Saya menyadari karya-karya Bulan adalah sikap antitesisnya dalam menembus realita yang sering hadir untuk dipertanyakan, dan terus dipertanyakan.Â
Dayu Bulan telah mengubah paradigma estetis untuk bermain di wilayah kritis, kesemuanya tidak ia sadari, karena ia seperti tak memerlukan referensi untuk menyampaikan.Â
Ia begitu nyaman untuk mengungkapkan semua kegelisahannya, dan berani keluar dari jati dirinya sebagai wanita Bali modern yang taat akan tradisi budaya, bahkan ibu dari putra-putrinya. Ia seolah tanpa beban menyampaikan apa yang ia amati, bahkan mungkin alami.
Lukisan-lukisan Dayu Bulan, seperti menyematkan dirinya untuk berinteraksi bersama figur-figur dan obyek-obyek yang ada. Kesemuanya berbicara, walaupun sendirian.Â
Saya meyakini ada banyak narasi dari pembicaraan yang sebagian secara jujur merupakan sindiran kritis, baik dalam paradok memposisikan diri sebagai gender maupun pemberontakannya secara halus.
Mengikuti perkembangan karya-karya Dayu Bulan saya seperti ikut menelaah ulang citraan perempuan dalam beragam kondisi, Bulan tidak menyuarakan dengan perlawanan keras seperti tersirat dalam karya-karyanya.Â
Pendek kata, karya-karya Dayu Bulan merupakan alternatif spirit membangun cara berfikir untuk melihat persolan perempuan dengan metafor-metafor yang cerdas.
Ketika pada kesempatan memilih 5 karya bersama putrinya Dayu Prada yang akan ditampilkan untuk mengenang sosok Dayu Bulan (26/1) yang telah berpulang awal bulan lalu, saya melihat kembali ada cara Dayu Bulan dengan kepekaannya untuk mengomentari kenyataan.