Nama Suku Duano berasal dari kata duano (bahasa Duano) yang artinya laut. Dari kosa kata tersebut dapat diartikan nama Suku Duano sebagai orang laut. Kelurahan Tanjung Solok dan Kampung Nelayan pengetahuan akan asal-usul Suku Duano hanya diketahui oleh para generasi tua. Pengetahuan ini pun terbatas dan hanya berdasarkan tradisi lisan yang mereka dapatkan dari orang tua terdahulu, namun itu pun tidak rinci. Asal usul Suku Duano menurut tradisi lisan yang berkembang adalah berasal dari Tanah Arab, yakni Jedah. Leluhur Suku Duano ini berlayar menggunakan perahu (kolim). Di sebuah pantai kapal leluhur Suku Duano dihadang oleh angin kencang dan gelombang besar. Hal ini menyebabkan kapal yang ditumpangi oleh leluhur Suku Duano ini pecah dan hancur. Dengan sisa pecahan perahu leluhur Suku Duano terus berlayar tanpa tujuan dan kemudian terdampar di sebuah beting.
Sementara itu menurut Pak Asri yang menjadi Ketua Suku Duano Kelurahan Tanjung Solok menyatakan bahwa Suku Duano asalnya dari Johor dan Riau. Suku Duano adalah orang yang pertama kali membuka pemukiman di Tanjung Solok. Masyarakat Suku Duano di Jambi meyakini bahwa nenek moyang mereka berasal dari daerah Riau yang bermigrasi ke arah selatan hingga sampai di perairan Jambi. Nama Suku Duano awalnya adalah Orang Laut. Saat Kongres Bahasa tahun 2000-an di Pekanbaru-Riau, nama Orang Laut yang hidup di Indragiri Hilir dan Jambi diganti menjadi Suku Duano. Penggantian nama ini karena mereka telah memeluk agama Islam dan mengadopsi budaya Melayu. Orang Laut ini tidak mau disamakan dengan Suku Laut lainnya yang tidak beragama, tinggal di perahu dan memelihara anjing yang mereka anggap bertentangan dengan ajaran Islam.
 Masyarakat Suku Duanu yang tinggal di perairan pinggir laut Provinsi Jambi,menjadikan laut sebagia bagian dari kehidupan mereka, walaupun daratan dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa, mereka tetap tinggal di laut. Badai dan Ombak adalah sahabat sehari-hari masyarakat Kampung Laut. Asal-usul masyarakat Suku Duanu Kampung Laut, berdasarkan hasil wawancara mereka berasal dari Kepulauan Riau, yang melakukan migran hingga ke Kuala Jambi, Tanjung Jabung Timur. Menurut BrniceBellina, Roger M. Blench &Jean-Christophe Galipaud eds, mengatakan bahwa asal mula sejarah perjalanan migran orang Laut ini melalui kemaritiman di asia tenggara sekitar 20.000 tahun lalu, sehingga dari percampuran kultur pengembara Laut ini dapat dilihat melalui bahasa yang digunakan dan praktik budaya. Bahasa-bahasa ini memiliki hubungan yang erat dengan bahasa daerah Melayu.Bahasa yang digunakan masyarakat Kampunglaut, bermacam-macam ada yang menggunakan bahasa Melayu dengan dialek esangat mirip sekali dengan bahasa Malaysia, Bahasa Bugis dan menggunakan dialek Duano.Percampuran bahasa ini disebabkan oleh perkawinan antara masyarakat laut dengan orangMelayu Jambi. Masyarakat Suku Duano berbahasa dialek Malaysia, karena sebagian orang yang tinggal di Johor merupakan Nelayan yang merupakan bagian dari orang kuala Duano tinggal di Jambi. Diperkirakan tahun 1980 sebagaian, mereka sudah bergabung dengan masyarakat setempat karena pemerintah menggalakan penduduk, mereka sudah ada yang bekerja sebagai petani karet, buah, dan upah buruh, hidup secara dominan dengan memproduksi komoditas pasar.Â
 Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Austronesia Secara historis Orang Laut yang berada dilokasi antara Kepulauan Riau dan Timur Pantai Sumatra, dalam hal ini termasuk Jambi,menggunakan dialek Melayu, yangtermasuk pada Bahasa Austonesia dan Bahasa Melayu- Polenesia Barat. Bahasa Orang Laut yang digunakan berdasarkan pada sub kelompok, menggunakan Bahasa Melayu,Kecualli Duano sebagian besar wilayah pesisir pantai Riau dan Provinsi Jambi, Suku Duono Kuala atau di muara sungai berbahasa Melayu yang telah dirubah kedalam bahasa Duano atau percampuran bahasa,awalnya menggunakan bahasa Austronesia Kuno,dan bertahap mereleksifikasikan dari bahasa melayu, tetapi tetap mempertahankan fonolog dan leksikon bahasa Austronesia kuno. Mayoritas masyarakat Suku Duano beragama Islam, sangat menghormati Alam.Tradisi yang sangat dipegang teguh oleh masyarakat Duano adalah tidak turun kelaut pada hari jum'at,mereka tetap istirahat dirumah
Mata pencaharian Masyarakat Suku Duanu Kecamatan Kuala Jambi Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah Nelayan. Mereka akan menjual kepada tengkulak hasil tangkapan, baik berupa udang, ikan, kerang, maupun kepiting. Biasanya para Nelayan berangkat setelah waktu Subuh dan pulang pada waktu magrib, tergantung pada penghasilan tangkapan. Jika hasil tangkapan sedikit, biasanya para Nelayan 2-3 hari dilaut. Cara pengawetan hasil tangkapan berupa garam dan beberapa peti es, agar ikan,udang, kepiting, kerang dan hasil laut lainnya dapat bertahan.Â
 Berkaitan dengan sistim pengobatan, masyarakat suku Duanu menggunakan media alam dan rempah-rempahan sebagai sistem pengobatan. Pengobatan Tradisioanal inimemiliki ritual-ritual atau upacara pengobatan, seperti pada pengobatan yang disebabkan oleh Laut, maka mereka akan membuat Takil dalam bahasa bugis masyarakatsuku duanu, merupakan perahu kecil di ukir yang terbuat dari pelepah pohon nipah yang beisi rempah-rempah dapur, yang dilepaskan dialut lepas sebagai tanda pengakuan jikaseseorang bersalah terhadap makhluk yang ada dilaut, sebagai tukar ganti penebus kesalahan.
 Pada bidang pendidikan, menurut hasil riset M, Syafran, dkk, Masyarakat Suku Duano bahwa pendidikan sangat kurang sekali diminati oleh anak-anak Suku Duanu,mereka hanya menjalani Sekolah Dasar Kelas 3, 4 dan 5,setelah itu mereka putus sekolah. Namun, ada juga yang menyelesaikan pendidikan hanya sebatas lulus Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Menengah atas, tidak ada yang masuk ke perguruan Tinggi, hal ini beranggapan bahwa setinggi apapun pendidikan, mereka tetap akan ke Laut, meskipun orang tua mereka menganggap pendidikan itu sangat penting, tetapi bekerja sebagai nelayan di Laut lebih penting.Â
 Salah satu tradisi yang ada di kampung laut suku duano yakni Tradisi nyumbun atau mencari kerang sumpun mempunyai filosofi dan mengajarkan agar ramah dan menghormati laut. Tradisi nyumbun dulunya hanya dilakukan turun temurun oleh warga Suku Duano. Namun kini tradisi itu juga dilakukan oleh warga suku lainnya di Kampung Laut, Kabupaten Tanjung jabung Timur. Bahkan kini tradisi itu menjadi pagelaran wisata yang dikemas melalui festival.Sebelum dimulainya tradisi nyumbun,terlebih dulu dilakukan ritual menggunakan tepung tawar. Ritual menggunakan tepung tawar disiapkan oleh tetua kampung di Kampung Laut.Tepung tawar dan beras kunyit harus disiapkan dan wajib lengkapi sebelum tradisi nyumbun dilakukan. Tepung tawar memiliki makna salam selamat datang,tujuannya untuk mohon perlindungan supaya diberi keselamatan saat turun ke beting.Bagi masyarakat Tanjung Jabung Timur, Kampung Laut dikenal sebagai daerah penghasil sumbun. Daerah ini pertemuan antara air sungai dengan air laut yang banyak mengandung makanan dan bahan organik lainnya. Cara menangkap sumbun dilakukan dengan mengunakan alat berupa lidi. Diujung lidi tersebut diberi kapur, kemudian dimasukan ke dalam lubang sumbun, tidak beberapa lama kemudian sumbunnya akan mabuk dan akan muncul keluar dari lubangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arman dedi, tradisi nyumbun menjaga laut. September ,8 ,2021.
(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/tradisi-nyumbun-menjaga-laut/)
Azhari, Ichwan, Onggal Sihite, and Ida Liana Tanjung."Perubahan Pola Permukiman Orang Laut Suku Duano."JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial 10.2 (2018): 223-234.
(https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis/article/view/11139)
Juliana ratih. "simbol kepercayaan dalam permainan rakyat pada komunitas suku Laut duano di Desa Kampung Laut Kecamatan Kuala Jambi Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi".september, 7,2021.
(https://www.academia.edu/40941702/RATI_JULIANA_ARTIKEL_SUKU_DUANO_JAMBI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H