ROSITA UJIANTI
MERAJUT PENGALAMAN VISUAL
Pengalaman visual dijadikan gagasan berkarya memang terlihat sudah biasa. Terutama ketika seniman itu mendapatkan vibrasi dari tempat yang ia tinggali. Setelah bermukim hampir dari separuh umurnya di Perancis, Rosita Ujianti bertutur mengenai pengalaman hidup dan karyanya. Sewaktu awal-awal memasuki Perancis sedari mula hatinya merasa terketuk untuk memerankan dirinya sebagai seniman. Hal ini sangat wajar karena ia adalah penari dan memiliki bakat melukis.
Bukan sebuah kebetulan akhirnya minat untuk mengembangkan bakatnya baik sebagai penari dan pelukis  menjadi gayung bersambut. Setiap ada ketertarikan ia respond dengan gerak dan garis. Pengalaman merespond memori visual itu semakin diperkaya ketika ia menjumpai beberapa seniman, mengunjungi museum serta kontak dengan event-event seni rupa dunia.
Rosita Ujianti yang memiliki nama lahir Ni Nyoman Rosita Ujianti (47) adalah pelukis otodidak. Minat melukis sebetulnya ada sejak kecil dan semakin tumbuh ketika bertemu dengan guru keseniannya di SMAN 1 Banyuwangi. Bakatnya sebetulnya sudah ditemukan gurunya, dan sejak itu ia ingin meneruskan studi di ISI Jogajakarta. Namun, keluarga tidak ada yang mendukungnya sehingga harus mengikuti kemauan orang tuanya untuk studi bidang akuntansi.
Tangan-tangan Rosita seolah menjadi media yang bertutur, dengan cat-cat atau media lainnya ia sentuhkan jari-jemarinya mengikuti alur fikirannya. Rosita sering menghabiskan waktu sunyi sendiri, karena dengan kesunyian itu ia dapat berdialog dengan dirinya maupun ingatannya yang selalu liar datang silih berganti.
***
Pengalaman hidup memang tidak dapat dihindarkan ketika cara pandang dirinya yang lahir dari keluarga Bali dan Jawa. Rosita lahir dan tumbuh dewasa di Banyuwangi kemudian ia benturkan dengan Perancis ternyata banyak menginspirasi dirinya berkarya. Bahkan ketika melihat persoalan kehidupan di barat, tak jarang filosofi Hindu Bali ia jadikan acuan untuk merabanya .
Ada hal menarik ketika ia tinggal di Perancis, justru sering ingatannya pada Indonesia muncul, dan begitu sebaliknya ketika di Indonesia ingatannya pada Perancis muncul. Â Hal ini dapat saya tangkap secara langsung ketika saya temui di Bali, ia justru melukis tentang Black Forest, Taman Hutan Liar, Katedral, dan spirit kehidupan budaya barat ketimbang keindahan taman dan persawahan di Bali.
Ketika Gunung Agung meletus dua tahun lalu, Rosita yang kala itu berada di Bali membawa pulang ingatan itu ke dalam seri karyanya yang ia namai "eruption".
Melalui seri eruption Rosita bertutur tentang unsur alam, energi, mistis sampai pembicaraan tentang kondisi bangsa yang baginya sangat panas seperti panasnya semburan lava pijar.
Ketika ditanya apakah selama ini melukisnya diawali dengan konsep? Pelukis wanita ini menjawab bahwa selama ini ia melukis tidak berangkat dari konsep. Ia hanya mengalir tidak mengejar apa yang harus dijadikan target karya. Kalaupun nantinya lukisanya menampilkan suatu yang berisi  dan menjadi pembicaraan, tentu itu hanya sebuah pesan dari ingatan yang ingin ia sampaikan.
Di Strasbourg tempat tinggalnya ada banyak kegiatan seni yang sangat kreatif, ruang-ruang yang direspon oleh banyak kegiatan seni sering kali mengintimi pikirannya untuk terus mengikuti gerak berkesenian disana.
Maka tak ayal ia sangat berapi-api ingin berkesenian dengan berbagai lintas disiplin. Beberapa tahun lalu ia telah bekerja sama dengan desainer pakaian dan menggarap gagasannya bersama. Ia beruntung telah bersinggungan dengan desainer itu katanya, dan kelak ia akan merancang project lanjutan yang tidak mungkin inspirasinya dari nusantara, tambahnya.
Rosita tidak tersinggung ketika saya katakan beberapa karyanya saya lihat seperti gaya Vincent Van Gogh atau Paul Gaugin. Ia hanya tertawa, "setiap seniman memiliki kebebasan mendapat pengaruh dari seniman manapun, lebih-lebih saya yang berangkat dari pelukis otodidak," katanya.
Pekerjaannya mengelola rumah kebugaran dan ibu rumah tangga tak mengurangi minatnya untuk terus berkarya. Pada saat rehat malam hari setelah anaknya tidur ia sering habiskan waktunya untuk melukis, disamping hari-hari libur dari pekerjannnya.
Mengenai ide maupun gagasan melukis ia tidak pernah kawatir. "Ide itu ada dimana-mana bisa dari keluarga, tempat kerja, perjalanan, maupun alam yang maha luas ini," katanya. (Yudha Bantono, Bali 20.02.19)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H