Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca Mural Pesona Kota di Festival Pesona Lokal

23 September 2018   22:10 Diperbarui: 23 September 2018   23:09 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya mural dari kelompok GAS, doc. Penulis

Sembilan belas mural berjajar di sisi timur Lapangan Puputan Renon. Pemandangan macam ini menjadi peristiwa luar biasa di Kota Denpasar, khususnya pengunjung car free day di hari minggu. Peristiwa yang sedikit terasa ganjil ini merupakan bagian dari Festival Pesona Lokal.

Festival yang digelar di sembilan kota di Indonesia yang diprakarsai oleh iNews, Adira Finance dan Kementrian Pariwisata untuk mempromosikan kearifan lokal masing-masing kota. Bali menjadi tempat pelaksanaan yang ke tiga setelah Bandung dan Solo Raya. Lomba mural menjadi bagian yang terintegrasi dalam "mengintimi" publik dalam membaca kearifan lokal.

Dalam pelaksanaan lomba mural, masing-masing peserta dituntut dapat mengintepretasikan "Pesona Kotaku" menjadi pemaknaan seni publik. Sembilan belas peserta lomba mural itu diantaranya GAS, Gebrass, Senisanasini, Tropical Monkeys, Silauw, Klub, Hellmonk, Kodok Dongkang, AMT, Gajret, Smart, BBB, Gumatat Gumitit, Summer Day, Wahyu, Gradak Gruduk, Still Kalcer dan Klalar Klilir.

Dari mural yang diselesaikan oleh masing-masing peserta, para seniman mural telah berusaha menghadirkan realitas kotanya untuk dikontruksi berdasarkan konsep dan pemikirannya. Ketika saya membaca karya mural yang dihadirkan sebagai pengungkapan sebuah makna pesona kotaku, tidak banyak yang membawa persoalan pembacaan tentang pesona kotaku. Namun, di beberapa karya ada yang berhasil menghadirkan makna dengan sebuah rangkaian transreferensi tentang pesona kota (baca Denpasar).

Ada tiga mural yang saya rasa menjadi catatan hendak mengetengahkan semacam alur pembacaan pesona kotaku. Tiga mural ini menarik untuk saya ikuti sebagai bagian pembicaraan yang menawarkan pembacaan tentang pesona kotaku secara lentur. Tiga Mural itu diantaranya Gas (Kota Budaya), Still Kacer (Explore Denpasar) dan Klalar Klilir (Trihita Karana).

Karya mural dari kelompok GAS, doc. Penulis
Karya mural dari kelompok GAS, doc. Penulis
Mural dari GAS tampak dengan jelas memberikan gambaran tentang sebuah kota dengan perkembangannya, motif kain Bali yang menyatu dalam bangunan gedung-gedung serta sosok perempuan dalam hiasan mahkota penari Bali.

Still Kacer dengan salah satu ikon Kota Denpasar yaitu Bajra Sandhi, penari Bali, burung Jalak Bali serta ikan dan burung-burung beserta lansekap hijau sebagai gambaran bentang alam.

Karya mural dari Still Kacer menarik saya baca karena memiliki kecenderungan dalam memahami Kota Denpasar untuk dieksplorasi sebagai sebuah pesona.

Mural Still Kacer mampu membaca pesona yang dimiliki Kota Denpasar seperti wilayah pantai, kota, agraris maupun keungulan tradisi dan budaya. Karya Still Kacer menggarap pesona kota menjadi titik sentral pembacaan bahwa pesona Kota Denpasar secara keseluruhan sangat menarik.

Kelompok Klalar Klulir sedang menyelesaikan muralnya yang berjudul Tri Hita Karana/dokpri
Kelompok Klalar Klulir sedang menyelesaikan muralnya yang berjudul Tri Hita Karana/dokpri
Sedangkan pada mural karya Klalar Klilir dengan judul Tri Hita Karana memberikan ekspresi spirit membangun kota yang berlandaskan filosofi kehidupan Agama Hindu di Bali.

Saya kira meskipun melompat jauh dari sebuah pesona sebuah kota, ada kesadaran yang ingin disampaikan oleh kelompok Klalar Klilir untuk melakukan perenungan. Memang agak berat ketika membahasakan pesona kotaku, namun begitu melihat sosok figur yang berisi pengungkapan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dan alam sebagai gambaran penduduk kota mampu mewadahi sebuah pemikiran tentang pesona kota.

Tanpa ingin mengunggulkan tiga peserta maupun membaca secara keseluruhan mural-mural yang ada di Festival Pesona Lokal, sebagai penikmat karya seni mural saya memiliki catatan bahwa kegiatan semacam ini patut diapresiasi lebih jauh sebagai bagian seni publik yang memang dibutuhkan oleh publik.

Saya percaya dan memahami, tidaklah mudah mengelola seni yang dihadirkan kehadapan publik menjadi bagian dari penyadaran. Setidaknya apa yang dilaksanakan dalam Festival Pesona Lokal saya lihat telah berhasil memberikan ruang bagi para seniman mural untuk berekspresi dan berinteraksi dengan publik melalui karya seninya. (Yudha Bantono) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun