Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mbah Kendri Gambaran Lain Pulau Dewata yang Terekam di Lensa Rudi

7 Desember 2016   09:06 Diperbarui: 8 Desember 2016   10:34 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah ruangan yang penuh daun-daun di rumah tua dan kurang terawat itu. Sebetulnya bisa saja ruangan itu menjadi bersih, tetapi memang bukan bersih yang dikehendaki, melainkan itulah cara ia bercakap-cakap mengenai dirinya dengan daun-daun yang dipetiknya, dikumpulkan lalu di dekap dengan senyum bahkan terkadang tangisan.

Perempuan itu sudah tua. Telah delapan puluh tahun usianya. Rambutnya masih terlihat berimbang antara uban dan hitam. Giginya masih banyak yang utuh karena sejak remaja suka nginang. Badan nenek yang terlihat masih tegar itu ternyata ditopang oleh kaki palsu, karena buntung digerogoti lepra. Raut wajah dengan keriput keras menonjol, menghiasi wajahnya yang kelihatan telah lama memendam keprihatinan.

Foto Rudi Waisnawa
Foto Rudi Waisnawa
Perempuan tua ini orang sangat miskin, hidupnya dari belas kasihan pemerintah, gereja, dermawan, tetangga dan anak-anaknya yang telah berumah tangga namun meninggalkannya. Di Banjar Bonian, Desa Antap, Kecamatan Slemadeg, Tabanan, tahun 1970-an Pemerintah Provinsi Bali mendirikan 15 rumah sebagai penampungan bagi penderita lepra. Dahulu penderita lepra mencapai puluhan. Tapi sekarang tinggal satu penghuni dan sudah sembuh.

Kisah perempuan tua yang memiliki nama Kendri, menjadi menarik di mata fotografer Rudi Waisnawa. Mbah Kendri adalah saksi hidup bagaimana wabah lepra menyerang Bali. Dan yang lebih menarik lagi, Kendri juga mewakili saksi hidup sejarah suram Gestok. Hidupnya penuh duka warna, ia dipaksa dijual oleh orang tuanya dengan alasan dinikahkan ke saudagar kaya, kini ia hidup berguru pada kesunyian daun-daun. Kisah Mbah Kendri itu menjadi jelas berbicara dalam frame-frame foto Rudi.

Karya foto Rudi ini merupakan salah satu langkah untuk membuka misteri dari sosok Mbah Kendri yang selama ini seakan terabaikan, di masa sekarang ini Bali sudah terbebas lepra, apalagi melihat kehidupannya yang sangat jarang bersentuhan dengan masyarakat normal, terkucilkan dan semakin kabur didengar.

Foto Rudi Waisnawa
Foto Rudi Waisnawa
Pada awalnya Rudi juga belum pernah mengetahui bagaimana kisah lepra di Bali, pada suatu kesempatan karena seringnya melewati Jalan Denpasar menuju Singaraja ketika pulang kampung, ia melihat deretan rumah yang tidak terurus dan ternyata masih berpenghuni. Ia mencoba berhenti dan menjumpai penghuninya. Di sinilah ketertarikan Rudi masuk ke dalam kepribadian Mbah Kendri yang memang terselubung misteri.

Saya mulai berfikir ini bukan sebuah kebetulan, bila melihat karya-karya fotografi Rudi lima tahun terakhir masih didominasi tema-tema humaniora seperti orang-orang dengan gangguan jiwa yang terpasung. Kehadiran Rudi saya lihat sebagai fotografer yang terbebaskan melihat sisi kehidupan dan kemanusiaan. Subyek karyanya yang tidak terbiasa dalam jebakan estetis, gaya penjelejahan dan kepeduliannya pada orang-orang terpinggirkan berhasil diterima oleh publik dan mendapat perhatian dari para kritikus foto. Walaupun terkadang mendapat komentar-komentar yang kontroversial, ia adalah salah satu fotografer yang konsisten melihat sisi muram Bali.

Foto Rudi Waisnawa
Foto Rudi Waisnawa
Realitas foto-foto Rudi masih menyisakan sosok Mbah Kendri dalam kehidupan sehari-harinya, keintiman dirinya dengan ruang sunyi, sifat pasrah, dan perjuangan hidupnya. Walaupun demikian, bisa dirasakan bahwa foto-foto itu sebenarnya sedang berdialog atau berkonfrontasi dengan pemikiran saya. Bagaimana kita harus berempati terhadap Mbah Kendri, dan saya yakin ada banyak mantan penyandang lepra yang memiliki nasip serupa. Menghadapi beban hidup dengan sebatang kara yang merepresentasikan orang tua kita.

Tatapan Mbah Kendri dalam foto Rudi mengeluarkan kepiluan yang mendalam. Foto Rudi adalah “penyampai” kepada khalayak luas di tengah larutnya melihat Bali yang serba indah. Foto-foto Rudi juga menyampaikan pandangan solidaritas, sosial, budaya, juga aspek antropologis yang bisa digali lebih dalam lagi.

Foto Rudi Waisnawa
Foto Rudi Waisnawa
Mbah Kendri adalah salah satu contoh dari sekian banyak “realitas” kepedihan Bali lainnya, yang jarang sekali punya peluang untuk dihadirkan dan dibicarakan dalam ruang publik. Maka ketika kisah hidup Mbah Kendri adalah keniscayaan, inilah menariknya Rudi hadir membicarakannya sebagai orang kreatif yang menggali keniscayaan itu menjadi sebentuk penggalian nilai-nilai humanis.

Dunia fotografi terutama di era digital kini masih terpukau oleh keindahan yang bertumpu pada beragam pencarian. Memang sah-sah saja untuk mengeksplorasikannya, dan tetap mendapat tempat serta banyak peminatnya. Namun, seperti biasa, Rudi tetap tenang dalam mengangkat isu kemanusiaan, tanpa mengabaikan prinsip keseimbangan antara dirinya dan orang lain atau hubungan dirinya dengan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun