Â
Sejarah Islamisasi
Islam konon pertama kali muncul di Jawa Timur pada abad ke 11. Bukti masuknya pengaruh Islam ke Jawa Timur pada abad ke 11 adalah ditemukannya makam umat Islam di Leran- Gresik, tepatnya makam Fatimah binti Maimun, bertanggal 475 H/1082 M. Kemudian, sekitar abad ke-14, bukti-bukti dihadirkan. di Pulau Jawa tentang kuatnya peran masyarakat Islam, khususnya dengan adanya makam kuno yang berasal dari tahun 1368 M di Troloyo, dekat pusat kerajaan Majapahit.
Pada masa pra Islam, sebagian besar masyarakat di Jawa Barat beragama Hindu dari kerajaan Pajajaran. Menurut legenda, Haji Purwo adalah orang Islam pertama yang tiba di Jawa Barat  pada tahun 1337 Masehi. Namun setelah gagal meyakinkan Petinggi Kerajaan Galuh untuk masuk Islam, Haji Purwo memutuskan untuk pergi ke Cirebon. Sedangkan dalam Carita Purwaka Caruban Nagari yang ditulis pada awal abad ke-15, seorang pemuka agama Islam dari Campa bernama Sheikh Quro mengunjungi suku Tatar Sunda. Dalam perkembangan selanjutnya, anggota rombongan Syekh Datuk Kahfi  dari negeri Arab datang ke Cirebon dan mendirikan rumah di Bukit Amparan Jati. Sheikh Datuk Kahfi-lah yang akhirnya menjadi guru spiritual dari Pangeran Cakrabuana. Pangeran Chakrabuana yang tidak diberi hak menjadi pewaris Kerajaan Pajajaran karena menjadi mualaf, kemudian mendirikan Kesultanan Cirebon pada abad ke-15.  Pangeran Cakrabuana yang juga dikenal dengan nama Haji Abdullah Iman berusaha menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Cirebon setelah ia kembali dari ibadah haji.
Tradisi Budaya Keislaman
Setelah mengulas sedikit sejarah Islamisasinya, mari kita bandingkan kebudayaan Islam di dua Provinsi tersebut.
Tahlilan
Tahlilan adalah tradisi berkumpul untuk mendoakan orang yang sudah meninggal di hari ke 3, 7, 40, 100, dan 1000 harinya. Di Jawa Timur tradisi kebudayaan ini sudah melekat pada setiap masyarakat. Tak afdhol rasanya kalau tidak melakukan tradisi yang satu ini. Tidak hanya di Jawa Timur Tahlilan juga dilakukan di Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Barat, dan bahkan di luar Jawa.
Tradisi ini berasal dari adat istiadat Hindu dan Buddha, yakni kenduri/ genduren, dan selamatan. Pada zaman Walisongo dahulu, tradisi ini tidak bisa dibenarkan karena mengandung kemusyrikan. Pada akhirnya para Wali berkumpul untuk membahas tradisi ini dan dirubah sesajen serta mantra-mantranya mengunakan kalimat tahlil, tahmid, dan takbir. Dalam tahlilan, sesajen diganti dengan nasi berkat atau nasi dan lauk pauk yang dibawa pulang oleh orang yang ikut dalam acara tersebut.
Megengan adalah  peringatan bahwa dalam waktu dekat akan datang bulan suci Ramadhan, yaitu bulan yang mengharuskan umat islam berpuasa yaitu menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat membatalkan puasa. Tradisi megengan adalah tradisi menyambut bulan suci Ramadhan dengan mengadakan do'a bersama, ziarah kubur, makan bersama dan bersedekah. Tradisi ini tidak hanya dilakukan di Jawa Timur saja, tetapi juga di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta.
Munggahan
Jika di Jawa ada Megengan, di tatar sunda ada yang namanya Munggahan. Munggahan merupakan tradisi masyarakat Muslim Sunda dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan yang biasanya terjadi pada akhir bulan syaban (satu atau dua hari sebelum Ramadhan).  kata munggahan sendiri berasal dari bahasa sunda, Unggah artinya naik, artinya bulan  suci atau tinggi. Bentuk pelaksanaannya pun bermacam-macam dan hampir mirip dengan Megengan, biasanya berkumpul bersama keluarga dan kerabat, makan bersama, saling memaafkan dan berdoa bersama.
Beberapa tradisi kebudayaan Islam diatas tidak akan ada sampai sekarang ini jika masyarakat semangat untuk melestarkannya. Tradisi kebudayaan juga akan terus ada jika masyarakat Muslim senantiasa mempertahankan nilai-nilai serta praktik-praktik yang telah menjadi integral dari ajaran agama sambil beradaptasi dengan perubahan zaman dan menjaga keunikan serta esensi dari ajaran Islam itu sendiri.
Modal sosial dalam menjaga tradisi kebudayaan Islam adalah kunci utama dalam menjaga, melestarikan, dan meneruskan tradisi kebudayaan Islam. Modal sosial mencakup kolaborasi antarindividu, kepedulian bersama, serta kesadaran akan pentingnya warisan budaya untuk membentuk identitas kolektif yang kuat dalam memelihara dan meneruskan nilai-nilai Islam.
Aspek Politik
Perpolitikan di Jawa Timur juga banyak dipengaruhi oleh Tokoh Islam dari zaman awal kemerdekaan. Banyak sekali tokoh-tokoh politik dan Ulama yang ikut berkontribusi dalam kemerdekaan NKRI. Provinsi Jawa Timur hingga sekarang juga banyak melahirkan tokoh politik dari kalangan agamis -- nasionalis. Menurut data KPU, provinsi di ujung timur Pulau Jawa ini juga memiliki suara pemilih terbanyak kedua di Indonesia setelah Provinsi Jawa Barat. Tak heran jika sampai saat ini peran masyarakat Muslim di Jawa Timur memiliki kesadaran yang kuat terhadap peran politik dalam mempertahankan nilai-nilai Islam serta mendorong kesejahteraan umat. Masyarakat muslim di Jawa Timur cenderung aktif dalam berbagai aktivitas politik, baik melalui partisipasi dalam pemilihan umum, dukungan terhadap pemimpin yang dianggap mewakili nilai-nilai agama, maupun melalui keterlibatan dalam organisasi dan gerakan sosial yang berbasis pada prinsip-prinsip Islam. Hal ini mencerminkan keterikatan yang kuat antara identitas agama dan politik, yang menjadi salah satu pendorong utama dalam partisipasi politik mereka.
Tak jauh beda dengan Jawa Timur. Perpolitikan di Jawa Barat juga banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh politik dari kalangan Islam. Provinsi dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia ini memiliki peran penting dalam perpolitikan nasional. Dilansir dari KPU, Jawa Barat juga menjadi provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak di Indonesia yakni 35,7 Juta disusul Jawa Timur 31,4 Juta. Sudah bisa dipastikan kalau peran pemilih dari kalangan Muslim sangat penting.
Di Jawa Timur dan Jawa Barat, politik sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh dari kalangan Islam sejak awal kemerdekaan. Kedua provinsi ini memiliki peran signifikan dalam politik nasional dengan jumlah pemilih yang besar, terutama dari kalangan Muslim. Masyarakat Muslim di kedua provinsi tersebut aktif dalam aktivitas politik dan memiliki kesadaran kuat terhadap peran politik dalam mempertahankan nilai-nilai Islam serta mendorong kesejahteraan umat. Identitas agama menjadi pendorong utama dalam partisipasi politik mereka.
Yuda Septyano P.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H