasan lebih lanjut bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dalam hal ini melalui Badan Pajak & Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta agar pelaksanaan pemungutan pajak dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena pada pelaksanaannya dilapangan masih banyak sekali wajib pajak PBB yang kurang sadar untuk melaporkan Surat Pernyataan Objek Pajak (SPOP) secara berkala.
     Sementara itu, pelaksanaan program fiscal cadaster yang sedang dilaksanakan saat ini merupakan solusi tepat untuk mengawasi wajib pajak yang dalam melakukan pelaporan objek PBB melalui Surat Pernyataan Objek Pajak (SPOP) tidak secara berkala (tidak melakukan update data pada saat mengalami perubahan objek PBB) dan juga sebagai sarana untuk memastikan  data PBB yang dilaporkan oleh wajib pajak melalui Surat Pernyataan Objek Pajak (SPOP) masih sesuai dengan objek yang terdapat dilapangan.
     Sehingga nantinya diharapkan tujuan utama dari pelaksanaan ketentuan perpajakan yang berlaku terutama untuk objek PBB ini, dapat terlaksana dengan baik sebagaimana mestinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H