Mohon tunggu...
Yudaningsih
Yudaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan dan Politik

Pemerhati bidang sosial budaya, pendidikan dan politik mengantarkan dirinya menjadi kolumnis media lokal dan nasional. Pernah mengenyam pendidikan di MTs-MA YTI Sukamerang Cibatu Garut, S1 PBA Tarbiyah IAIN SGD Bandung dan S2 Ikom Unpad. Mediator bersertifikat dari PMI MM UGM, Arbitrase Kanaka Yogyakarta juga legal drafting dari Jimly School of Law and Government Jakarta. Istri dari F.Saad dan Ibu 3 anak ini pernah mengemban amanat sebagai Dosen di beberapa PTS atl: STIKOM Bdg, Institut Manajemen Telkom, APIKES Bdg, STABA (Sekolah Tinggi Analis Bhakti Asih Bandung), Fikom Universitas Sangga Buana dan Telkom University. Pernah aktif di beberapa lembaga negara atl: 2010-2012 Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) Kec Cimenyan Kab Bdg; 2013-2018 Komisioner KPU Kab Bdg; 2019-2024 Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat. Ketua Persma Suaka IAIN SGD Bandung juga Presidium Forum Pers Mahasiswa (FPMB) Bandung 1997/1998 ini aktif juga di Dewan Pakar ICMI Orwil Jabar dan ICMI Kota Bandung, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Muhamadiyah Jabar juga Majlis Pembinaan Kader Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Provinsi Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Balik Layar Seleksi Komisi Lembaga Cahaya

15 Januari 2025   10:30 Diperbarui: 17 Januari 2025   16:04 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seleksi Komisi Lembaga Cahaya (KLC) Provinsi Java adalah proses yang sangat dinanti, dan juga sangat ditakuti. Bagaimana tidak, menjadi bagian dari lembaga yang mengawasi dunia penyiaran dan informasi publik berarti mengemban tanggung jawab besar untuk menjaga integritas, keadilan, dan kebebasan berekspresi. Namun, seperti yang akan dialami oleh Hana, seleksi untuk posisi tersebut lebih dari sekadar ujian kemampuan---itu adalah medan pertempuran.

Hana, seorang jurnalis muda yang idealis, memutuskan untuk mengikuti seleksi tersebut setelah melihat betapa pentingnya peran KLC Java dalam mengawasi dunia penyiaran yang terkadang bias dan tidak transparan. Sejak awal, ia tahu ini akan menjadi tantangan besar, namun ia merasa yakin bahwa pengalaman dan tekadnya untuk menjaga objektivitas dan kebebasan informasi akan membantunya dalam proses ini.

Hari pertama seleksi dimulai, dan Hana merasa sangat gugup. Namun, ia berusaha menenangkan diri. Ia mengenakan pakaian formal, membawa berkas yang lengkap, dan memasuki gedung yang penuh dengan orang-orang yang juga berkompetisi untuk posisi yang sama. Begitu memasuki ruang seleksi, Hana langsung merasakan atmosfer yang tegang dan penuh ketegangan.

Di sudut ruang, Hana melihat beberapa wajah yang sudah tidak asing baginya---sejumlah tokoh penting dalam dunia media dan politik daerah. Ada Pak Darto, seorang pengusaha media yang terkenal dengan pengaruh besarnya di kalangan pejabat pemerintah, serta Ibu Selvi, seorang mantan politisi yang kariernya melambung berkat kedekatannya dengan sejumlah anggota legislatif. Mereka adalah orang-orang yang memiliki koneksi kuat, dan Hana tahu bahwa mereka bukanlah pesaing yang mudah dikalahkan.

Seleksi dimulai dengan serangkaian tes tulis, yang bagi Hana adalah bagian yang relatif mudah. Ia lulus dengan nilai yang memuaskan, tetapi semua itu hanyalah langkah pertama dalam perjalanan yang penuh intrik. Kini, tantangan sesungguhnya dimulai---wawancara dengan panel seleksi.

Hana duduk di ruang wawancara, menatap lima anggota Pansel yang duduk di hadapannya. Salah satunya adalah Pak Darto, yang memberikan senyuman tipis kepadanya. Meskipun ia mencoba untuk tetap fokus, Hana merasakan ketegangan di udara. Ia tahu bahwa di balik senyuman itu, ada banyak yang dipertaruhkan.

"Selamat datang, Hana. Kami ingin mendengar pandangan Anda tentang peran KLC dalam dunia penyiaran saat ini," kata salah satu anggota panel, dengan suara dingin dan formal.

Hana menghela napas panjang sebelum mulai berbicara. "Saya percaya bahwa KLC harus menjadi pengawas yang tegas, namun adil, terhadap media penyiaran. Kita harus memastikan bahwa informasi yang sampai ke masyarakat tidak hanya bebas dari sensor, tetapi juga akurat dan tidak berpihak pada kepentingan tertentu. KLC harus berdiri sebagai penjaga kebenaran."

Pak Darto mengangguk pelan, tetapi ada ketegangan di matanya. "Tentu, itu pandangan yang idealis. Tapi, bagaimana Anda akan menangani jika ada media yang besar, yang memiliki koneksi kuat dengan para pejabat, melanggar pedoman penyiaran? Apakah Anda berani mengambil tindakan tegas?"

Hana terdiam sejenak. Ia tahu ini adalah ujian. Ia tidak bisa ragu dalam menjawab. "Jika itu terjadi, saya akan mengikuti prosedur yang ada. Tidak ada yang di atas hukum, termasuk media besar. KLC harus mampu menegakkan regulasi tanpa pandang bulu."

Tiba-tiba, Ibu Selvi, yang duduk di sisi kiri, menyela. "Tapi, bukankah Anda sadar, kadang-kadang keputusan seperti itu bisa mengorbankan karier seseorang? Apakah Anda siap untuk menghadapi konsekuensinya?"

Hana menatap mata Ibu Selvi dengan tegas. "Saya percaya bahwa kebenaran dan transparansi adalah hal yang jauh lebih penting daripada menjaga hubungan atau karier seseorang. Jika saya tidak bisa mempertanggungjawabkan keputusan saya, saya tidak pantas untuk duduk di sini."

Jawaban Hana membuat sebagian Pansel terdiam. Namun, Pak Darto tersenyum lebar. "Baiklah, kita lihat nanti."

Setelah wawancara selesai, Hana keluar dari ruang tersebut dengan rasa cemas yang menyelimuti dirinya. Ia tahu bahwa apa yang terjadi di dalam tidak hanya soal jawaban yang tepat, tetapi juga bagaimana ia dipandang oleh orang-orang yang memiliki kekuatan di balik layar.

Hari-hari berikutnya penuh dengan kecemasan. Rina, seorang teman dekat Hana, yang juga mengikuti seleksi, memberi tahu bahwa banyak orang di luar sana mulai membicarakan siapa yang akan terpilih, dan rumor yang beredar sangat tidak menyenangkan. Hana mendengar dari beberapa sumber bahwa Pak Darto dan Ibu Selvi sudah memiliki kandidat yang mereka dukung, dan Hana bukan salah satunya. Mereka menginginkan seseorang yang lebih bisa diatur, bukan seorang idealis yang akan menantang status quo.

Di luar dugaan Hana, beberapa hari kemudian, ia mendapat kabar dari seorang teman yang bekerja di instansi pemerintah setempat. "Hana, hati-hati. Ada beberapa orang yang sedang berusaha agar kamu tidak terpilih. Mereka merasa bahwa kamu akan mengganggu jaringan mereka."

Mendengar hal itu, Hana merasa jantungnya berdebar. Apa yang sebenarnya terjadi di balik seleksi ini? Apakah ia hanya diperalat untuk kepentingan orang-orang tertentu yang ingin mengendalikan lembaga ini?

Keputusannya semakin sulit, namun Hana tidak bisa mundur begitu saja. Ia sudah terlalu jauh untuk hanya berhenti. Dalam sebuah pertemuan yang terjadi beberapa hari sebelum pengumuman hasil seleksi, Hana mendengar percakapan yang tidak ingin ia dengar.

"Dia terlalu idealis. Kita butuh seseorang yang tahu cara berurusan dengan kekuasaan," ujar seorang pejabat tinggi yang duduk di meja sebelah. "Saya sudah menyiapkan orang yang tepat untuk posisi ini."

Percakapan itu membuka mata Hana. Ini bukan tentang siapa yang paling layak, melainkan tentang siapa yang bisa dikendalikan. Jika ia terpilih, ia harus siap menghadapi permainan yang lebih licik dari yang pernah ia bayangkan.

Akhirnya, pengumuman itu datang. Nama Hana tidak ada dalam daftar. Ia merasa hancur, tetapi dalam hatinya, ia tahu bahwa ini adalah cara sistem yang korup melanggengkan dirinya. Namun, bukan berarti Hana kalah. Ia tahu, meskipun seleksi ini penuh dengan intrik dan licik, ia telah memperjuangkan prinsipnya. Ini bukanlah akhir, tetapi awal dari perjalanan yang lebih panjang dalam memperjuangkan transparansi dan kebebasan informasi.

Hana berjalan keluar dari gedung itu dengan kepala tegak. Mungkin dia belum terpilih kali ini, tapi ia tidak akan pernah berhenti memperjuangkan perubahan yang ia impikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun