Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Converse Moments: Golden Legacy Made Wianta di AMJOO#3

14 Juni 2022   15:21 Diperbarui: 16 Juni 2022   07:50 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Converse Moment: Golden Legacy Made Wianta di AMJOO#3

Pada art talk AMJOO #2 yang digelar di Griya Santrian Gallery Sanur Desember tahun lalu, masih menyisakan pertanyaan yang mengantung perihal posisi karya-karya Wianta untuk masa depan. Pertanyaan ini kemudian dibahas kembali pada “Converse Moments: Golden Legacy Made Wianta” di AMJOO #3. Meskipun masih berangkat dari proses penciptaan karya Wianta di masa lalu, setidaknya publik seni rupa yang hadir saat itu memahami mengapa AMJOO#3 masih mengusung Golden Legacy Made Wianta yang dianggap relevan dengan tema yang diangkat tahun ini, yakni Continuance Wave, yang membicarakan seni masa lalu dan akan datang yang dibicarakan saat ini.

Converese Moments: Golden Legacy Made Wianta  yang dilaksanakan di venue Art Moments Jakarta Online and Offline #3 di lantai 3 Art:1 New Museum & Art Space Jakarta 12 Juni 2022, menghadirkan pembicara Penulis dan Kurator Jean Couteau, Nicolaus F. Kuswanto direktur Galeri Zen1, serta Fair Director dan Co-Founder Art Moments Jakarta Sendy Wijaya, yang dipandu moderator Yudha Bantono pelan-pelan menjawab tentang pertanyaan periodesasi, posisi Wianta dalam kancah seni rupa kontemporer dunia, pasar seni rupa global, edukasi publik seni rupa, serta strategi masa depan perjalanan Golden Legacy Made Wianta.

Nicolaus F. Kuswanto mengatakan, pada kenyataannya memang tidak begitu banyak publik penikmat seni rupa mengetahui secara dekat karya-karya perupa Made Wianta dalam periodisasi karya-karya yang telah ia lahirkan.  Bahwa tataran keberadaan karya-karya yang telah beredar di tangan kolektor maupun publikasi lebih menunjukkan pada tren yang belum dikategorikan, atau pada wilayah kategorisasi periode. Karya-karya itu seolah hadir sendiri-sendiri. Sangatlah disayangkan, bila selama ini banyak orang berfikiran ukuran periodisasi karya Made Wianta karena masa atau tahun karya itu dilahirkan. Karena, Wianta dalam berkarya bisa melompat dari tahun ke tahun, bahkan mengulang periodisasi yang ia anggap belum selesai.

Sementara menurut Jean Couteau, mengikuti perkembangan karya Made Wianta adalah seperti mengikuti perkembangan pemikirannya, yang sekaligus liar dan tertata. Semuanya terurut meskipun terlihat melompat-lompat dari satu periode stilistik tertentu ke periode berikutnya. Setiap periode dipengaruhi oleh periode sebelumnya, bahkan elemen atau bentuk-bentuk sebelumnya ia kerap hadirkan kembali pada periode-periode yang menyusul. Wianta adalah sosok seniman kreatif, bahkan setelah Lempad ia belum menemukan sosok seniman sekreatif seperti Wianta.

Jean Couteau  menyampaikan pandangannya di Converse Moment: Golden Legacy Made Wianta di AMJOO#3 (dok. galeri zen1)
Jean Couteau  menyampaikan pandangannya di Converse Moment: Golden Legacy Made Wianta di AMJOO#3 (dok. galeri zen1)

“Di dalam seni rupanya, seperti di dalam ciri karakternya, Wianta bersifat kreatif secara kompulsif di seputar dua kutub: kutub uneg-uneg yang “harus keluar”, dan kutub “sistem”, dimana semua tertata. Kedua kutub itu tampil dengan ekstrim. Kreativitasnya adalah ulak-alik dialektis antara dua unsur itu. Segi “letusan uneg-uneg” produktif di seni rupa, tetapi juga di luar seni rupa, terutama di dalam sastra dan musik. Wianta  menggarap karya-karya puisi yang ia sebut puisi rupa atau seni rupa dalam kata-kata yang ia namakan rupa kata. Begitu halnya dalam hal bebunyian ia juga telah banyak menghasilkan karya-karya yang ia namakan rupa bunyi. Baik puisi maupun bunyi/musik ini  keluar secara meluap-luap sebagai bagian dari proses kreatif yang tak beda dengan seni rupa: harus keluar, apapun medium dan hasilnya, dan usai keluar, harus diberi bentuk”, tambah Jean.

Ketika ditanya mengenai Art Moments Jakarta sebagai salah satu bagian penting membawa pembicaraan Golden legacy Made Wianta pada tataran pasar seni rupa global. Sendy Wijaya mengatakan, saat pandemic maupun sekarang ini ketika menuju endemic akibat badai Covid 19 adalah momentum yang tepat. Menurutnya, kebiasaan online masih tetap terjaga dalam menunjukkan pada respon pasar dunia. Banyak publik seni rupa yang tertarik dengan keberadaan karya-karya yang ikut serta di Art Moments Jakarta, bukan sebatas wacana yang disuguhkan saja, namun nilai transaksional menunjukkan pada angka yang terus meningkat.

Moderator dan Buratwangi Wianta di Converse Moment: Golden Legacy Made Wianta di AMJOO#3 (dok. Daniel Ginting)
Moderator dan Buratwangi Wianta di Converse Moment: Golden Legacy Made Wianta di AMJOO#3 (dok. Daniel Ginting)

Ketika saat pandemic adalah jeda waktu tidak bisa melihat karya secara langsung fisiknya, bukan berarti halangan bagi publik seni rupa untuk menikmati serta memiliki karya-karya yang bagus. Sebagai art fair  hybrid pertama di Indonesia, Art Moments Jakarta memberikan kesempatan publik seni rupa berselancar secara online dengan kemudahan dari menu-menu yang dihadirkan. Respond yang sangat bagus ketika kehadiran karya-karya Golden Legacy Made Wianta semakin dipertanyakan, lebih-lebih bagi publik seni rupa yang baru mengetahui dan mengikuti, serta ingin mengoleksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun