Di sebuah kota kecil di Jawa Barat, Alif dan Adrian tumbuh bersama sebagai sahabat sejati. Alif, seorang muslim yang taat, sering terlihat di masjid kecil di ujung jalan. Sementara Adrian, seorang pemuda Konghucu, kerap membantu ibunya mengurus klenteng keluarga yang dipenuhi aroma dupa.Â
Meski berbeda keyakinan, keduanya seperti dua sisi koin yang saling melengkapi. Alif dikenal serius dan bijaksana, sementara Adrian ceria dan penuh ide gila. Mereka berbagi mimpi sederhana: membuka kafe yang menyajikan teh khas Indonesia dan Tiongkok.Â
Namun, suatu hari, konflik mulai membayang ketika keluarga masing-masing mulai mencurigai kedekatan mereka. Ayah Alif, seorang Ustadz, khawatir Adrian akan mempengaruhi keimanan anaknya. Sementara ibu Adrian, yang sangat menjunjung tradisi leluhur, merasa Alif bisa membuat Adrian menjauh dari warisan keluarga.Â
Ketegangan memuncak ketika sebuah insiden terjadi di klenteng Adrian. Malam itu, klenteng mereka dirusak oleh sekelompok orang tak dikenal. Alif, yang mendengar kabar tersebut, segera datang untuk membantu sahabatnya. Namun, kehadiran Alif justru memunculkan kecurigaan baru. Beberapa warga mengira Alif mengetahui sesuatu tentang pelaku.Â
Adrian, meski terluka oleh prasangka orang-orang, tetap percaya pada Alif. Tapi tidak dengan keluarganya. Ibunya memandang Alif dengan dingin setiap kali ia datang. "Kau tak perlu ke sini lagi," ujar sang ibu suatu hari. Adrian yang mendengar itu langsung membela Alif, "Ibu, dia sahabatku! Dia tak mungkin melakukan hal itu."Â
Ketegangan itu membuat hubungan mereka merenggang. Adrian merasa tersudut oleh desakan keluarga, sementara Alif mulai meragukan apakah persahabatan mereka bisa bertahan di tengah jurang keyakinan dan prasangka.Â
Beberapa minggu kemudian, fakta mengejutkan terungkap. Pelaku perusakan klenteng bukan orang luar, melainkan seorang kerabat jauh Adrian yang kecewa karena warisan keluarga lebih banyak dialokasikan untuk renovasi klenteng ketimbang bisnisnya. Alif, yang mengetahui hal ini lebih dulu, justru merahasiakannya karena Adrian memohon waktu untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.Â
Namun, saat semua tampak akan kembali tenang. Adrian mengungkapkan bahwa selama ini ia menyimpan rahasia besar: ia tidak pernah benar-benar percaya pada keyakinannya sendiri. Ia menghormati tradisi keluarganya, tetapi hatinya cenderung mencari sesuatu yang lebih universal.Â
Alif terkejut sekaligus bingung. "Lalu, kenapa kau tidak pernah membicarakan ini sebelumnya?"Â