Mohon tunggu...
Yuda Y. Putra
Yuda Y. Putra Mohon Tunggu... Sales - Kita semua punya kengan yang indah di masa lalu, buktinya masih bisa kangen pada itu.

Mimpiku semalam, kau datang membawa seorang bayi di tanganmu, uh, tidak aku tidak mau. Bawa kembali!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Sekolah yang Gagal Memandirikan Bangsa

5 Oktober 2016   21:14 Diperbarui: 5 Oktober 2016   21:43 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dapat menolak dan bertanya,aspek ini adalah yang paling individual, dan yang paling ketara dalam kehidupan sehari-hari, menolak dan bertanya mungkin kedengarnnya remeh, namun lebih dari itu, dapat menolak sesuatu, ajakan, desakan atau pemikiran sehingga dapat berdebat, memerlukan pola pikir yang mandiri dan prinsip yang sudah dibentuknya sendiri, penolakan adalah awal dari kemajuan. Bertanya adalah bibit untuk perubahan dengan cara mengkritisi sesuatu, sehingga, dapat mempertanyakan keadaan, mempertanyakan diri sendiri, mempertanyakan pemikiran maupun ide, tanpa hal itu, seseorang tidak akan memahami perbedaan dirinya, idenya dan nilai-nilai yang ada dalam masyrakat, tanpa bisa membedakan. Tanpa bisa membedakan, mana mungkin seseorang dapat tahu, mana yang seharusnya dirubah atau tidak, dalam aspek; dirinya maupun keadaan.

Dari ketiga aspek ini, apakah sekolah dapat merangsang seorang membentuknya? Dilihat dari bagaimana sekolah dan kurikulum serta cara pandang masyarakat terhadap pendidikan, mungkin pembaca dapat menilainya sendiri. Tanpa kemandirian tidak akan muncul kreatifitas, tanpa kemandirian, tidak akan muncul inovasi yang tentu merupakan salah satu unsur dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, apalagi dalam bidang ekonomi.

Sekolah-sekolah dalam sistemya, membuat seorang lebih lama didalam ke-takmandirian dan ke-takdewasaan, sudut pandangnya terhalang oleh lamanya jenjang dan waktu bersekolah, seseorang kehilang makna hidupnya, dengan membentuk mental ingin ‘menjadi apa’ dari pada ‘melakukan apa,’ setiap murid dikelompokkan dan dibariskan, demi kepentingan bangsa, sampai lupa bangsa itu sendiri adalah manusia, bukan batu yang butuh ditempa, bahwa manusia itu penempa, seniman, bukan energi, melainkan pengendali energi, masyarakat, manusia dipandang sebagai benda dan komoditi pasar, yang disebut pasar kerja, yang pada akhirnya, bangsa, melucuti ke-diri-annya, kemandirianya, sehingga kebanyakan berakhir dalam pabrik-pabrik dan tenaga professional yang tak memiliki tujuan hidup, hampa seperti tak bernyawa, juga sengsara. Sebut saja menjadi zombie, zombi-isasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun