Ada hal menarik saat penulis berselancar ke goresan pena Ikhlasia Kinan seorang mahasiswi psikologi. Dalam paparan narasinya melalui
https://www.kompasiana.com/ikhlasiakinan2988/6761c6bded64157ef23f9092/merasa-nyaman-dalam-hubungan-toxic-love-is-blind-but-toxic-relationship-is-painfull?source_from=read_related, ditemukan kata gaslighting. Ikhlasia memaparkan tanda-tanda kita berada dalam toxic relationship diantaranya yaitu  gaslighting , pasangan merasa tidak berharga dan selalu salah. Ketika kita  sering merasa bersalah meski tidak melakukan kesalahan, hal tersebut menjadi penanda gaslighting.
Jujurly, penulis dibuat penasaran tentang istilah gaslighting. Rasa penasaran tersebut memotivasi penulis untuk melakukan hunting terhadap beberapa referensi antara lain Siloam Hospitals. Akhirnya, lahirlah goresan pena ini.
Gaslighting adalah salah satu bentuk manipulasi psikologis yang dapat menimbulkan keresahan dan kecemasan pada korbannya. Adapun salah satu dampak gaslighting yaitu membuat seseorang merasa ragu terhadap dirinya sendiri dan merasa kebingungan. Istilah ini berasal dari drama panggung berjudul Gas Light (1938) dan film adaptasinya (1940 dan 1944), di mana seorang suami secara sistematis memanipulasi istrinya agar merasa kehilangan akal sehat. Gaslighting biasanya dimulai dengan hal-hal sederhana, seperti mengubah detail kecil dalam suatu cerita atau mengingkari janji, sehingga korban gaslighting sering kali tidak langsung menyadarinya.
Apa itu Gaslighting?
Â
Gaslighting adalah bentuk manipulasi psikologis yang dibuat oleh seseorang agar korban meragukan dan menyalahkan dirinya sendiri. Perilaku gaslighting perlu dilawan karena bisa berdampak serius pada kondisi kesehatan fisik dan mental korbannya.
Gaslighting adalah salah satu tanda hubungan toxic yang sering kali terjadi pada sepasang kekasih. Meski begitu, gaslighting juga bisa terjadi pada lingkaran pertemanan bahkan keluarga. Contoh gaslighting dalam hubungan dapat berupa sikap meremehkan, berbalik menyalahkan, memutar balikkan fakta, dan lain-lain.
Gaslighting dapat terjadi karena berbagai alasan, di antaranya:
- Keinginan untuk mengendalikan. Pelaku ingin memiliki kekuasaan atas korban dengan mengendalikan cara berpikir dan perasaan mereka.
- Ketidakmampuan mengakui kesalahan. Beberapa orang menggunakan gaslighting untuk menghindari tanggung jawab atas tindakan mereka.
- Lingkungan yang mendukung manipulasi. Dalam beberapa hubungan atau budaya, perilaku manipulatif diterima atau bahkan dianggap normal.
- Mekanisme pertahanan diri. Beberapa pelaku melakukan gaslighting secara tidak sadar untuk melindungi diri dari perasaan bersalah atau ketidakamanan.
- Pengaruh pola asuh dan pengalaman masa lalu. Individu yang tumbuh dalam lingkungan manipulatif cenderung mengulangi perilaku tersebut dalam hubungan mereka sendiri.
Ciri-Ciri Perilaku Gaslighting
Â
Seseorang yang melakukan tindakan gaslighting biasanya memiliki kepribadian narsistik, arogan, dan sosiopat. Mereka bisa melakukan kebohongan dan manipulasi, namun di sisi lain juga tampak tidak bersalah. Berikut adalah ciri-ciri gaslighting yang penting untuk disadari.
- Sering berbohong. Berbohong adalah salah satu ciri utama perilaku gaslighting. Kebohongan ini biasanya bertujuan untuk meyakinkan korban terhadap skenario yang dibuat. Dengan begitu, korban akan merasa kebingungan dan tidak berdaya.
- Tindakan dan perkataan tidak sesuai. Pelaku gaslighting adalah orang yang manipulatif. Mereka mengatakan banyak hal, namun tindakan atau realitanya tidak sesuai dengan perkataannya. Untuk menyadari tanda ini, usahakan selalu memantau tindakannya alih-alih hanya perkataannya saja.
- Merendahkan orang lain. Demi menjaga harga dirinya atau menghindari kesalahan yang sudah dibuat, pelaku gaslighting tak segan merendahkan orang lain. Hal ini dilakukan dengan cara menyebar gosip, fitnah, dan menceritakan hal buruk tentang orang yang ditargetkan (korban).
- Terus membantah. Â Apabila ada orang lain yang berbicara tentang kesalahan yang dilakukan oleh pelaku gaslighting, pelaku akan selalu membantahnya sehingga korban merasa ragu. Sekalipun ada bukti, pelaku gaslighting bisa membuat korban berpikir bahwa ia hanya salah paham atau justru menyalahkan korban sendiri.
- Membuat korban kebingungan. Sering kali, korban merasa kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan oleh pelaku gaslighting. Ketika korban menyadari adanya kejanggalan, pelaku akan terus-menerus menunjukkan sikap positif, sehingga korban akan merasa kebingungan dan berpikir bahwa pelaku tidak sepenuhnya buruk.
- Playing Victim. Ketika dipojokkan, pelaku gaslighting akan merencanakan sebuah kebohongan yang mengubah posisinya seolah-olah menjadi korban (playing victim). Hal ini ia lakukan untuk menutupi kesalahannya. Akibatnya, korban akan berbalik menyalahkan dirinya sendiri.
- Memanfaatkan hal berharga orang lain sebagai ancaman. Guna melancarkan rencananya, pelaku gaslighting tak segan menjadikan benda atau orang berharga di sekitar korban sebagai senjata ancaman. Ia tak henti menyerang harga diri dan kepercayaan diri korban dengan mengatakan bahwa korban tak pantas mendapatkan hal-hal berharga di hidupnya.
- Melimpahkan kesalahan pada orang. Pelaku gaslighting adalah pelaku utama dalam sebuah kebohongan dan perundungan. Akan tetapi, ia bisa saja berbalik menuduh orang lain melakukan hal tersebut seolah ia tidak melakukan kesalahan apa-apa.
- Pura-pura baik. Sering kali, orang yang melakukan gaslighting juga pura-pura menjadi individu yang baik dan tampaknya mendukung korban. Namun, sebenarnya ia memiliki maksud lain, yakni untuk mengidentifikasi kelemahan korban. Setelah berhasil menemukan kelemahan korban, mereka akan terus mengingatkan dan menyorot kelemahan tersebut. Akibatnya, korban akan merasa bersalah dalam segala hal.