Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ramayana di Pelataran Lontar Ida Bagus Oka

25 September 2018   21:54 Diperbarui: 19 April 2022   10:23 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Prasi Ida Bagus Oka tentang kisah Ramayana, foto Ketut Karma

Di kelebatan hutan Dandaka, angin semilir menggerakkan dahan-dahan pohon yang rindang. Burung-burung berkicau nyaring memecah kesunyian. Suaranya bersahut-sahutan tidak seperti biasanya. Sekawanan binatang berlarian, mereka bersuka ria membuat isi hutan riuh. Dari atas pohon kera-kera cekikikan bahagia melompat dari satu dahan ke dahan  lainnya.

Angin memang sedang meniupkan senandung lagu merdu tentang cinta. Gerakan ranting dan daun-daun seolah mengikuti alunan musik orchestra. Sebuah gambaran panggung alam yang benar-benar mempesona.

Dari kejauhan terlihat Rama dan Sinta sedang duduk memadu kasih. Rama tersenyum bahagia memandangi Sinta yang terlihat manja, karena manjanya Sinta semakin terlihat jelita. Anggrek hutan dengan sulur bunga beraneka warna tiba-tiba rebah di atas dada pohon  yang ditempatinya. Sepasang tupai yang mulanya berlarian tiba-tiba berhenti mendekati pasangannya dan saling mengenduskan hidungnya. Meraka tahu hanya karena cintanya Rama dan Sinta hutan tempat tinggalnya berubah menjadi tentram.

Saat Rama membelai rambut Sinta, terperanjatlah pandangan Sinta, ia merubah posisi duduknya dan seketika matanya menatap pada binatang yang berada dihadapannya. Kijang kencana telah datang menggoda hati Sinta. Bulunya tipis, halus dan bercahaya keemasan. Matanya berpendaran bagai air laut yang terkena sinar matahari pagi. Cantik dan elok rupanya.

Kijang kencana menari-nari di hadapan Sinta, matanya berkedip seolah mengatakan tangkaplah aku. "Rama aku ingin membelainya, tangkaplah kijang kencana itu", ujar Sinta. Rama segera bergegas, karena demi cintanya apapun dilakukan untuk menangkap kijang kencana itu.

Kijang kencana yang cantik rupawan tidaklah sejinak seperti yang dikira Rama. Ia berlari liar bagai halilintar, melesat di atas awan. Rama tidak mau membidikkan anak panahnya karena ia paham harus menangkap kijang kencana itu hidup-hidup. Maka, makin jauhlah pengejaran kijang kencana yang memang sangat susah ditangkap. Berlari membelah dari satu rimba ke rimba lainnya.

Sinta semakin resah menunggu kedatangan Rama, ia sangat berharap segera kembali dengan kijang kencana tangkapannya. Matahari telah bergeser cepat dari tempatnya membuat perasaannya semakin risau. Penantian tinggalah penantian karena Rama tak jua kunjung tiba. Kisah ini akhirnya membawa Sinta pada jebakan maut Rahwana. Awal sebuah duka kehidupan sepasang anak manusia yang dipenuhi api cinta.

****

Ida Bagus Oka, doc penulis
Ida Bagus Oka, doc penulis
Manis Kuningan Tahun 2014, satu hari setelah hari raya Kuningan. Hari raya umat Hindu Bali yang merayakan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (keburukan), saya berkunjung ke studio Ida Bagus Oka (68) di Griya Carik Sidemen, Karangasem. Ida Bagus Oka adalah seniman otodidak. Ayahnya, Ida Peranda Gede Pinatih, juga seorang seniman lukis daun lontar (prasi). Namun Ida Bagus Oka tidak sempat mendapat didikan dari ayahnya, karena sang ayah meninggal ketika ia masih berumur enam tahun.

Di usia anak-anak, layaknya anak-anak Bali ia belum mengenal tentang seni lukis. Baru ketika berumur Sembilan belas tahun ia harus menentukan sikapnya untuk bekerja. Hidup susah pasca meletusnya Gunung Agung 1963 membuat dirinya dan keluarga menjalani kehidupan yang serba susah.

Ketika pariwisata Bali mulai ramai tahun 70 an, Sidemen sebagai tanah kelahirannya sekaligus tempat ia tumbuh telah mulai ramai dan menjelma menjadi salah satu tempat kunjungan wisatawan. Ida Bagus Oka mulai mencoba melihat kembali karya-karya ayahnya, mulanya dari mencontoh dan akhirnya piawai melukis dengan gayanya sendiri.

Dari karya-karya yang dihasilkan ia sudah mulai bisa bisa menjual dan menghasilkan uang. Disinilah letak semangatnya melukis prasi dapat merubah hidupnya. Ida Bagus Oka selanjunya memutuskan pilihan hidupnyanya untuk menekuni dunia seni lukis prasi sebagai bagian dari laku hidupnya.

Ramayana merupakan tema yang selalu muncul dalam karya-karyanya, dan boleh dikatakan menjadi tema favoritnya disamping tema-tema lain. Dalam mengungkap kisah Ramayana, Ida Bagus Oka memakai kerangka penggalan cerita dari setiap slot episode.

Ida Bagus Oka sangat menghargai keagungan cerita Ramayana. Ada banyak kisah yang dapat ia ungkapkan dari tokoh-tokoh dan peristiwanya. Ketika saya pilih satu karyanya yang mengisahkan Rama dan Sinta dengan hadirnya kijang kencana, ia bercerita layaknya karya seni lukis prasi beralih diri menjadi karya sastra.

Melalui lukisan prasi Ida Bagus Oka, cerita Ramayana bukan hanya sebuah kisah romantisme yang berujung pada prahara besar. Atau juga bukan cuma sebatas tumpukan lembaran daun lontar yang bernilai seni belaka, namun banyak pesan-pesan moril yang hendak disampaikan olehnya.

Ida Bagus Oka melakoni hidup bagaimana menjaga warisan budaya leluhurnya yang memiliki nilai estetika tinggi dan karakteristik tersendiri. Seni lukis prasi yang berbahan dasar dari daun lontar dengan gambar wayang di dalamnya masih hidup hingga kini, kisah-kisah di dalamnya  merupakan transformasi dari naskah atau kitab sastra, kakawin, kidung dan sebagainya.

Lukisan di atas daun lontar dapat dipahami sebagai karya seni yang masih menjaga tradisi di tengah perkembangan seni rupa yang mengungkapkan visualisasi karya di atas beragam media. Kondisi memang amat berbeda ketika lukisan-lukisan tradisi di atas kanvas telah memenuhi galeri maupun artshop. Pasar seolah tahu untuk kepentingan tertentu ia akan mengkoleksi lukisan lontar, sehingga kolektornya pun berbeda, kata Ida Bagus Oka.

Ida Bagus Oka, satu dari sekian pelukis di atas daun lontar yang berjuang ditengah maraknya pasar seni rupa Bali. Ia tidak pernah menjual karyanya kepada gallery, ia menjual karyanya di studio yang menjadi tempat tinggalnya. Ketika saya tanya kenapa tidak menjual karyanya di galeri atau artshop yang ada di tempat-tempat pariwisata ?. Ida Bagus Oka menjawab ia ingin karyanya tidak dijiplak oleh seniman lain. Menurutnya karya yang ia ciptakan adalah murni dari imajinasinya. Cerita Ramayana yang ia dapat dari berbagai sumber ia  terjemahkan kembali secara visual di atas torehan lontar beserta elemen-elemen pendukungnya. Disinilah kekuatan estetika setiap narasi dari penggalan kisah Ramayana ia sampaikan menurut versinya.

Karya-karya Ida Bagus Oka saya nilai sebagai karya yang genuine, karyanya lahir dari pergulatan yang seakan mengalir terus. Elemen-elemen yang mendukung narasi karyanya ia kembangkan berdasarkan ruang imajinasi yang terinspirasi tidak jauh dari alam sekitarnya.

Ida Bagus Oka sangat bersyukur tumbuh dan besar dari desa yang memiliki kekuatan tradisi budaya dan alam yang sangat indah. Maka, sangat wajar ketika harus menggambarkan hutan Dandaka, dengan gambaran seperti pohon-pohon besar di bukit-bukit yang mengapit desanya dapat dengan mudah dipindahkan ke atas daun lontar dalam mengisi visualisasi bagian cerita Ramayana.

Dalam proses penciptaan, menurut Ida Bagus Oka ketenangan dan perasaan memahami isi cerita adalah fokus utamanya. Perasaan dengan melibatkan dirinya seolah-olah hadir melihat kisah yang terjadi. Tokoh-tokoh dalam kisah Ramayana telah ia hafalkan dengan baik, seperti figur maupun karakternya. Selanjutnya dengan memahami isi, ia tempatkan pada bidang yang menjadi ruang untuk menarasikan secara visual.

Lukisan Ida Bagus Oka selalu mengalami perubahan, Ia menciptakan pengembangan visualisasi dari setiap narasi, ia gubah tanpa mengurangi esensi cerita. Kadang gubahan itu berupa penyederhanaan atau bahkan sebaliknya, tetapi pada dasarnya semua lukisannya mempunyai ciri khas yaitu untuk mempertajam bahasa visual dari cerita yang ingin ia sampaikan.

Ramayana telah menjadi bagian inspirasi dari awal ia melukis di atas lontar, suatu proses yang cukup panjang telah membentuk kekuatan artistik dirinya, terlihat indah disetiap bagian kisah-kisah  Ramayana Dari tangan Ida Bagus Oka saya melihat energy kreatif tiada habisnya. Sorot matanya yang sangat awas ketika menorehkan pangrupak (pisau untuk melukis) di atas lontar, menunjukkan bagaimana kemampuannya mengelola garis-garis kecil dan halus dengan ukuran seperempat rambut, hadir menghiasi lembaran lontar-lontar karyanya. Ida Bagus Oka seakan menjadi cerminan dari sebuah perjalanan waktu dan pengalaman, bahwa jam terbang patut menjadi penghormatan melihat karyanya.

****

Sejak berumur Sembilan belas tahun sampai usianya yang kini enam puluh empat delapan tahun, ia tiada pernah mengeluh tentang pasar dari karyanya. Ia mengatakan bahwa di usia muda yang sangat produktif sempat pernah kewalahan menerima pesanan dari tamu-tamu asing dari belahan dunia. Mereka datang ke studionya untuk membeli semua karya-karya yang masih ia miliki.

Kini Ida Bagus Oka dalam usianya yang terus bertambah, ia menentukan sikap untuk tetap menjaga kualitas karya. Dalam sebulan ia hanya menghasilkan satu karya yang berisi sepuluh lembar lontar dengan ukuran 5 x 40 cm, artinya setiap lembar lontar ia harus kerjakan selama tiga hari. Ia tetap mengangkat cerita Ramayana, dengan visualisasi yang berubah setiap saat tergantung inspirasi yang muncul.

Apa yang bisa dibanggakan di hari tua dengan karyanya ?, Ida Bagus Oka hanya ingin memamerkan karyanya dalam sebuah kesempatan agar bisa diapresiasi publik luas. Ia sadar karya-karyanya telah menyebar ke berbagai negara yang artinya tidak banyak ditunjukkan atau dikoleksi publik seni rupa bangsanya sendiri. Ketika saya tanya apakah banyak penerus di desanya yang mau belajar seni lukis daun lontar ?, Ida Bagus Oka mengatakan sampai hari ini baru empat anak muda yang datang dan menimba ilmu padanya. Ia sangat prihatin bahwa banyak kalangan anak muda di desanya yang tidak tertarik belajar seni lukis prasi, padahal ini potensi besar baik dalam segi ekonomi maupun mempertahankan seni lukis tradisi yang menjadi warisan budaya luhur Bali. Ia selalu mengingatkan kepada murid-muridnya tidak ada yang perlu ditakuti untuk menekenuni seni lukis prasi. Ia kini terus mendidik muridnya agar kelak ada regenerasi di kemudian hari.

****

Saya mulai membaca kembali narasi dalam satu rangkaian lontar yang telah selesai menjadi karya. Detil garis-garis yang dihasilkan dari torehan tajamnya mata pisau yang diwarnai oleh hitamnya sangrai kemiri, menunjukkan adanya kedalaman maupun kekuatan dari sebuah karya. Garis-garis kuat membentuk figur wayang-wayang dan pemandangan alam dengan seisinya. Menikmati karyanya seolah mata saya turut meraba halusnya pori-pori daun lontar yang banyak memberikan mutiara pelajaran tentang arti sebuah kehidupan.

Andai Rama tidak klewat cemburu dan mau menaruh perasaan menerima semua kejadian yang dialami Sinta dengan apa adanya, maka kesucian cinta Sinta tidak lagi dipertanyakan.  Saya benar-benar tertegun meratapi kisah lukisan Ramayana karya Ida Bagus Oka, sebuah amarah yang dibenarkan atas nama kesucian cinta. Dari kisah sastra jendra, cupu manik astagina merangkai kehidupan perjalanan duka dunia.

******

Sore  telah meredupkan  matahari dari bukit-bukit hijau sebelah barat Sidemen. Dari kejauhan pepohonan rindang yang masih lebat mengingatkan kisah perjalanan Anoman yang hendak menyelamatkan Sinta. Anoman masih memiliki waktu separo petang menuju Alengka. Angin telah menerbangkan bau busuk nafsu Rahwana,  Anoman mulai menciumnya dan sangat yakin, bahwa saat malam  ia sudah bisa tiba di pintu gerbang Alengka.

Dari Griya Carik Sidemen,  sepenggal cerita Kijang Kencana telah bercerita, dalam pementasan sendra tari Ramayana di pelataran daun lontar Ida Bagus Oka. (Yudha Bantono, Sidemen, Karangasem Bali,1.06.2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun