Tentu, bila harus dikaitkan dengan ekspresi keresahan jati diri dan spiritualitas sebagai orang Bali, ada dimensi yang nampak jelas bersinggungan. Sampai sekarang saya masih memiliki pemikiran bahwa karya kaligrafi Wianta seperti mantra-mantra kuno yang dituliskan kembali dalam bentuk lukisan. Dan bila dipandangi secara terus menerus akan muncul persepsi beragam, dan ini sangat mempengaruhi cara pandang personal bagi siapa saja yang menikmati karyanya. Maka, ketika deretan karya-karya yang berjumlah 22 lukisan seri kaligrafi periode tahun 1996 sampai 2015 hadir di lobby Hotel Sofitel Bali dan ruang-ruang sekitarnya, benar-benar bisa menghidupkan ruangan yang ditempatinya.
Karya Made Wianta di salah satu ruangan Hotel Sofitel Bali
Pameran lukisan tunggal Wianta yang akan berlangsung dari tanggal 3 September sampai 15 Desember 2016, tak tanggung-tanggung, beberapa karya lukisannya yang berukuran mendekati empat meter terlihat sangat proporsional dalam  merespon ruangan lobby Hotel Sofitel Bali. Keberadaan lukisan kaligrafi Made Wianta dalam perspektif seni rupa merespon sebuah ruang, memperlihatkan semacam bentuk keberhasilan yang merupakan perpaduan antara keindahan dan kemegahan. Dan masing-masing lukisan Wianta berhasil berinteraksi secara haromonis. Inilah pameran Made Wianta di kawasan hotel berbintang lima di Nusa Dua setelah awal tahun 80-an ia berpameran  tepat di sebelah Sofitel Bali yaitu Club Med, karyanya berhasil menyihir publik seni rupa dunia dalam debut kariernya. Dan ketika saya menikmati kembali hari ini di ruangan hotel Sofitel Bali, seolah saya dapat menakar ulang, bahwa keindahan karya Wianta memang tetap pada kadar yang sangat mengagumkan.  (Yudha Bantono, Pembacaan Pameran Tunggal Made Wianta di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali)Â
Â
Foto-foto: koleksi penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya