Hal yang menarik lagi, setelah saya merenungkan peristiwa happening art itu, bahwa Wianta sudah terbiasa berada dalam wilayah ketegangan. Secara keseluruhan happening art Jalan adalah sebuah upaya penyajian yang lebih mengutamakan pesan pengalaman tragedi kemanusiaan, ketimbang seperti melihat karya lukisannya yang memiliki hubungan proses kreatif dari gagasan yang terperiode, diulang namun tetap berbicara pada tataran estetika yang berkonsep kuat.
Belajar dari cara berkesenian Made Wianta, kejadian itu tidaklah datang dengan sendirinya. Kejadian yang akan terjadi itu adalah suatu pencarian. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mendukung kejadian, minimal ia mengingatkan pada esensi yang memiliki kedalaman yaitu “perenungan”. Penggarapan projek berkeseniannya selanjutnya terus saya ikuti, mengalir dan memberikan kegembiraan perasaan, bahkan bisa membuat saya tertawa, termasuk menertawai apa saja. Seperti pada projek sungai Rhain di Basel tahun 2005, Wianta menyuruh saya mengamati perbedaan karakter air sungai Rhain setiap pagi, dan ini membuat saya tertawa, untuk apa Wianta menyuruh saya jauh-jauh dari Bali, hanya memotret air sungai. (Yudha Bantono, Merespon dan Mengingat Project Happening Art Jalan, Made Wianta, 2001).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H